The Alchemists: Cinta Abadi

Aku akan bertanggung jawab



Aku akan bertanggung jawab

0Menikah itu gampang, tetapi mempertahankannya yang sulit. Itulah sebabnya dalam tatanan masyarakat Alchemist yang sempurna, mereka hanya akan menikah setelah sangat yakin dengan pasangannya. Ada yang menjalin hubungan hingga ratusan tahun hingga akhirnya memutuskan menikah.     

Ned dan Portia menikah setelah menjalin kasih hampir 200 tahun. Lauriel baru akan menikahi kekasihnya Luna setelah mereka bersama lebih dari 150 tahun, hanya saja malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, Luna meninggal dalam perang sebelum mereka dapat melakukan pernikahan. Hingga kini Lauriel tak dapat menemukan makamnya dan anak dalam kandungannya.     

Cintanya yang besar kepada Luna membuat Lauriel tak mampu membuka hati untuk perempuan lain bahkan setelah hampir seratus tahun lamanya. Ia menikmati kesendiriannya di dunia dan hanya mencurahkan perhatiannya kepada anak angkatnya, Aleksis, dan hewan-hewan di konservasinya.     

Aldebar, sebagai salah satu bujangan paling diperebutkan di antara gadis-gadis Alchemist juga masih sangat santai dalam urusan cinta. Ia masih tidak mencari pasangan dan tidak ada satu perempuan pun yang dapat menarik hatinya. Pikirannya disibukkan dengan penelitian dan berbagai penemuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia.     

Bisa dibilang hanya Flora dan Caspar yang menjadi anomali di antara masyarakat Alchemist dalam urusan mencari pasangan. Flora jatuh cinta kepada temannya sejak kecil, seorang manusia biasa, dan bahkan rela kabur dari rumah agar bisa menikah dengannya karena tidak mendapatkan restu orang tuanya.     

Caspar yang terkenal sebagai playboy selama berabad-abad dan mengganti kekasih sesering ia mengganti pakaian, kena batunya 21 tahun lalu ketika ia jatuh cinta kepada seorang manusia biasa yang sama sekali tidak kagum kepadanya maupun membalas perasaannya.     

Dalam waktu singkat Caspar langsung menyadari bahwa perempuan itulah satu-satunya yang ia inginkan mendampinginya dalam hidupnya yang abadi, dan dalam waktu enam bulan saja, setelah berjuang dengan segala cara, ia berhasil menikahi Finland. Mereka kini telah hidup bahagia setelah 20 tahun menikah dengan tiga orang anak.     

Tetapi rupanya, itu semua tidak ada apa-apanya dengan apa yang dilakukan Aleksis, anak perempuannya.     

Gadis itu telah terobsesi dan jatuh cinta kepada seorang pria lebih tua yang ditemuinya saat ia berusia 12 tahun, dan ketika mereka kembali bertemu saat ia berusia hampir 20 tahun, ia berhasil membuat pria itu jatuh cinta kepadanya dan menjadi kekasihnya...     

Lalu dalam waktu EMPAT HARI SAJA, mereka telah melangsungkan pernikahan.     

Sungguh ini adalah hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Alchemist selama ratusan tahun.     

Saat makan malam, dengan impulsif Aleksis meminta Alaric menikahinya, dan pria itu mengabulkannya tanpa syarat. Dan sebelum jam berdentang 10 kali, malam itu keduanya telah resmi menjadi suami istri berdasarkan undang-undang di Singapura, tempat keduanya berdiam saat itu.     

Wajah keduanya tampak sangat bahagia saat mereka keluar dari kapel dengan bergandengan tangan.     

"Besok aku ke London, dan kau kuliah. Kau mau pulang ke mana?" tanya Alaric, saat membantu Aleksis masuk ke dalam mobil. Pintu telah dibukakan oleh supirnya bagi mereka, tetapi ia tetap menunjukkan perhatian dengan menggandeng Aleksis hingga masuk dan duduk di bangku belakang.     

"Mari pulang ke rumahmu," kata Aleksis. "Besok aku bisa mengantarmu ke bandara, lalu pulang ke asrama. Aku bolos dulu saja dari kampus, besok hanya ada satu mata kuliah tidak penting."     

"Baiklah." Alaric mengangguk kepada supirnya yang segera mengerti untuk membawa Tuannya dan sang Nyonya baru ke Mansion.     

Saat mobil mulai bergerak, Alaric menyentuh tombol jendela di pintu mobil dan menurunkan kaca mobil di kiri dan kanan hingga setengahnya. Supirnya segera tanggap dan memperlambat laju kendaraannya supaya angin yang masuk tidak terlalu kencang dan membawa hawa dingin.     

Aleksis tertegun. Ia menoleh ke arah Alaric, lalu ke jendela mobil yang setengah terbuka, lalu ke arah Alaric lagi.     

"Kau... kau tidak lagi merahasiakan jalan menuju rumahmu?"     

Alaric telah menurunkan jendela mobilnya yang gelap itu, sehingga kini Aleksis dapat melihat jalan yang mereka lalui, dan ia sekarang bisa melihat bahwa mobil ini mengarah ke daerah Bukit Timah.     

Mulut Aleksis sedikit terbuka karena kaget. Ia sama sekali tidak mengira, Alaric akan langsung berubah seperti ini. Kemarin-kemarin ia sangat menjaga privasinya, tetapi kini, ia dengan ringan menunjukkan di mana letak mansionnya.     

Alaric hanya tersenyum melihat ekspresi terkejut Aleksis. Dengan geli ia menaruh jari telunjuknya di depan bibir Aleksis yang separuh terbuka, dan menepuknya lembut.     

"Kok menatapku begitu?" tanyanya geli. "Kau tidak suka jendelanya dibuka?"     

Aleksis buru-buru menggeleng. "Tidak.. aku suka. Aku suka!"     

Ia mencium Alaric dengan haru, lalu menyandarkan kepalanya ke dada pria itu dan menikmati pemandangan dari jendela mobil. Ia sudah tahu jalan menuju rumah suaminya. Jalan itu kini sudah dibuka dan ia dapat datang kapan saja.     

Lima belas menit kemudian mereka sudah masuk ke dalam gerbang mansion yang sangat akrab dikenalnya itu. Dengan sangat gembira Aleksis turun dari mobil dan meneliti sekeliling mansion dan lingkungan sekitarnya.     

Ia sangat menyukai lingkungan taman dengan berbagai mansion mewah yang ada di sana. Ia sekarang sudah tahu di mana mereka berada. Rasa bahagianya tak terbayangkan.     

"Kau senang?" tanya Alaric.     

Aleksis mengangguk kuat-kuat dan mengembangkan sepasang tangannya seakan ingin mengisi paru-parunya dengan udara segar dari mansion yang hijau dengan pepohonan dan tanaman itu. Setelah berkali-kali datang ke sini, untuk pertama kalinya ia bisa merasa seolah berada di rumah.     

Sama seperti bertemu Alaric berkali-kali di masa lalu tanpa mengetahui namanya, kini setelah mereka saling mengenal dan ia tahu jati diri pria itu, bukan hanya namanya, hubungan batin di antara mereka terasa begitu kuat dan hangat.     

Pria ini dan mansionnya membuat Aleksis merasa ia berada di rumah.     

"Jangan di luar lama-lama, nanti kau masuk angin," kata Alaric sambil mengajak Aleksis masuk ke dalam. Gadis itu menurut dengan senang hati.     

Di dalam rumah mereka duduk beristirahat sebentar di sofa ruang tamu sambil merenungkan apa yang telah terjadi hari ini. Semuanya terjadi begitu cepat, dan saat keduanya tiba di rumah, baru Alaric dan Aleksis seperti memperoleh waktu untuk mengingat dan menilai keputusan-keputusan yang telah mereka ambil bersama.     

Keduanya saling menoleh di saat bersamaan, lalu tertawa. Mereka memang sering kali sehati, sehingga bahkan memikirkan hal yang sama di saat yang bersamaan seperti itu.     

"Apakah Nyonya Rhionen mau minum sampanye untuk merayakan pernikahannya?" tanya Alaric kemudian.     

"Nyonya Rhionen sudah minum kebanyakan saat makan malam tadi, tapi dia tidak akan menolak setengah gelas sampanye, karena malam ini adalah malam yang istimewa," jawab Aleksis sambil tersenyum lebar.     

"Baiklah..." Alaric mengacak rambutnya dengan gemas sebelum bangkit berjalan ke dapur dan kembali beberapa menit kemudian dengan sebotol sampanye yang sangat mahal dan dua buah gelas. Ia membuka sumbat botol sampanye dan kemudian menuangkan masing-masing setengah gelas untuk mereka berdua. "Cheers!"     

Keduanya saling mendentingkan gelas dan minum sampanye bersamaan, untuk merayakan pernikahan impulsif mereka.     

"Aku mencintaimu," kata Aleksis setelah meletakkan gelasnya dan mencium bibir Alaric dengan penuh cinta. Sampanye yang manis masih meninggalkan rasanya di mulut mereka.     

Keduanya berpagutan di sofa selama beberapa saat, menumpahkan rasa cinta. Ketika tangan Alaric mulai menyelusup ke balik pakaian Aleksis, gadis itu segera tergugah dan memegang tangannya, menolak tangan itu menjelajahi tubuhnya, "Aku merasa gerah karena sudah melakukan banyak aktivitas sejak siang. Lagipula rambutku barusan kau buat kusut..."     

Alaric menatap Aleksis keheranan. "Memangnya kenapa?"     

"Aku mau mandi dulu, biar nanti bisa tidur dengan nyenyak," jawab Aleksis sambil bangkit dari sofa dan merapikan diri. Alaric hanya terpaku menatapnya berjalan ke arah kamar.     

Sepasang matanya tampak begitu tertekan. Ia terpaksa menahan hasratnya karena Aleksis tiba-tiba memutuskan untuk mandi. Tengah malam begini? Dasar keturunan Asia, pikirnya.     

Pikirannya tiba-tiba tergugah ketika Aleksis menoleh dan memberi tanda agar ia mengikuti langkah gadis itu. Nada suara Aleksis terdengar seperti keheranan, "Kenapa masih di situ? Kau tidak mau ikut? Kau barusan membuat rambutku kusut, setidaknya bertanggung jawablah dengan mencucikan rambutku..."     

Alaric tertegun selama dua detik, dan setelah ia menyadari apa yang terjadi, seulas senyum terkembang lebar di bibirnya dan ia bergegas mengikuti Aleksis masuk ke kamar lalu menuju kamar mandi mereka yang sangat besar dengan bathtub pualam yang dulu sangat jarang dipakainya.     

"Aku akan bertanggung jawab," katanya dengan suara riang, "Aku akan mengeramas rambutmu biar menjadi rapi dan cantik seperti biasa,"     

Aleksis tersenyum simpul mendengarnya. Ia mencium Alaric dengan hangat, lalu menyalakan keran air panas dan dingin lalu melepaskan pakaiannya dan masuk ke dalam bathtub. Alaric mengikuti, ia melepaskan seluruh pakaiannya kemudian bergabung dengan Aleksis di bathtub.     

Mereka menikmati rendaman air hangat yang menenangkan sambil menjelajah tubuh masing-masing dengan penuh cinta.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.