The Alchemists: Cinta Abadi

Kau akan membuatku diabetes



Kau akan membuatku diabetes

0Aleksis tidak tahu berapa lama ia menghabiskan waktu bersama Alaric di ruangannya, yang jelas rasanya tidak akan pernah cukup. Setelah bercinta mereka duduk mengobrol tentang hal-hal remeh dan akhirnya Aleksis menceritakan pengalaman kuliah hari pertamanya yang sangat buruk.     

"Padahal aku sudah sengaja berpenampilan jelek... tapi masalah tetap saja mendatangiku. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana....." keluh Aleksis dengan nada manja. "Untung ada Takeshi, dia memberi pelajaran kepada Verona, jadi aku tidak usah turun tangan."     

"Tetap kurang cepat," komentar Alaric. "Dia bilang kau diselamatkan oleh seorang laki-laki di kafetaria. Aku dengar orangnya sangat tampan."     

"Oh... dia salah satu penyebab gadis-gadis itu menggangguku. Aku baru bertemu dia beberapa kali secara tidak sengaja, tapi dia memperlakukanku seperti teman, padahal kami belum kenal..." Aleksis mendengus. "Para mahasiswa gila di kampus itu sampai membuat daftar CALON SUAMI IDAMAN dan dia merupakan salah satu calon favorit. Gara-gara dia bersikap ramah kepadaku, gadis-gadis itu menggila semua..."     

"Apakah dia menyukaimu?" tanya Alaric penuh perhatian.     

"Aku tidak tahu. Tetapi kemungkinan tidak, kelihatannya dia memang orangnya ramah. Kau lihat sendiri kan seperti apa penampilanku di luaran sana?" kata Aleksis dengan nada sebal. "Orang setampan dan sepopuler itu tidak mungkin menyukai gadis berpenampilan culun seperti yang kutampilkan sehari-hari."     

"Sayangku... kau itu walaupun mau berdandan sejelek apa pun, tetap saja pada dasarnya sangat cantik. Hanya orang buta yang tidak bisa melihat itu..." komentar Alaric. Ia menatap Aleksis lekat-lekat. "Aku jadi merasa kuatir apa yang akan terjadi kalau pria-pria itu bisa melihat kecantikanmu yang sebenarnya... Kau tampil jelek saja sainganku sudah begitu banyak..."     

"Apakah kau akan cemburu?" tanya Aleksis penuh harap.     

Alaric tidak menjawab,     

Aleksis gemas melihat kekasihnya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda cemburu, akhirnya mencubit tangan Alaric keras sekali.     

Pria itu hanya tersenyum tipis, seolah tidak merasakan cubitan Aleksis yang sudah dilakukan dengan mengerahkan sekuat tenaga. Gadis itu menjadi cemberut.     

"Kau sangat pintar menahan sakit," omelnya.     

"Memang tidak sakit," kata Alaric sambil tersenyum. "Kau harus banyak latihan untuk dapat menyakitiku."     

Aleksis mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak mau menyakitimu.. tapi aku sebal karena kau tidak cemburu sama sekali. Nicolae itu sangat tampan, dan ia ramah sekali kepadaku, tapi kau hanya bilang kuatir, tidak cemburu, padahal orang bilang cemburu itu tanda cinta..."     

"Kau salah mendefinisikan cinta, Tuan Putri. Cinta itu bukan dinilai dari apakah seseorang cemburu atau tidak. Itu namanya cinta yang egois dan hanya ingin memiliki. Cinta yang sejati itu membebaskan dan ingin melihat orang yang dicintainya berbahagia. Kalau kau bahagia dengan... siapa tadi namanya? Nicolae... karena aku mencintaimu, maka aku akan melakukan yang terbaik untuk memastikan kau bahagia bersamanya. Cintaku tidak egois."     

Aleksis tertegun. Ia tak percaya barusan mendengar konsep cinta dari Alaric yang sama sekali asing dengan apa yang ada di dalam pikirannya selama ini. Ia justru ingin Alaric egois dan cemburu bila ada laki-laki lain yang ingin mendekati dirinya.     

"Kok aneh sekali?" gumamnya. "Kalau kau mencintaiku, tidakkah kau ingin bersamaku?"     

"Aku ingin bersamamu," Alaric mengangguk. "Tetapi kalau kau ingin bersama orang lain, maka aku akan melepaskanmu dan mendukungmu agar bahagia dengan orang itu."     

Tiba-tiba Aleksis tertegun. Mendengar kalimat terakhir pria itu, kini ia menjadi teringat sesuatu.     

Bukankah Paman Jean juga mencintai ibunya? Tetapi ia justru mendukung penuh kebahagiaan Finland yang lebih memilih bersama Caspar.     

Cinta Paman Jean tidak egois. Hmm... rasanya sangat menarik mendengar konsep yang sama keluar dari bibir Alaric.     

"Duh... kau ini akan membuatku diabetes," kata Aleksis dengan wajah merengut.     

"Kenapa?" tanya Alaric dengan nada kuatir.     

"Kau akan membuatku diabetes karena kau terlalu manis," jawab Aleksis sambil melengos.     

Alaric menatap Aleksis agak lama, lalu tertawa terbahak-bahak. "Astaga... Adik Kecil, kau ini lucu sekali. Lihat siapa yang menggombal sekarang?"     

Setelah tawanya berhenti, ia lalu menarik kepala Aleksis yang sedang merengut itu ke pelukannya. dan mencium puncak kepala gadis itu. "Jangan kuatir, selama kau ingin bersamaku, aku akan selalu bersamamu."     

Pada momen itu, dada Aleksis terasa sangat penuh oleh perasaan meluap-luap. Ia merasa sangat dicintai. Akhirnya bukan hanya ia yang terobsesi pada pria ini dan jatuh cinta kepadanya. Alaric juga menunjukkan bahwa ia memiliki perasaan cinta yang sama besarnya.     

Selama empat hari terakhir ini mereka telah menghabiskan sangat banyak waktu bersama dengan begitu intens. Kisah cinta Aleksis sempat mengalami antiklimaks dua kali karena Alaric menolak perasaannya, tetapi begitu pria itu yakin dan memutuskan untuk membalas cintanya, ia telah berlaku sebagai kekasih yang sempurna dan Aleksis merasa sangat beruntung.     

Saat menikmati pelukan Alaric ia kemudian teringat bahwa kekasihnya itu akan berangkat ke Inggris untuk waktu agak lama, dan hal ini membuatnya kuatir. Bagaimana kalau ia akan benar-benar bertemu dengan keluarga Meier? Ia tak ingin Alaric menjalin kerja sama dengan mereka, karena kakak beradik Meier itu pernah hampir membunuh Aleksis...     

"Sayang... bisakah kau membatalkan kepergianmu ke London?" tanya Aleksis tiba-tiba. Ia sengaja mengeratkan pelukannya kepada Alaric, agar pria itu tidak kuasa menolak permintaannya. "Aku tidak ingin kau pergi..."     

"Bisa, kalau itu yang kau inginkan," jawab Alaric. "Aku kan sudah berjanji untuk mengabulkan satu permintaanmu. Apa pun itu, asalkan tidak untuk melihat wajahku."     

"Benarkah kau akan mengabulkannya?" tanya Aleksis gembira, ia mendongak dan menatap mata Alaric dengan semangat.     

"Aku kan sudah berjanji? Tentu aku akan menepatinya." Alaric membalas tatapan Aleksis dengan lebih serius, "Tetapi kau harus sungguh-sungguh memikirkan apakah kau akan menggunakan jatah permintaan yang demikian berharga hanya untuk membatalkan kepergianku kali ini."     

Ugh, benar juga, pikir Aleksis.     

Permintaan itu terlalu berharga untuk ditukarkan sekarang. Ia harus memikirkan baik-baik apa yang ia inginkan.     

Akhirnya ia hanya bisa menggigit bibir dan menggeleng. "Tidak jadi, kalau begitu."     

"Baiklah. Aku baru akan berangkat besok siang. Kita masih punya waktu untuk bersama sampai besok. Kau mau menghabiskannya bersamaku atau tidak?" tanya Alaric kemudian. Diam-diam ia merasa sangat senang melihat Aleksis bersikap begitu kehilangan, padahal ia belum pergi.     

Bagaimana bisa dia bersikap cemburu buta mendengar Aleksis makan siang bersama seorang mahasiswa tampan yang dipanggil Nicolae itu? Ia bukanlah anak kemarin sore yang emosional dan gampang tersulut api cemburu yang tidak perlu.     

Wajah Aleksis tampak berseri-seri mendengar tawaran Alaric. Tentu saja ia lebih memilih menghabiskan waktu bersama kekasihnya daripada apa pun di dunia ini!     

"Tentu saja aku mau!" Aleksis dengan antusias mencium Alaric dan membingkai wajahnya dengan kedua tangannya, penuh sukacita.     

"Aku senang mendengarnya," Alaric tersenyum dan melihat jam tangannya lalu mendeham, "Sudah jam 7. Kau mau makan malam dulu?"     

Aleksis kaget mendengarnya. Astaga... sudah jam 7 malam? Cepat sekali waktu berlalu. Tadi ia masuk ke ruangan Alaric pukul 3 sore dan kemudian mereka bercinta, lalu ngobrol...     

Wajahnya merona mengingat mereka memang tadi bercinta cukup lama seolah tidak pernah merasa puas.     

Astaga... ia hanya bisa membayangkan apa yang dipikirkan para pegawai Rhionen Industries di luar sana yang melihatnya masuk dan tidak keluar sama sekali sampai jam kantor berakhir. Ia berharap ia tidak membuat reputasi Alaric menjadi tercemar dan menjadi bahan gosip karyawannya...     

"Iya, aku lapar..." Aleksis membereskan pakaiannya dan segera ke kamar mandi. "Aku mau makan di tempat istimewa. Kau tidak keberatan, kan, kalau aku yang memilih tempatnya?"     

"Tentu saja tidak," jawab Alaric.     

"Bagus."     

Aleksis merapikan diri di kamar mandi dan menelepon Manajer Operasional Sky Bar dengan suara pelan. Ia meminta agar Sky Bar ditutup malam ini karena ia ingin makan malam di sana tanpa terganggu.     

Hm.... bukan hanya Rhionen Industries yang bisa membooking Sky Bar... hehehe, kata Aleksis dalam hati.     

"Mau kemana kita?" tanya Alaric saat Aleksis menggenggam tangannya dan mengajaknya keluar.     

"Makan di tempat istimewa." kata Aleksis sambil tersenyum simpul.     

Ia ingat pertemuannya pertama kali dengan Alaric setelah ia dewasa terjadi di Sky Bar, ketika ia menyelinap masuk dari tembok sebelah dan jatuh menimpa pria itu. Ia ingin mengulang pertemuan pertama mereka di tempat itu tetapi dengan situasi yang lebih menyenangkan.     

Alaric segera dapat menebak isi pikiran Aleksis ketika mereka masuk ke lift dan gadis itu memencet tombol lantai 99. Ia pun ikut tersenyum simpul. Makan malam di Sky Bar adalah gagasan yang bagus, pikirnya.     

Setelah lift berhenti di lantai 99, keduanya berjalan bergandengan tangan masuk ke Restoran Moonshine, lalu naik eskalator ke lantai 100 menuju Sky Bar. Para pelayan dan manajer mengangguk hormat ketika keduanya lewat.     

Setibanya di Sky Bar, keduanya dipersilakan duduk di meja terbaik yang menghadap ke dinding kaca terluar dengan pemandangan kota. Saat membuka-buka menu, Alaric baru memperhatikan betapa tidak ada tamu lain di sana selain mereka.     

"Hmm... aneh sekali, kenapa tempat ini sepi?" gumamnya keheranan.     

"Ah, iya... kau benar." Aleksis mengangguk, tanpa mengangkat wajahnya dari buku menu. "Mungkin karena sekarang hari Senin? Orang-orang tidak ada yang makan di luar..."     

"Tapi di Restoran Moonshine di bawah tadi suasananya ramai seperti biasa." kata Alaric.     

Aleksis hanya mengangkat bahu, "Mungkin karena ini baru jam 7? Kita lihat saja, siapa tahu nanti akan datang tamu lain..."     

Tentu saja tidak akan ada tamu selain mereka, karena Aleksis memerintahkan staf menutup Sky Bar malam ini untuk dirinya. Tetapi ia tidak akan memberi tahu Alaric hal itu. Belum saatnya.     

Alaric menatap Aleksis yang bersikap acuh tak acuh itu dengan pandangan sedikit curiga, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Mereka lalu memfokuskan perhatian pada makanan yang ingin mereka pesan dan menikmati makan malam dengan tenang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.