The Alchemists: Cinta Abadi

Kuliah hari pertama



Kuliah hari pertama

0Aleksis melihat bahwa kuliah umum diadakan di aula yang sangat besar dengan mahasiswa dari beberapa jurusan sekaligus. Ia masuk ke auditorium dan mencari duduk di bagian paling belakang. Ia tidak terlalu berniat kuliah, dan rencananya sebisa mungkin ia tidak akan menarik perhatian.     

Sambil menoleh kiri-kanan, ia sadar ternyata ia duduk di bagian ruangan yang tidak populer. Ugh... tujuannya kuliah kan untuk mencari teman? Apa gunanya kalau ia duduk sendirian di belakang. Ia segera berdiri dan mengarahkan perhatiannya ke depan. Semua orang sepertinya sudah memiliki teman masing-masing.     

Sebagai mahasiswa baru ia tidak mengenal siapa pun di kampus ini (kecuali Terry yang beberapa tahun di atasnya, dan kini Rosemary dari jurusan berbeda), sementara siswa lain semuanya sudah saling mengenal dan sebagian malah membentuk kelompok atau geng sendiri.     

"Heiii.... Aleksis! Sini!!"     

Tiba-tiba dari arah depan ia melihat seseorang melambaikan tangan dan mengajaknya pindah.     

Astaga... itu Rosemary. Panjang umur dia, pikir Aleksis.     

Dengan lega ia berjalan ke arah Rosemary untuk duduk di sampingnya.     

Karena terburu-buru ia tidak melihat seorang gadis menjulurkan kaki di depannya dengan wajah jahil dan membuat langkah Aleksis terselip saat ia terjegal kaki gadis itu.     

Aleksis terjatuh dengan sangat keras ke lantai dan hampir menabrak meja kalau ia tidak buru-buru menahan jatuhnya dengan siku tangannya.     

"Heii... apa yang kau lakukan?" tanya Aleksis marah. Ia buru-buru bangkit dan membereskan pakaiannya, lalu segera berbalik menatap gadis yang menjegalnya tadi sambil berkacak pinggang.     

"Aku tidak melakukan apa-apa. Kau yang jalan tidak pakai mata!" tukas gadis berambut pendek dengan wajah berbintik-bintik itu.     

Aleksis sangat marah mendengarnya. Ia segera menarik leher pakaian gadis itu dengan sikap mengancam, "Kau pikir aku takut kepadamu?"     

Rosemary buru-buru menghampiri mereka dan melerai. "Eh... jangan bertengkar, sebentar lagi asisten dosen kita datang. Kalian ini kenapa, sih? Cindy, dia ini teman sekamarku, jangan membully-nya..."     

Gadis yang dipanggil Cindy itu juga sudah didatangi teman-temannya yang tampak mengenakan baju mahal dan makeup yang terlalu berani untuk anak kuliahan. Mereka semua berdiri berkacak pinggang.     

"Rosemary, aku hanya memberi pelajaran kepada anak baru ini, hari Jumat lalu dia berani-beraninya mengajak Terry makan siang bersama di kafetaria. Aku takkan pernah lupa kacamata bututnya itu!" kata Cindy dengan gusar. "Kita semua di sini adalah penggemar Terry, kau pasti tahu rasanya..."     

Rosemary tampak terkejut, ia menoleh kepada Aleksis. "Benarkah? Kenapa kau tidak bilang bahwa kau kenal Terry?"     

Astaga... Aleksis rasanya ingin mengamuk dan mencubit gadis-gadis penggemar Terry ini.     

"Iya, aku memang makan siang dengannya, kalian mau apa?!" Akhirnya ia menyilangkan lengan di dada dan berdiri menantang menghadap mereka semua.     

Rosemary berusaha menyembunyikan pipinya yang memerah karena malu. Ia ingat tadi malam ia bercerita begitu banyak kepada Aleksis tentang perasaannya kepada Terry, dan Aleksis sama sekali tidak menyinggung bahwa ia kenal dengan Terry. Ini membuatnya sedikit merasa dikhianati.     

Ia akan meminta Ms. Lee untuk pindah kamar asrama. Ia tak mau sekamar lagi dengan Aleksis.     

Tetapi saat ini ia kasihan melihat Aleksis terpojok sendirian. Ia lalu berdiri di samping gadis itu.     

"Aleksis ini mahasiswa pindahan. Wajar saja kalau Kak Terry membantunya mendapatkan informasi seputar kampus. Kak Terry itu kan masih ketua senat. Kenapa kalian tidak bisa berpikir jernih?" Rosemary mengomeli gadis-gadis itu. "Kalau kalian mengganggunya lagi, aku akan melaporkan kalian kepada dosen".     

Aleksis menoleh ke arah Rosemary dengan pandangan berterima kasih. Ia tidak membutuhkan bantuan karena ia dapat membela dirinya sendiri, tetapi ia menghargai niat baik Rosemary.     

Hal ini membuatnya semakin merasa tidak enak kepada gadis itu.     

Dengan menggerutu, Cindy dan teman-temannya kembali ke bangku mereka masing-masing. Aleksis mengikuti Rosemary duduk di belakang.     

"Terima kasih," bisiknya.     

Rosemary hanya mengangkat bahu, tidak menjawab. Sikapnya yang tiba-tiba menjadi dingin membuat Aleksis keheranan.     

"Kau marah kepadaku?" tanya Aleksis, "Aku salah apa?"     

Rosemary menarik napas panjang, ia menatap Aleksis dengan pandangan kesal, "Kau tidak bilang sama sekali bahwa kau sudah kenal dengan Terry dan bahkan pernah makan siang dengannya. Kau biarkan aku bercerita panjang lebar tentang dia kepadamu..."     

"Oh..." Aleksis mengerti perasaan Rosemary. Ia lalu menatap gadis itu baik-baik dan mencoba menimbang apa yang harus ia lakukan. Rosemary sepertinya merupakan gadis yang baik, ia juga cantik dan memperlakukan Aleksis dengan ramah. Tidak ada salahnya jika Aleksis terbuka kepadanya. "Uhmm... begini... aku akan menceritakan suatu rahasia kepadamu..."     

Rosemary menatapnya keheranan. "Rahasia apa?"     

"Terry itu tidak sebaik yang kau pikirkan. Dia tidak menyatakan cinta kepadamu hari Jumat yang lalu, dia bahkan tidak tahu namamu..." Aleksis mengambil keputusan bahwa berkata jujur kepada Rosemary akan menyelamatkan gadis itu dari patah hati yang berkepanjangan ke depannya, "Dia menciummu hanya karena iseng..."     

Rosemary menekap bibirnya dengan kaget. Ia tidak pernah memberi tahu siapa pun bahwa Terry menciumnya... namun Aleksis tahu?     

"A... apa maksudmu?' tanyanya dengan suara tidak percaya.     

Sekarang giliran Aleksis yang menghela napas.     

"Terry itu kakakku... Makanya aku tahu semua kenyentrikannya... Dia hanya iseng saat menyatakan cinta... Aku akan membuatnya minta maaf kepadamu..."     

"TIDAK MUNGKIN!!"     

Rosemary hampir menjerit karena marah. Ia mengira Aleksis sedang mempermainkannya.     

"Baiklah... kalau dia memang kekasihmu, apa kau punya nomor teleponnya?" tanya Aleksis dengan sabar.     

Rosemary seketika tertegun. Memang sejak hari itu, ia belum pernah bertemu lagi dengan Terry dan ia bahkan tak tahu nomor teleponnya. Ia menatap Aleksis dengan mata membulat yang hampir digenangi air mata. Sekarang ia mulai percaya.     

"A.. apa buktinya kalau perkataanmu itu benar...?" tanya Rosemary akhirnya dengan suara pelan.     

Aleksis mengangguk. Ia memencet jam ponselnya dan menelepon Terry.     

"Hei, Kak... kau sedang di mana?"     

"Masih di rumah. Aku tidak ada kuliah hari ini," jawab Terry di ujung telepon.     

"Aku mau bicara dengan anjingku, dong... taruh anjingku di telepon," kata Aleksis dengan manja. Terdengar suara Terry menggerutu dan sesaat kemudian dari ponselnya Aleksis mendengar dengusan suara Pangeran Siegfried Kecil. "Ahhh... kau baik-baik saja, Sayang? Paman Terry merawatmu dengan baik? Ahh... Mama sangat merindukanmu. Nanti malam Mama mampir ke Joo Chiat, yaaa..."     

Rosemary terpaku menatap Aleksis yang sedang bercakap-cakap dengan anjingnya lewat telepon. Ia sempat mendengar suara Terry tadi, dan membuatnya semakin percaya bahwa kata-kata Aleksis tidak bohong.     

"Kau kuliah apa pagi ini?" tanya Terry kemudian.     

"Nggak tahu...ahaha... Yang jelas kuliahnya di auditorium dan ramai sekali. Ini kuliah umum gabungan," jawab Aleksis.     

"Aneh, biasanya kuliah gabungan selalu sepi. Kau kan tahu mahasiswa sekarang tidak wajib masuk kelas untuk kuliah, karena kita bisa belajar sendiri lewat modul interaktif." Terry terdengar keheranan. "Biasanya kelas umum hanya ramai kalau...."     

"Kalau apa?" tanya Aleksis.     

"Hmmm... kalau yang mengajar adalah asisten dosen yang digemari banyak perempuan itu," jawab Terry dengan nada suara mencela. "Hanya kelas-nya Nicolae yang selalu penuh oleh mahasiswa, terutama perempuan, karena mereka ingin melihat wajahnya... bukannya belajar."     

Oh... Aleksis mengerti sekarang. Pantas saja ruang auditorium ini hampir penuh dan sebagian besar orang memperebutkan kursi di bagian depan.     

"Oh... pantesan," kata Aleksis. "Aku tidak tahu dia mengajar."     

"Cuma sebagai asisten dosen untuk mata kuliah itu saja. Dia mahasiswa kesayangan si Galak Parker, jadi sejak tahun lalu dia sering diminta membantu di kelas Parker. Kau jangan ikut-ikutan norak seperti mahasiswa lain yang naksir dia ya... Mau ditaruh di mana mukaku?" omel Terry.     

"Iya, iya... aku tahu, kalau dia sainganmu di Daftar Calon Suami Idaman... hahahaha..." kata Aleksis sambil tertawa. Ia melirik Rosemary yang masih mematung menatapnya. "Uhm... coba tebak aku duduk sebelahan dengan siapa?"     

"Siapa?" tanya Terry.     

"Rosemary, kekasihmu. Kau mau bicara dengannya?"     

Seketika tidak lagi terdengar suara Terry di ujung telepon. Panggilan pun terputus.     

Rosemary tampak shock. Ia sudah mengikuti percakapan Aleksis dengan Terry sedari tadi dan sadar bahwa gadis itu mengatakan yang sebenarnya.     

Air matanya mengalir pelan-pelan. Ia mengerti sekarang bahwa Terry memang hanya mempermainkannya...     

Tidak mungkin Terry menyukainya diam-diam dari dulu. Pemuda itu bahkan mungkin tidak mengetahui keberadaannya. Ia yang salah karena terlalu gampang terbuai...     

"Aku minta maaf..." kata Aleksis pelan, setelah menutup telepon dari Terry.     

Rosemary menggeleng dan duduk di kursinya dengan wajah kaku. Aleksis tidak punya pilihan lain, ia pun duduk di sebelah gadis itu dan mengeluarkan buku catatannya.     

Ugh... hari pertamanya kuliah tidak berjalan dengan baik.     

"Selamat pagi!" Tiba-tiba masuklah seorang pemuda tampan berpenampilan keren sekali ke dalam auditorium. Ia menyapa kelas dan dengan antusias semua mahasiswa yang hadir menyapanya balik.     

"Selamat pagi, Kak..." seru semuanya dengan lantang dan gembira.     

Nicolae hari ini tampak bahkan lebih tampan dari biasanya karena ia mengenakan pakaian resmi. Kemeja abu-abu lengan panjangnya digulung hingga siku, dan ia memakai celana hitam dengan sepatu kulit mahal.     

Sepasang mata birunya tampak sangat cemerlang dan berseri menghiasi wajahnya yang tampan dengan garis-garis simetri sempurna, membuat begitu banyak desahan napas tertahan terdengar di ruangan itu.     

Aleksis hanya bisa menggeleng-geleng melihat kenorakan gadis-gadis di ruangan itu. Ia terbiasa dikelilingi orang-orang berwajah rupawan dan sempurna, sehingga baginya ketampanan atau kecantikan fisik tidak ada artinya. Ia bisa melihat bahwa Nicolae memang sangat tampan, tetapi karena ia sudah memiliki Alaric di hatinya, Aleksis bahkan tidak dapat melirik pria lain.     

"Baiklah. Ini merupakan pertemuan kelima kita di semester ini. Dua minggu lagi saya akan memberikan ujian tengah semester. Kalian tidak usah minta kisi-kisi dari kakak kelas tahun lalu, karena tahun ini ujiannya saya buat berbeda." Nicolae meneliti daftar absen dan mengangkat wajahnya memperhatikan seisi auditorium, "Kalau tidak salah ada mahasiswa pindahan baru di tengah semester begini? Di mana orangnya?"     

Aleksis sadar ialah yang dimaksud. Dengan memutar bola matanya ia mengacungkan tangannya. Nicolae segera melihat ke arahnya dan mengerutkan kening.     

"Heii... kamu mahasiswa barunya?" Ia menatap lembaran kertas di tangannya dan mengangguk-angguk puas, "Jadi namamu Aleksis Makela, ya?"     

Sekarang pandangan sesisi kelas tertuju kepada Aleksis. Sebagian besar mahasiswa perempuan tampak menatapnya dengan keheranan dan benci. Mereka mendengar nada akrab dalam suara Nicolae saat memanggil Aleksis.     

Entah kenapa saat ini Aleksis dapat mengambil kesimpulan bahwa sekarang ia tidak membutuhkan pengawal untuk menyelamatkannya dari laki-laki iseng, melainkan dari para perempuan norak yang merupakan penggemar Terry dan Nicolae. Ia merasa sangat tidak nyaman dengan cara mereka menatapnya dengan penuh kebencian.     

Ugh... ia harus membuat gadis-gadis itu tahu bahwa ia tidak berminat mengambil dua pujaan hati mereka karena ia sebenarnya sudah memiliki kekasih. Ia akan meminta Alaric datang menemuinya di kampus agar gadis-gadis itu tidak lagi mengganggunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.