The Alchemists: Cinta Abadi

Rahasia Nicolae



Rahasia Nicolae

0Nicolae bangun dengan tubuh yang terasa segar, sehingga ia sendiri merasa keheranan. Saat membuka mata ia langsung ingat bahwa ia tadinya berkelahi dengan dua orang pemuda misterius yang dikiranya sebagai penculik, padahal ternyata merupakan orang yang dikenal Aleksis. Dirinya tertembak dan ia ingat mengeluarkan cukup banyak darah.     

"Hei.. kau sudah bangun?"     

Ia segera menoleh ke asal suara dan menemukan Aleksis duduk di ambang jendela memperhatikannya. Gadis itu terlihat cantik sekali dengan wajah yang dikelilingi sinar matahari yang menyusup masuk dari balik tirai. Untuk sesaat Nicolae terpana.     

Aleksis akhirnya harus melambai-lambaikan tangan kepadanya.     

"Eh... di mana aku?" tanya Nicolae sambil memegang bahunya yang dibalut perban, dan ia melihat ia telah mengenakan pakaian bersih yang ukurannya sangat pas dengannya.     

"Kau di tempatku..." kata Aleksis. "Apa kau masih merasa sakit?"     

Nicolae menggeleng. Ia memeriksa tubuhnya dan puas dengan hasil pengobatan yang diterimanya.     

"Terima kasih sudah menyelamatkanku..." katanya sambil tersenyum lebar. Ia sama sekali tidak terlihat seperti korban tembak. Sikapnya terlalu riang.     

"Aku tidak tahu siapa menyelamatkan siapa," desah Aleksis, "Kau pikir kau menyelamatkanku dari penculik, dan pengawalku pikir mereka menyelamatkanku darimu... dan sekarang kau bilang aku yang menyelamatkanmu ...."     

"Iya, memang lucu sekali," kata Nicolae sambil tertawa kecil. Ia berusaha bangun tetapi segera dicegah oleh Aleksis yang menghampirinya dan duduk di pinggir tempat tidur.     

"Dokter bilang, sedikit saja kau salah bergerak, pelurunya bisa mengenai jantung dan kau bisa tewas seketika.. Kau sangat beruntung," kata Aleksis sambil menahan dada Nicolae yang hendak bangkit. "Sekarang jangan ambil risiko dulu, sebelum kau sembuh sempurna."     

Pemuda itu menatap Aleksis dan seketika pikirannya berubah menjadi jahil. Ia berpura-pura mengaduh saat tangan Aleksis menyentuh dadanya.     

"A.. aduh.. sakit sekali. Kau mengenai lukaku..." keluhnya dengan suara seolah kesakitan.     

Memang tadi tangan Aleksis menyentuh perban yang membalut lukanya, tetapi tidak mengenai lukanya itu sendiri.     

Lagipula, kalaupun memang Aleksis menyentuh lukanya, Nicolae sama sekali tidak akan merasa cukup kesakitan untuk mengaduh seperti itu, tubuhnya sangat kuat. Aleksis beberapa kali mengomeli tubuhnya yang disebutnya keras seperti tembok itu. Luka seperti ini tidak ada artinya untuk seorang Nicolae.     

Tetapi saat ini ia merasa lebih baik memanfaatkan kondisinya untuk mendapatkan perhatian gadis cantik yang sudah membuatnya penasaran sejak minggu lalu itu.     

"Astaga.. maafkan aku... Di mana yang sakit?" tanya Aleksis cepat. Ia mengusap-usap bagian yang tadi didorongnya dengan wajah bersalah.     

"Hmm... ya di situ. Kalau diusap begitu rasanya menjadi baikan..." kata Nicolae sambil tersenyum.     

Aleksis menyipitkan matanya dan menatap Nicolae dengan curiga. Ia tidak tahu pasti apakah pemuda ini memang kesakitan atau hanya berpura-pura. Nicolae lalu batuk-batuk kecil berusaha mengalihkan perhatiannya.     

"Uhm ... aku haus. Di sini ada air minum?" tanyanya kemudian.     

Aleksis mengangguk. Ia bangkit dari tempat tidur dan keluar kamar. Gadis itu kembali lima menit kemudian dengan segelas air dan seorang laki-laki muda yang membuat Nicolae terkejut. Laki-laki itu tampan sekali, dan ada sesuatu pada dirinya yang membuat orang menjadi sangat segan. Rambutnya agak panjang dengan tubuh tinggi besar dan sepasang mata biru hijau yang sangat cemerlang.     

Siapa orang ini? Mengapa Aleksis dikelilingi oleh orang-orang yang begitu mengesankan? Tadi siang Nicolae baru mengetahui bahwa Terry ternyata adalah kakaknya, walaupun mungkin hanya kakak sepupu, dan tadi dua orang laki-laki yang berkelahi dengannya juga ternyata kenal dengan Aleksis... kalau tidak salah gadis itu tadi menyebut mereka pengawalnya... dan kini ada pria lain lagi.     

"Ini air untukmu," kata Aleksis, seolah tidak sadar Nicolae memandanginya dan Lauriel dengan ekspresi keheranan.     

"Terima kasih," Nicolae menerima gelasnya dan minum pelan-pelan. Ia mencoba menilai orang yang baru datang itu dan menebak-nebak, apa hubungan Aleksis dengannya.     

Hmm... kalau dilihat dari sepasang mata mereka yang mirip, bisa jadi pria ini adalah kakak kandung Aleksis.     

Kalau begitu Nicolae harus bersikap baik kepadanya, supaya kakak Aleksis ini tidak menganggapnya sebagai orang yang tidak tahu sopan santun dan tidak pantas untuk Aleksis.     

"Uhm... terima kasih sudah meminjamkanku pakaian, ukurannya pas sekali," kata Nicolae kepada Lauriel yang menatapnya sambil berdiri di pintu. Ia sekarang sadar bahwa ia sedang memakai pakaian pria itu, dan segera mengucapkan terima kasih.     

"Hmm," Lauriel hanya mengangguk, tanpa bicara.     

Dalam hatinya, ia masih sangat terharu karena melihat anaknya ada di hadapannya. Seisi keluarganya sudah tiada, DNA membuktikan bahwa pemuda ini merupakan kerabatnya, kemungkinan besar anaknya. Kini ia hanya perlu mengetahui siapa ibu anak ini.     

Ia harus mengetahui umurnya. Selama ini Lauriel belum pernah tidur dengan perempuan biasa, jadi pemuda ini pasti merupakan keturunan Alchemist murni. Di masa lalu ia hanya pernah tidur dengan sedikit perempuan dan dari umur Nicolae ia akan tahu siapa di antara mereka yang melahirkan anaknya dan menyembunyikan fakta ini darinya.     

"Luka tembakmu sudah diurus oleh dokter, pelurunya sudah dikeluarkan. Luka-lukamu yang lain sudah diobati oleh Paman Rory. Dengan ramuan obat ajaibnya, besok lukamu sudah akan sembuh tanpa bekas," kata Aleksis.     

"Tidak mungkin, aku ini dokter... luka-lukaku akibat berkelahi tadi tidak mungkin bisa sembuh dalam sehari..." tukas Nicolae. Sesaat kemudian ia terdiam. Terlambat meralat ucapannya yang tadi keluar begitu saja karena ia terlalu semangat.     

"Kau dokter?" tanya Aleksis sambil tersenyum tipis. "Kau bukan hanya seorang mahasiswa tingkat akhir jurusan Manajemen Informasi, ya?'     

Nicolae mengerutkan keningnya, ia heran melihat Aleksis tampak sangat tenang dan tidak terkejut sama sekali.     

"Maksudku ...." Ia terdiam dan kemudian tersenyum, "Baiklah. Sepertinya aku tidak perlu menyembunyikan siapa diriku."     

"Siapa dirimu?" tanya Aleksis balas tersenyum. "Dokter? Mahasiswa?"     

"Aku ini memang dokter, tapi aku sedang bosan dengan profesiku, maka aku kuliah lagi... Itu bukan kejahatan, kan?" tanya Nicolae.     

Ah, kalau ia mengakui dirinya memang dokter, bukankah nilainya justru akan naik di mata Aleksis? Lagipula, ia sangat menyukai gadis itu, dan cepat atau lambat ia akan membuka rahasia siapa dirinya kepada Aleksis.     

"Tentu bukan kejahatan," Aleksis mengangguk, "Ayahku juga dokter, kok."     

Aha! Jackpot! pikir Nicolae. Untung tadi ia jujur dan mengakui profesinya sebagai dokter kepada Aleksis. Ternyata ayah gadis itu juga seorang dokter. Tentu Nicolae akan lebih mudah diterima oleh keluarganya.     

"Apakah ayahmu yang mengobatiku?" tanya Nicolae. "Aku ingin berterima kasih."     

"Seperti yang kubilang tadi, dokter lain yang mengeluarkan peluru dari tubuhmu, tetapi selebihnya, kau dirawat oleh Paman Rory. Kau bisa berterima kasih kepadanya," kata Aleksis sambil mengarahkan dagunya ke arah Lauriel.     

"I... itu pamanmu?" tanya Nicolae kebingungan. Ia baru sadar bahwa pemuda yang berdiri di pintu itulah yang dari tadi dipanggil 'Paman Rory' oleh Aleksis. Orang ini terlalu muda untuk menjadi paman siapa pun, pikirnya.     

"Iya, Paman Rory adalah ayah angkatku. Ia yang ikut merawat dan membesarkanku sejak aku masih bayi," kata Aleksis sambil tersenyum lebar. Ia menghampiri Lauriel dan menggantung manja padanya seperti anak monyet, "Aku sangat menyayanginya..."     

Lauriel mengacak rambut Aleksis dan tersenyum hangat.     

Nicolae mengusap-usap matanya untuk memastikan bahwa pria di depannya yang sedang digelayuti manja oleh Aleksis itu memang bukan seorang laki-laki tua.     

Kenapa bisa? Merawat Aleksis dari bayi...?     

Ia tidak mengerti.     

"Bagaimana bisa dia merawatmu sejak bayi? Umurnya kan paling baru..." Tiba-tiba suara Nicolae terhenti di tenggorokannya. Ia menatap Lauriel dan Aleksis bergantian.     

"Paman Rory lebih tua darimu," kata Aleksis.     

"Tidak mungkin ada orang yang lebih tua dariku," cetus Nicolae. "Aku ini sudah..."     

Ia terdiam lagi. Umurnya sudah hampir 100 tahun, maka ia sangat jarang bertemu orang yang lebih tua darinya.     

"Kau tahu bajak laut Black Bart yang terkenal itu?" tanya Aleksis sambil tersenyum lebar. Ia sangat senang melihat kebingungan Nicolae. "Dia adalah Paman Rory."     

"Tidak mungkin! Black Bart hidup di abad 18!" tukas Nicolae.     

Sekilas ia melihat sepasang mata biru hijau Lauriel tampak bercahaya. Lauriel bangga karena ternyata anaknya pernah mendengar namanya di zaman dulu.     

Nicolae tertegun. Ia menatap Aleksis dan Lauriel bergantian dengan kepala yang memusing. Apakah... apakah orang-orang ini sama seperti dirinya?     

"Kita adalah kaum Alchemist. Kita bisa hidup abadi dan muda selamanya..." kata Aleksis. "Kedua orang tuaku adalah alchemist sehingga aku pun akan menjadi seperti mereka. Biasanya pertumbuhan kita akan mencapai puncaknya di usia 24-25 tahun, dan setelah itu kita akan berhenti menua. Sebentar lagi ulang tahunku yang ke-20... Bisa dibilang aku ini masih dalam masa pertumbuhan... hahahaha..."     

Nicolae membuka mulutnya tanpa dapat berkata apa-apa. Ia tidak menyangka sama sekali... suatu hari akan bertemu orang-orang sepertinya.     

Setelah hampir 100 tahun hidup sendiri... tiba-tiba tanpa disangkanya ia bertemu orang-orang yang seperti dirinya!     

Dan ternyata Aleksis juga sama sepertinya....     

Seketika dadanya terasa sesak oleh perasaan hangat yang membuncah.     

"Kau tidak tahu tentang kaum Alchemists?" tanya Lauriel tiba-tiba. Ia meletakkan Aleksis di tempat tidur, di samping Nicolae, lalu berdiri di hadapan pemuda itu dan menatapnya lekat-lekat, "Ibumu tidak memberitahumu apa pun tentang kaum kita?"     

Nicolae menggigit bibirnya dan menggeleng. "Aku tidak tahu kalau ternyata aku tidak sendirian... Aku pikir aku ini adalah mutan, hasil rekayasa lab atau korban percobaan, sehingga terlahir seperti ini. Aku tidak tahu apa-apa tentang kaum alchemist yang kalian bicarakan. Ibuku meninggal saat melahirkanku..."     

Lauriel mengerutkan kening. Ia baru sadar bahwa Nicolae ternyata tidak tahu apa-apa tentang kaum alchemist dan juga bahkan tidak memiliki ibu.     

"Si.. siapa ibumu? Kapan kau dilahirkan?" tanyanya dengan suara bergetar.     

Di titik ini Nicolae sadar, tidak ada gunanya menyembunyikan identitasnya. Sepertinya Aleksis dan Lauriel lebih tahu tentang dirinya kalau ia mau membagikan informasi yang diketahuinya.     

Ternyata mereka ini adalah kaum abadi! Astaga...     

"Uhm... aku tidak tahu siapa ibuku. Dokter yang mengadopsiku membantu kelahiranku di sebuah rumah sakit di Rumania. Waktu itu sedang perang dunia kedua. Ibu meninggal setelah melahirkanku dan mereka semua harus segera mengungsi. Aku diselamatkan dokter tersebut dan diangkat anak olehnya...." Nicolae sangat terkejut melihat setiap kata-katanya membuat Lauriel tampak sangat sedih.     

Pria itu tiba-tiba keluar dari kamar dan tidak kembali lagi.     

Nicolae menoleh ke arah Aleksis hendak menanyakan apa yang terjadi, tetapi ternyata gadis itu pun tampak sama sedihnya. Pelan-pelan setetes air mata mengalir turun ke pipinya.     

"A... ada apa...? Kenapa kau menangis?" Nicolae perlahan sekali mengusap air mata dari pipi Aleksis. Ia tidak mengerti kenapa gadis itu menangis.     

Lauriel menutup pintu kamarnya dan segera duduk di tempat tidurnya sendiri. Wajahnya terbenam di dalam kedua tangannya yang tertangkup dengan sangat sedih.     

Ia lalu menangis tersedu-sedu.     

Oh, Luna... mengapa aku tidak mendampingimu di saat-saat terakhirmu?     

Kau berjuang sendirian menyelamatkan dirimu dan anak kita....     

Anak kita tumbuh sendirian dan tidak mengetahui jati dirinya selama hampir 100 tahun...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.