The Alchemists: Cinta Abadi

Aleksis kembali



Aleksis kembali

0Bukan hanya Terry yang terkejut, semua anggota kru-nya juga terbelalak melihat Aleksis yang sehat menggandeng mesra Jean di tangannya. Ada begitu banyak hal yang membuat mereka kaget.     

Mereka tidak mengira Aleksis baik-baik saja. Ia telah menghilang selama hampir dua bulan dari kampus dan gosip yang beredar tentang gadis itu macam-macam, mulai dari ia meninggal sampai ia diculik alien. Hal lain yang membuat mereka keheranan tentu saja adalah kedekatan Aleksis dengan Jean, sang aktor super terkenal yang baru mereka ketahui hari ini sebagai ayahnya Terry.     

Apakah memang Aleksis memiliki hubungan darah dengan Terry dan dengan demikian juga memiliki hubungan kekerabatan dengan Jean? Kalau memang begitu, sungguh gadis itu sangat mengesankan. Ia pantas menjadi ratu lebah baru di kampus ...     

Untuk beberapa lama Terry tidak mampu berkata apa-apa. Ia menatap Jean dan Aleksis dengan pandangan penuh pertanyaan. Jean memberi tanda dengan matanya agar Terry tidak menarik perhatian, akhirnya pemuda itu hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan mengangguk.     

"Aku syuting dengan ayah. Kau ngapain mencariku?" tanyanya dengan suara yang dibuat terganggu. Ia mendelik ke arah Aleksis yang tersenyum lebar.     

Aleksis menggeleng, "Aku bosan di rumah terus, aku mau keluar. Kau harus menemaniku."     

Jean mengangguk, "Kau dengar adikmu."     

Terry akhirnya menoleh ke arah teman-temannya dan mengangkat bahu, "Uhm, kalian sudah kenal adikku belum? Ini Aleksis. Dia mahasiswa baru di kampus. Kalian mungkin mendengar bahwa sebulan yang lalu ia kecelakaan."     

Teman-teman Terry mengangguk. Tentu semua orang tahu peristiwa itu, walaupun tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi sebenarnya. Nicolae dan Aleksis menghilang lalu Terry sempat pergi juga untuk beberapa lama. Ternyata Aleksis memang benar adik Terry dan saat ini kondisinya baik-baik saja.     

"Apakah kau sudah sembuh? Kami justru mengira kau sudah meninggal," kata Donny keheranan kepada Aleksis.     

Gadis itu hanya tertawa kecil, "Aku memang sempat dirawat setelah kecelakaan itu, tetapi sakitku tidak parah. Aku tidak tahu mengapa gosipnya bisa menjadi seperti itu, tetapi yang jelas, aku ini seperti rumput liar, susah matinya."     

Terry dalam hatinya masih shock melihat betapa miripnya gadis di depannya ini dengan adiknya Aleksis. Kalau ia tidak tahu pasti bahwa saat ini Aleksis masih dirawat di Swiss, tentu ia pun akan tertipu. Ia sungguh terkesan. Gadis ini adalah aktris yang luar biasa.     

"Uhm, teman-teman aku pulang dulu. Kalian para editor langsung bekerja keras ya, aku akan cek besok hasil kerja kalian sebelum kita datang ke konser Billy Yves." Terry membereskan kamera dan tasnya lalu menarik tangan 'Aleksis' keluar aula mengikuti Jean yang sudah keluar duluan.     

Mereka sama sekali tidak saling bicara saat menuju ke mobil sport Terry yang diparkir di halaman. Ketika ketiganya sudah duduk di mobil dan Terry mengemudikan mobilnya ke arah Hotel Continental, barulah pemuda itu menoleh ke arah 'Aleksis' dan mencecarnya.     

"Siapa kau sebenarnya????"     

'Aleksis' menoleh kepada Jean dengan alis terangkat sebelah. "Ini benar anakmu? Wajahnya sih mirip. Tapi sifatnya sama sekali tidak cool sepertimu."     

Jean hanya tertawa kecil dan mengangguk perlahan, "Sifatnya banyak menuruni ibunya."     

Terry mengerutkan keningnya mendengar nada bicara 'Aleksis' dan Jean yang sangat akrab. Ia tiba-tiba mengerti siapa gerangan gadis yang menyamar menjadi adiknya ini.     

"Kau Marion? Kau disuruh menyamar sebagai Aleksis?" tanyanya keheranan. "Apakah mereka tidak dapat menemukan jejak para anggota Rhionen Assassins sehingga mereka memintamu menyamar?"     

Marion menggeleng, "Mereka berhasil menemukan jejak satu orang. Tetapi ia menghilang di Nepal. Sambil mencarinya, mereka menyuruhku bersiap-siap untuk memancing Alaric Rhionen di Singapura."     

"Alaric Rhionen?" Terry ingat Nicolae pernah memberitahunya nama pimpinan Rhionen Assassins yang hendak mengontraknya untuk mencari Aldebar dan kemudian Aleksis. Dialah orang yang mereka duga sebagai Pangeran Siegfried. "Apa rencanamu?"     

Marion mempermainkan kukunya sambil memandang keluar jendela, "Yah... seperti biasanya. Aku akan menjadi Aleksis selama seminggu dan menunjukkan diri di mana-mana. Aku akan kuliah, bertingkah seperti Aleksis, sampai Alaric mendatangiku.     

Aku akan berpura-pura kehilangan ingatanku setelah koma, sehingga ia tidak curiga. Aku akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang dia dan kelompoknya lalu kalau bisa menuntun Lauriel dan timnya untuk menangkap mereka. Aku sudah lama sekali tidak menginjak bangku kuliah, jadi aku akan perlu sedikit bantuanmu untuk beradaptasi."     

"Kau membawa Pangeran Siegfried Kecil?" tanya Terry. "Aleksis tidak pernah berpisah dengan anjing itu."     

Marion menggeleng, "Aku tidak tega membawanya kemari dan menjauhkannya dari Aleksis. Kita harus berimprovisasi dengan apa yang ada."     

"Baiklah," Terry mengangguk. Ia menatap ayahnya dari kaca spion dan melihat beberapa kali Jean tampak mencuri pandang ke arah Marion yang sedang menyamar sebagai Aleksis dan tersenyum sendiri. Duh, ia belum pernah melihat ayahnya tampak sesenang ini. Apakah ayahnya dan Marion memang memiliki hubungan khusus?     

Mereka tiba di Hotel Continental dan segera membuat rencana. Terry membuka komputer besar di ruang kerja dan menyalakan fitur hologram untuk menampilkan semua foto dan video yang ingin dibaginya kepada Marion.     

"Ini tiga orang teman kuliah Aleksis di jurusan Manajemen Informasi. Dia punya beberapa musuh, gadis-gadis populer yang membencinya. Ada Cindy dari jurusan Komunikasi, dan ada Verona dari Broadcasting. Verona ini punya geng dengan beberapa dayang yang selalu mengikutinya. Aleksis sering membuat mereka kesal." Terry menjelaskan sambil menunjukkan berbagai foto dan video orang-orang tersebut dari grup media sosial Splitz kampusnya. "Ada juga Ian dan beberapa mahasiswa lainnya yang sering membuntuti Aleksis. Dia cukup terkenal di kampus."     

"Aku tahu," kata Marion cepat. Ia mengembangkan tangannya dan tersenyum lebar, "Aleksis itu sangat cantik dan seksi, tentu ia sangat populer."     

Terry memutar bola matanya. Ia tahu adiknya amat sangat cantik, bahkan terlalu cantik hingga dari dulu ayahnya membuat Aleksis harus menyamar sebagai gadis kuno dan lusuh kalau pergi ke dunia luar agar tidak terlalu menarik perhatian, tetapi Aleksis tidak pernah bersikap seolah ia sadar bahwa dirinya cantik, tidak seperti Marion sekarang.     

"Baiklah, kalau kau tahu itu. Ada lagi yang mau ditanyakan?" tanya Terry. Marion yang sedang menyamar sebagai Aleksis menggeleng. Terry mengangguk puas, "Aku akui penyamaranmu bagus sekali. Aku kagum. Aku tidak sabar menyaksikan pertunjukanmu besok di kampus."     

"Kau tidak akan kecewa," kata Marion sambil mengerling ke arah Jean. Bukan hanya Terry yang ingin dibuatnya terkesan, tetapi juga Jean. "Baiklah ... ngomong-ngomong sudah jam 6 sore, aku sudah lapar. Kita makan malam di mana?"     

"Kau bisa memesan chef untuk naik ke atas dan memasakkan apa pun yang kau inginkan," kata Jean. "Kau mau kupesankan?"     

"Kalian sendiri makan di mana?" tanya Marion sambil mengerutkan kening. "Aleksis baru sembuh kok kalian tidak mengajaknya makan malam bersama, sih?"     

Terry mendesah berat, "Aku masih ada tugas mengedit filmku, kemarin kami mulai syuting terlambat sekali, sehingga aku sudah ketinggalan banyak. Kau makan malam dengan ayah saja."     

Jean ikut mendesah, "Maaf, aku tidak tahu kau akan datang tiba-tiba begini. Aku sudah janji makan malam dengan Billie. Dia baru tiba di Singapura untuk konsernya besok."     

"Oh," Marion tertegun sesaat. Ia ingat Billie Yves adalah mantan kekasih Jean. Rupanya ia datang di saat yang tidak tepat. Billie Yves kebetulan sedang ada di Singapura untuk konser, dan malam ini ia akan makan malam bersama Jean.     

"Aku makan malam dengan Billie sampai jam 9. Sesudah itu kita bisa keluar minum di Sky Bar kalau kau mau," kata Jean cepat. Ia tak ingin membuat Marion kecewa.     

Marion melengos seolah tidak peduli, "Tidak usah, aku juga sibuk rapat jarak jauh malam ini dengan Wolf Pack. Kita bertemu besok saja."     

"Kau serius?" tanya Jean lagi, "Aku rasanya sih butuh minum."     

"Minum saja dengan Billie!" tukas Marion, tanpa sadar menghentakkan kakinya saat ia bangkit dan meraih telepon di dinding untuk menghubungi resepsionis di lobi. "Hallo, ini Aleksis dari penthouse. Tolong kirim chef kemari ya. Aku mau makan malam."     

Jean hanya memandang tingkah Marion dengan senyum kecut. Ia sungguh-sungguh tidak tahu Marion akan datang tiba-tiba ke Singapura untuk menyamar sebagai Aleksis. Kalau tahu, ia mungkin akan menunda acara makan malamnya dengan Billie.     

"Kau cemburu kepada Billie? Jangan-jangan kau sudah jatuh cinta kepadaku," katanya sambil lalu. "Aku kan sudah bilang jangan."     

"Hah? Siapa yang jatuh cinta kepadamu? Kau ini besar kepala sekali ya mentang-mentang sebagai aktor kau banyak disukai wanita," dengus Marion pedas. Ia duduk santai di sofa mempermainkan kukunya dan terlihat bosan.     

Ia lalu menyalakan TV yang kebetulan sedang menayangkan berita tentang konser Billie Yves di Asia. Ugh, cepat-cepat ia menggantinya ke saluran lain. Saluran berikutnya sedang menayangkan video klip terbaru Billie Yves.     

Astaga... sihir apa ini? Ada Billie Yves di mana-mana! rutuk Marion dalam hati.     

Ia mematikan TV lalu masuk ke kamarnya dan keluar 10 menit kemudian dengan pakaian renang menuju kolam infinity di luar.     

Ia melongok ke ruang tamu sebentar dan memberi pesan kepada Jean dan Terry sebelum kembali ke kolam. "Kalau chef-nya datang, tolong bilang dia aku mau dibuatkan steak saja. Aku mau berenang dulu untuk mendinginkan kepalaku."     

"Ayah saja yang bilang ya, aku mau pulang. Kerjaan editingku menumpuk," tukas Terry buru-buru sambil menyambar tasnya dan pergi keluar pintu penthouse menuju lift.     

Jean hanya bisa mengiyakan. Ia berjalan keluar menuju kolam renang dan berdiri di tepian kolam mengamati Marion yang berenang dengan lincah. Hebatnya gadis itu masih terlihat seperti Aleksis. Ia bahkan bisa mempertahankan penyamarannya dalam kondisi basah. Hal ini membuat Jean semakin kagum.     

"Marion, aku akan pulang dari makan malam bersama Billie jam 9. Aku harap nanti kau mau menemaniku minum. Aku rindu ngobrol denganmu," katanya kemudian. Ia tidak menunggu jawaban Marion karena ia tahu gadis itu pasti mendengarnya.     

Sudah jam 6 lewat dan ia belum bersiap-siap untuk janji makan malamnya. Hampir enam bulan ia tidak bertemu Billie. Ia tidak boleh terlambat dan memberi kesan buruk, pikirnya. Saat ia masuk ke ruang tamu, pintu penthouse diketuk dan seorang chef beserta dua pelayan kemudian masuk untuk menyiapkan makan malam.     

Jean memberi tahu mereka pesanan Marion lalu ia sendiri bersiap-siap untuk janji makan malamnya dengan Billie.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.