The Alchemists: Cinta Abadi

Caspar kembali ke kantor



Caspar kembali ke kantor

0Caspar mengambil identitas baru Caspar Schneider, keponakan Heinrich Schneider, sebagai pemimpin Grup Schneider yang baru setelah kematian Kurt yang mendadak. Ia segera mengadakan rapat direksi terbatas dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkannya untuk menjalankan grup perusahaan raksasanya.     

Sudah hampir 20 tahun ia tidak mengurusi perusahaan keluarga karena benar-benar fokus pada istri dan anak-anaknya dan kembali ke dunia bisnis membuat Caspar harus mengerahkan semua fokus dan konsentrasinya.     

Ben dimintanya kembali untuk menjadi asisten pribadinya dan mereka segera menyiapkan proses regenerasi untuk memberikan tempat bagi Terry nanti masuk menggantikan Caspar setelah beberapa tahun.     

Seminggu pertama masih diisi dengan berbagai acara seremonial karena segenap anggota perusahaan masih merasakan duka yang mendalam akibat kematian Kurt.     

Hampir tidak ada karyawan di kantor pusat yang mengenal Caspar karena ia telah lama mengundurkan diri dari perusahaan, beberapa pejabat senior yang dulu pernah melihatnya tidak terlalu mengenali wajahnya lagi dan hanya menganggap bahwa 'keponakannya' ini memang sangat mirip dengan sang paman, si pemilik grup.     

Pagi ini seperti biasa Caspar masuk ke kantornya di Schneider Tower di pusat kota Berlin. Karena terlalu banyak pikiran di kepalanya, pagi ini ia lupa membawa kunci akses menuju kantornya di lantai paling tinggi dan sialnya akses identifikasi lewat sidik jari maupun kornea belum diaktifkan untuk dirinya.     

Hmm... 10 menit lagi rapat akan dimulai dan Caspar tidak suka terlambat. Ia memandang sekeliling dan melihat di meja resepsionis lobi lantai dasar ada dua orang staf yang sedang sibuk bekerja. Ia akhirnya menghampiri mereka dan minta diberikan akses untuk naik ke lantai 30.     

"Selamat pagi, Tuan. Apakah Anda tamu? Mohon tinggalkan kartu identitas dan tuliskan janji temu Anda dengan siapa," kata seorang resepsionis yang berambut disanggul kecil di atas kepalanya. Wajahnya tampak serius mengamati Caspar, seolah menilai siapa gerangan yang hendak ditemui mahasiswa magang atau karyawan baru ini.     

"Aku bekerja di sini, tapi aksesku ketinggalan di rumah," kata Caspar dengan tidak sabar. Ia biasanya sangat ramah, tetapi akhir-akhir ini keresahan akibat kondisi Aleksis membuat kesabarannya menjadi pendek. "Kalau kau tidak bisa memberikanku akses, tolong telepon Franz Hubert agar menjemputku ke sini."     

Kedua resepsionis itu saling pandang keheranan. Wajah mereka kelihatan tidak suka melihat anak muda di depan mereka bersikap sangat kurang ajar dengan memanggil wakil presiden senior bidang keuangan dengan seenaknya begitu.     

"Anda siapa? Tidak sembarang orang dapat bertemu Tuan Hubert. Setahu saya hari ini beliau ada rapat penting."     

Caspar menggelengkan kepalanya, mulai kesal. "Iya, dia pagi ini akan menghadiri rapat bersamaku. Kalau sampai kalian membuatku terlambat Franz akan marah."     

Ia melihat jam tangannya. Ugh. Rapat akan dimulai 5 menit lagi. Ia tahu kedua resepsionis itu hanya menjalankan tugasnya dan ia yang bersalah karena belum sempat meminta akses otomatis. Penampilannya yang muda dan menarik, tidak mengesankan seorang atasan, apalagi pemilik grup.     

Ia tahu saat ini semua karyawan yang melihatnya akan mengira ia adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang kerja magang atau karyawan baru. Yang mengenalnya hanya kesepuluh anggota direksi paling atas, dan itu baru di kantor pusat di Berlin. Ia juga masih harus datang ke kantor pusat di New York dan melakukan hal yang sama.     

Ugh... ada juga ruginya berpenampilan muda selamanya, pikir Caspar. Orang-orang kadang tidak menganggapnya serius kalau mereka tidak mengenalnya.     

"Ada apa ini?"     

Tiba-tiba terdengar suara renyah dari belakang Caspar dan pemuda itu segera menoleh. Ia menemukan seorang gadis jangkung bak model berambut pirang ikal indah dan wajah yang sangat cantik berjalan mendekat. Ia mengerutkan keningnya melihat Caspar berdiri di depan resepsionis dengan tampang tidak senang.     

"Maaf, Nona, orang ini berkeras mau bertemu Tuan Hubert tetapi kan Tuan Hubert hari ini ada rapat sangat penting dengan bos baru Grup Schneider."     

Caspar tidak tahu siapa gadis yang baru datang ini, tetapi para resepsionis tampak sangat menghormatinya. Ia belum mengenal semua staf di bawahnya karena ia baru satu minggu kembali bekerja, ia juga tidak yakin gadis ini mengetahui siapa dirinya.     

"Dengar, aku ini bukan karyawan magang seperti yang kalian duga," kata Caspar cepat, "Aku adalah ..."     

Gadis itu tersenyum lebar lalu membungkuk sedikit serta melambaikan tangannya, "Maafkan mereka, Tuan. Mereka tidak mengenali Anda. Tentu saja Anda bukan karyawan magang."     

Caspar menatap gadis itu keheranan. Rupanya walaupun masih muda, gadis itu tentu memiliki kedudukan cukup tinggi di grup hingga ia dapat mengetahui siapa Caspar. Ia harus mencari tahu apa jabatan gadis itu di perusahaannya.     

"Bisakah kau menyuruh mereka membukakan akses ke lantai 30?" tanya Caspar.     

Gadis itu mengulurkan tangannya dan menyalami Caspar dengan penuh hormat, "Perkenalkan saya Lilian Rosendhal, saya wakil manajer bagian legal. Saya bekerja di bawah Tuan Kieff. Senang bertemu dengan Anda, Tuan Schneider."     

Caspar membalas salam Lilian dengan singkat lalu memberi tanda agar pintu akses segera dibuka. Lilian mengangguk kepada kedua resepsionis yang tampak terkejut mendengarnya tadi menyapa Caspar sebagai Tuan Schneider.     

Mereka tidak tahu apakah ini Tuan Schneider yang merupakan bos baru mereka ataukah hanya sekadar memiliki nama yang sama, namun yang jelas sikap Lilian yang demikian hormat kepada pria itu membuat mereka sadar ia bukanlah orang sembarangan.     

Setelah Caspar dan Lilian masuk ke lift dan menuju lantai tertinggi, kedua resepsionis itu hanya dapat saling pandang dengan wajah cemas. Mereka sangat takut kalau tadi mereka sudah menyinggung bos baru.     

Di dalam lift Caspar tampak sibuk dengan ponselnya. Kalau tadi Lilian tidak datang ia hampir saja menelepon Ben agar datang dan memberinya akses, untunglah hal itu tidak perlu ia lakukan.     

Caspar menulis catatan untuk dirinya sendiri agar hari ini segera mengaktifkan akses otomatis bagi dirinya agar ia tidak perlu kesulitan bila di lain waktu terjadi hal serupa.     

Akhir-akhir ini ia sadar dirinya tidak dapat fokus sepenuhnya karena memikirkan Aleksis, dan ia juga merindukan kehadiran istrinya. Selama 21 tahun bersama, mereka tidak pernah berjauhan, kecuali saat dulu Finland pergi meninggalkannya selama hampir 3 tahun.     

Setelah berkumpul kembali, keduanya tidak pernah sekalipun berpisah walau hanya sehari, dan kini, seminggu tanpa istrinya ternyata cukup membuat Caspar uring-uringan.     

Sudah lebih dari seminggu mereka tidak bersama karena ia harus mengurusi grup di Berlin dan Finland masih menunggui Aleksis di Swiss. Nanti Finland akan menyusulnya setelah mereka dapat mengatur rotasi anggota keluarga yang tinggal di Swiss untuk menjaga Aleksis.     

Pagi ini Caspar mengecek perkembangan keadaan Aleksis sebelum ia mulai bekerja, sesuatu yang kini sudah menjadi kebiasaannya.     

Lilian berkali-kali melirik bos baru yang sedang sibuk dengan ponselnya, dan mengagumi ketampanan pria itu. Sungguh beruntung dirinya hari ini bisa bertemu langsung sang pimpinan baru dan bahkan membantunya sedikit di lobi. Ia berharap tadi ia meninggalkan kesan cukup baik agar sang tuan besar mengingatnya,     

Ah, pantas saja para resepsionis tadi mengira tuan besarnya ini adalah karyawan magang, penampilannya sangat keren dan ia masih muda, lebih cocok menjadi model daripada pimpinan sebuah grup perusahaan raksasa.     

Keluarga Schneider memang terkenal sangat tertutup. Tidak banyak yang diketahui tentang mereka, bahkan foto-fotonya pun tidak ada yang keluar, sehingga wajar saja jika banyak orang termasuk karyawannya sendiri yang tidak mengenali.     

Hmm .. kira-kira pria semuda ini, apakah sudah menikah? Atau jangan-jangan malah belum memiliki kekasih? Lilian terus mengira-ngira di kepalanya. Ia sudah tak sabar ingin mendapatkan lebih banyak informasi tentang bos barunya ini.     

Ia merapikan sedikit rambut indahnya yang jatuh terurai dan melirik Caspar, pria itu masih sibuk dengan ponselnya. Hmm... Lilian yang terkenal cantik sejak masih remaja terbiasa mendapatkan perhatian semua pria yang bertemu dengannya.     

Dengan sengaja ia menjatuhkan pulpennya dan membungkuk pelan-pelan untuk mengambilnya di lantai, memamerkan punggung indahnya. Saat matanya melirik ke samping, Lilian sangat kecewa karena Caspar masih sibuk mengetik sesuatu di ponselnya dan sama sekali tidak menoleh walaupun posisi tubuh Lilian ketika memungut pulpennya terlihat sangat seksi.     

Gadis itu mulai penasaran karena bos baru ini sama sekali tidak mempedulikan kehadirannya selama perjalanan mereka ke lantai 30 yang berlangsung hampir 1 menit, tak peduli apa pun yang dilakukannya untuk menarik perhatian pemuda itu.     

Apakah tuan besar kami ini gay? pikir Lilian lagi.     

Ah, sayang sekali kalau begitu. Ia mengerucutkan bibirnya sedikit kecewa. Sayang sekali.     

Ding!     

Pintu lift terbuka di lantai 30 dan Caspar berjalan tergesa-gesa ke ruang rapat. Lilian memandang punggungnya yang menghilang dengan cepat dengan tatapan kecewa.     

Duh, sayang sekali bos baru kami yang tampan ternyata menyukai sesama jenis, keluhnya.     

Caspar sama sekali tidak mengira karena pertemuan pagi itu dengan seorang asisten manajer legal yang terkenal sebagai tukang gosip, para staf di kantor pusatnya di Berlin semua mengira ia gay, hanya karena ia bersikap acuh di depan wanita-wanita cantik di kantor dan karena ia memiliki penampilan yang modis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.