The Alchemists: Cinta Abadi

Lukisan Putri Luna



Lukisan Putri Luna

0Alaric tidak ingat kapan terakhir kalinya ia sungguh merasa baik-baik saja. Hidupnya keras dan dipenuhi hal buruk. Ia dapat mengingat hal-hal membahagiakan dalam kehidupannya dengan hitungan jari sebelah tangan saja, dan ibunya serta Aleksis ada di antaranya.     

Alaric tidak tahu apakah dalam hidup ini ia akan pernah jatuh cinta lagi. Pengalaman satu kali ini sangat menyesakkan dada. Saat ia membuka hatinya untuk seorang manusia lain, gadis itu direnggut dengan paksa darinya dalam waktu yang demikian singkat hingga kadang ia bertanya-tanya apakah Aleksis hanya mimpinya atau sungguh memang manusia nyata.     

Ia tidak yakin akan dapat pulih dari rasa sakit hati ini. Ketika Pavel menghubunginya dan memberi tahu bahwa ia melihat Terry kembali ke Singapura, Alaric menjadi semakin berkeras untuk menemukan makam Aleksis dan membawanya pulang untuk dikuburkan di samping makam ibunya.     

Kelak, bila waktunya tiba, entah ia mati karena pertarungan dengan musuh atau ia mengambil nyawanya sendiri, Alaric ingin dimakamkan di antara mereka berdua. Hanya kedua wanita itulah manusia yang penting baginya.     

Pintu ruang kerjanya diketuk dua kali dan tanpa dipersilakan Sophia masuk ke dalam. Wajah gadis itu dihiasi senyuman yang sangat cerah. Ia berjalan mendekati Alaric yang sedang termenung di depan beberapa berkas yang sedari tadi dipelajarinya tetapi tidak juga ia selesaikan.     

"Ada apa, Sophia?" tanyanya dengan suara dingin.     

Sophia sama sekali tidak terganggu dengan sikap Alaric yang dingin dan acuh itu, selama beberapa minggu ini ia sudah mulai terbiasa. Menurutnya kepribadian Alaric memang seperti itu dan ia tidak perlu memasukkan ke hati semua perlakuan pria itu.     

"Kau tahu, kau mengingatkanku kepada siapa?" tanya Sophia dengan suara renyah. Ia duduk di sofa tepat di depan Alaric dan menatap pria itu dengan pandangan menyelidik. Ia menunggu Alaric menjawab pertanyaannya, tetapi jawaban itu tidak pernah datang. "Kau ini tidak pernah peduli apa pun, ya?"     

Alaric balas menatap Sophia dengan wajah datar. Ia tidak akan melayani Sophia dengan kuiz-nya yang tidak berguna. Akhirnya gadis itu menyerah.     

"Kau selalu mengingatkanku akan Lauriel. Wajahmu memang mirip Putri Luna, tetapi penampilan fisik dan sifatmu semuanya mengingatkanku akan Lauriel. Apakah kau tidak tertarik untuk bertemu ayahmu?"     

Sophia sangat puas melihat sepasang mata Alaric tampak berpendar mendengar perkataannya. Ia tahu kabar yang dibawanya ini akan mampu membuat Alaric yang selama ini acuh tak acuh menjadi tertarik. Anak mana yang tidak ingin bertemu orang tua kandungnya?     

"Bukankah kau bilang ia tidak dapat ditemukan? Ia telah puluhan tahun menghilang?" tanya Alaric.     

Sophia mengangguk, "Memang demikian. Kalau ia ingin menghilang, maka tak seorang pun yang akan dapat menemukannya."     

"Aku tidak suka menebak-nebak, Sophia. Ceritakan semua yang ingin kau ceritakan, atau berhentilah membuang waktuku."     

Sophia memutar bola matanya dan mendesah sebal. "Kau ini sama sekali tidak menyenangkan akhir-akhir ini. Baiklah. Kalau kau tidak tertarik dengan berita yang kubawa, aku juga tidak akan memaksa. Maaf aku sudah mengganggu waktumu!"     

Benar-benar seperti Lauriel, pikir Sophia kesal sambil melangkah keluar dari ruang kerja Alaric. Ia baru mendapat kabar bahwa Lauriel ingin sekali berkunjung ke istana keluarga Linden dan hal itu cukup membuat Sophia bersemangat.     

Ia sudah sangat lama tidak bertemu Lauriel, dan selain itu ia juga penasaran ingin mengorek keterangan dari pria itu tentang mengapa ia dan Putri Luna berpisah saat perang dunia dulu, hingga akhirnya Luna meninggal dunia setelah melahirkan anaknya sendirian.     

Dan tentu saja, untuk mengetahui bagaimana pendapat Lauriel jika mengetahui bahwa sebenarnya ia memiliki anak. Sophia sudah tidak sabar.     

Tadinya ia mengira Alaric akan antusias mendengar kabar ini. Tetapi tanggapan acuhnya membuat Sophia merasa bahwa bahkan untuk hal satu ini pun sepupunya itu tidak akan tertarik. Kini ia bertanya-tanya, apakah Lauriel juga akan seacuh itu.     

Alaric memandang kepergian Sophia dengan pikiran berkecamuk. Tentu saja ia sangat ingin bertemu ayahnya. Walaupun berkali-kali ia mengatakan sebaliknya, dalam hati Alaric ingin setidaknya melihat laki-laki yang mengalirkan separuh darahnya ke dunia ini.     

Seperti apakah laki-laki yang dicintai ibunya dan membuatnya hadir ke dunia ini?     

Ia agak penasaran karena Sophia berkali-kali menyebutnya sangat mirip dengan Lauriel. Ia ingin tahu, seperti apakah Lauriel itu.     

***     

Lauriel sangat senang karena Nicolae dengan cepat merasa betah di Grosetto. Pemuda itu sudah menjelajahi wilayah sekitar rumah mereka dengan dan bergaul akrab dengan para staff dan anak-anak mereka.     

Dalam hatinya Lauriel merasa hidupnya sudah lengkap karena kini sudah ada penerus keluarga Medici di dunia. Dan kalau nanti Aleksis sembuh, mungkin Nicolae dan Aleksis akan dapat saling jatuh cinta dan menikah, menyatukan keluarga Schneider dan keluarga Medici menjadi keluarga paling berpengaruh di klan.     

Dan mungkin saja ia akan dapat hidup melihat anak mereka, cucunya, dilahirkan ke dunia ini. Sungguh hidupnya akan sempurna. Membayangkan ini, Lauriel menjadi sering tersenyum. Aura kesedihan dan kesepian yang selama ini melingkupi dirinya pelan-pelan menghilang dan para staff dapat melihat bahwa majikan mereka telah berubah.     

Sungguh, betapa besar perubahan yang dapat terjadi saat seseorang memiliki anak. Ketika pertama kali Lauriel datang ke istana Medici membawa anak angkatnya Aleksis, para staf melihat berbagai perubahan dalam diri Lauriel yang dulu tertutup dan penyendiri, menjadi laki-laki yang sangat penyabar dan penuh dedikasi kepada anak angkatnya.     

Kini saat melihat Lauriel datang dengan anak kandungnya, mereka bisa melihat wajahnya yang tampak bangga sebagai seorang ayah. Memang masih ada aura kuatir di sekelilingnya karena Aleksis sekarang sedang sakit, tetapi mereka sangat yakin nona besarnya akan segera sembuh karena Lauriel adalah ahli racun dan obat-obatan terbaik di dunia.     

Suatu siang, ketika Lauriel sedang mengerjakan sesuatu di ruang duduk, Antonio datang menghampirinya sambil membawa sebuah lukisan yang tadi sedang ia bersihkan.     

"Tuan, sudah sangat lama tidak ada anggota keluarga tuan di istana ini, mengapa kita tidak memanggil pelukis agar Anda dan tuan Nicolae dibuatkan gambarnya?" katanya sambil menunjukkan lukisan yang sedang dipegangnya. "Saya baru teringat hal ini ketika membersihkan lukisan tuan dan nyonya almarhum."     

Lauriel melihat sosok ayah dan ibunya dalam lukisan yang dipegang Antonio dan tersenyum, "Sekarang sudah zaman modern, Antonio, kita tidak menggunakan lukisan lagi. Sudah ada foto digital, tinggal dicetak di kanvas, maka jadilah 'lukisan'."     

"Uhm ... itu tidak sama, Tuan. Jangan samakan karya seni dengan foto zaman modern. Di istana tua yang penuh dengan sejarah ini, alangkah baiknya kalau tuan juga menaruh lukisan tuan berdua sebagai para keturunan keluarga Medici, untuk disandingkan dengan leluhur dan keluarga tuan yang lain?"     

Lauriel menatap wajah ayah dan ibunya yang tersenyum ke arahnya dan mendesah sedih. Ia menyesal dulu tidak pernah mengambil lukisannya bersama Luna saat gadis itu masih hidup. Sekarang keturunan mereka tidak akan pernah dapat melihat wanita yang ia cintai itu.     

Antonio sepertinya membaca pikiran Lauriel. Ia menyentuh bahu pria itu dan berkata dengan nada hati-hati, "Tuan, keluarga Linden pasti masih memiliki lukisan Tuan Putri Luna ... saya bisa meminjam salah satunya untuk dilukis ulang oleh para pelukis kita di sini. Itu kalau Anda mengizinkan."     

"Keluarga Linden sudah tidak ada," jawab Lauriel.     

"Benar, tetapi kerabat mereka, keluarga Meier dan keluarga Baden masih ada. Putri Portia mungkin masih memiliki beberapa foto dan lukisan Putri Luna." Antonio memandang Lauriel dengan penuh harap. Ia menatap pria itu dan lukisan di tangannya bergantian. Akhirnya Lauriel mengangguk.     

"Baiklah, Antonio. Aku tidak yakin kau akan mendapatkannya, tetapi aku hargai usahamu. Aku akan berkunjung ke tempat Portia dan membicarakannya." Ia termenung sesaat, "Mungkin aku juga akan membawa Nicolae ke istana keluarga Linden, agar ia dapat melihat tempat ibunya dulu dibesarkan."     

"Ah, itu rencana yang sangat bagus, Tuan." Antonio tersenyum lebar. Ia sangat senang melihat perubahan sikap tuan besarnya.     

"Kirim surat resmi kepada kedua keluarga itu, agar kita tidak dianggap tidak sopan kalau datang tiba-tiba." Lauriel bangkit lalu berjalan keluar. Ia memandang lembah di bawah yang tampak berkabut dan pikirannya melayang ke waktu lebih dari seratus tahun yang lalu saat ia pulang ke rumah untuk terakhir kalinya sebelum perang dunia.     

Di sini masih ada adiknya beserta seisi keluarganya, dan ada Luna yang mendampinginya. Mereka kemudian pergi ke Asia untuk bertualang, dan tanpa diduga beberapa tahun kemudian perang pecah kembali dan semuanya berubah.     

Keluarganya semua musnah dan kemudian Luna meninggalkannya. Kini ia bahkan tak dapat lagi mengingat wajah gadis itu. Ia bukannya tak ingin meminta lukisan atau foto Luna dari Portia, tetapi kesedihannya begitu besar, hingga melupakan gadis yang dicintainya itu perlu waktu hingga 100 tahun.     

Ia tak yakin ia akan masih tetap hidup saat ini jika ia dulu memiliki lukisan Luna di tangannya. Pasti yang dipikirkannya hanyalah bagaimana agar ia dapat menyusul gadis itu.     

Ia bersyukur tidak mengambil kematian, karena itu berarti ia akan melewatkan kesempatan untuk bertemu anaknya, Nicolae. Kini ia telah memiliki Nicolae, Lauriel merasa hidupnya telah lengkap. Ia bersyukur waktu itu bertemu Aleksis. Anak itu adalah mentari hidupnya.     

Oh, Aleksis ... bangunlah. Bagaimana Paman Rory bisa terus hidup kalau kau tidak ada?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.