The Alchemists: Cinta Abadi

Kembali ke Singapura



Kembali ke Singapura

0Setelah makan malam Jean permisi ke kamarnya untuk menghubungi Billie. Ia tak ingin Billie mendengar gosip tentang dirinya dari website gosip, makanya ia buru-buru menelepon mantan kekasihnya itu.     

Finland benar, tentu perasaan Billie akan terluka bila melihat mantan kekasihnya sudah berpindah ke lain hati dengan begitu cepat setelah mereka memutuskan berpisah.     

Peristiwa antara Caspar dan Katia selalu menjadi pengingat bagi semua orang untuk lebih berhati-hati menjaga perasaan mantan kekasih. Katia menyimpan dendam begitu besar kepada Caspar karena pria itu cepat sekali jatuh cinta dan menikah dengan Finland setelah ditinggalkan Katia yang sudah bersamanya selama 50 tahun.     

Jean dan Billie sudah bersama untuk waktu yang lama, dan hubungan mereka sudah lebih dekat dari sekadar sahabat, tentu Jean sangat memperhatikan perasaan mantan kekasihnya itu. Ia tidak mungkin secara sengaja menyakiti Billie.     

"Hei, bagaimana kabarmu?" tanya Jean saat Billie mengangkat panggilannya.     

"Hai, Jean. Kabarku baik. Kau tahu aku sibuk sekali. Minggu ini tur keliling dunia untuk album terbaruku sudah dimulai. Bagaimana kabar keluarga Finland di Swiss?" Suara Billie terdengar lelah, tetapi ia masih menyempatkan diri untuk menanyakan kabar Finland dan keluarganya.     

"Semua orang masih resah dan kuatir, tapi setidaknya menurut diagnosis terbaru kondisi Aleksis membaik dengan sangat cepat."     

"Oh, syukurlah, aku senang mendengarnya. Nanti kalau konserku bergerak ke Eropa aku akan mampir ke Swiss."     

"Tentu saja, kau tinggal bilang, aku akan menjemputmu dari mana pun kau berada di Eropa." Jean terdiam sejenak. "Ngomong-ngomong kau sudah baca gosip terbaru?"     

"Gosip yang mana? Bahwa kau mencium seorang gadis di Swiss?" tanya Billie dengan nada suara ringan. "Tidak baca, tapi tentu saja para wartawan seharian ini membombardirku dengan pertanyaan apakah aku tidak cemburu karena mantan kekasihku move on dengan sangat cepat."     

"Oh," Jean tahu mustahil untuk menghentikan jurnalis mengejar berita darinya dan Billie. Ia merasa tidak enak kepada gadis itu karena menjadi sasaran akibat dirinya. "Lalu apa katamu?"     

"Tentu saja 'no comment' seperti biasa. Kau tahu aku tidak pernah peduli lagi dengan gosip apa pun bentuknya," kata Billie acuh tak acuh. "Tapi responsku itu sekarang tidak mempan. Mereka dengan sengaja mengeluarkan kata-kata menyakitkan agar aku bereaksi."     

Misalnya?" Jean mulai menjadi kuatir.     

"Mereka bilang kau meninggalkanku karena aku terlalu posesif, lalu mereka bertanya apakah aku sengaja memintamu membuat sensasi untuk meningkatkan popularitasku di saat mengeluarkan album baru mengingat aku sudah tua dan mulai banyak disaingi penyanyi baru, dan macam-macam."     

"Gila! jahat sekali mereka! Dari sudut mana pun kelihatannya, kau itu terlihat masih sangat muda." omel Jean.     

"Yah, itu satu lagi, aku digosipkan operasi plastik karena di umur 46 seperti sekarang aku masih saja terlihat muda."     

"Jadi pada dasarnya apa pun yang kau lakukan akan dianggap salah?" tanya Jean mulai emosi. "Apa yang dapat kulakukan untuk membalas mereka?"     

Billie hanya tertawa. Ia sudah berada di dunia hiburan selama hampir 30 tahun dan selama ini terkenal sangat tertutup, kebalikannya Jean yang dulu senang dengan popularitas. Billie tidak pernah mempedulikan jurnalis dan media gosip, tetapi akhir-akhir ini ia mulai lelah dengan mereka.     

"Tidak usah kuatirkan aku, ini risiko pekerjaan," kata Billie kemudian.     

"Apakah kau tidak mau ikut pensiun bersamaku?" tanya Jean kemudian, "Sudah terlalu lama kita hidup dengan identitas yang sekarang. Orang-orang akan mulai curiga karena kita tidak juga menua."     

Billie terdiam cukup lama, sebelum kemudian membenarkan ucapan Jean. "Mungkin. Biar aku pikirkan dulu. Bagiku penting untuk menyelesaikan tur terakhir ini."     

Jean membuka internet di ponselnya dan memeriksa jadwal konser Billie, "Minggu depan kau tampil di Singapura, ya? Aku juga akan ke sana membantu proyek film Terry."     

"Wah, seru sekali! Aku akan menyisakan tiket untuk kalian," kata Billie dengan gembira. Suaranya yang tadi terdengar lelah menjadi bersemangat. "Aku rindu kalian berdua. Sampai jumpa minggu depan kalau begitu."     

"Jaga kesehatan ya," Jean lalu menutup panggilannya dengan perasaan lega. Billie sama sekali tidak berubah sikap, ia masih seperti biasa, maka tidak ada yang perlu dikuatirkan, pikirnya.     

Setelah belasan tahun bersama, hubungannya dengan Billie memang istimewa. Mereka bukan suami istri dan mereka tidak pernah tinggal bersama tetapi kedekatan di antara keduanya sudah seperti sahabat atau kakak adik - mirip seperti pasangan suami istri yang sudah lama menikah.     

Setelah beberapa tahun biasanya hubungan di antara pasangan suami istri tidak lagi diisi cinta yang digerakkan nafsu tetapi lebih pada cinta pada companion atau teman hidup, dan itu yang terjadi atas Jean dan Billie Yves.     

Mereka saling memahami dan saling mendukung, tetapi selain Jean tidak melihat dirinya dapat membina keluarga bersama Billie, ia juga tidak menginginkan gadis cantik itu secara fisik setiap saat setiap waktu, seperti dulu. Ia sangat mengagumi Billie, tetapi ia tidak lagi menginginkannya.     

Sementara ia melihat betapa berbedanya pernikahan Caspar dan Finland yang setelah 21 tahun masih terlihat selalu dipenuhi cinta, bukan hanya penerimaan sebagai teman hidup.     

Ia melihat keduanya masih mesra terhadap satu sama lain, masih menunjukkan nafsu dan gairah yang menginginkan sentuhan dan perlakuan penuh cinta dari pasangannya - bahkan sering membuat orang luar mengomel-ngomel karena cemburu. Dan gilanya lagi pasangan itu sering sekali pergi bulan madu.     

Jean ingin merasakan cinta seperti itu.     

***     

Dua minggu kemudian Terry dan Jean bertolak ke Singapura. Jean memenuhi janjinya untuk membantu proyek film pendek Terry. Demi privasi ia tinggal di Hotel Continental sambil mempelajari skrip dari Terry. Mereka akan segera memulai syuting begitu Terry mengumpulkan kembali kru-nya.     

Kembalinya Terry ke kampus mengundang banyak perhatian. Sedikit-sedikit orang mulai mengetahui bahwa ia dan Aleksis memiliki hubungan darah dan peristiwa menghebohkan yang mengakibatkan Aleksis menghilang dari kampus membuat banyak orang bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.     

Ditambah dengan menghilangnya Nicolae begitu saja, membuat Terry menjadi sasaran pertanyaan banyak orang ketika ia datang ke kampus pertama kalinya.     

"Kak Terry, apa yang terjadi dengan Nicolae? Kenapa ia juga sudah tidak ke kampus lagi?" tanya beberapa adik kelasnya yang berhasil mendekatinya saat jam makan siang tiba. Terry hanya mengangkat tangannya tanda ia tak mau menjawab.     

"Maaf, aku tidak mengurusi Nicolae, kalian tanya saja kepadanya," jawab Terry dengan acuh tak acuh. "Permisi, aku sibuk. Kalian ganggu orang lain saja."     

Syuting film pendeknya sudah terlambat dua minggu dan kini Terry harus bekerja keras memastikan agar tugas akhirnya bisa selesai tepat waktu untuk diputar di bioskop lokal. Ia sudah mengontrak asisten yang handal dan dua editor untuk bekerja mengebut menyunting hasil rekamannya. Mereka adalah anggota klub teater dan film yang pernah dipimpinnya selama dua tahun di kampus.     

Saat ia menunda syuting karena urusan keluarganya dan kemudian Nicolae menghilang, semangat kru-nya yang tadi sangat antusias mulai menjadi kendor dan ia harus mengadakan pertemuan ulang untuk meyakinkan mereka bahwa mereka bisa melakukannya dalam waktu yang demikian terbatas.     

Dalam pertemuan di aula yang dipinjamnya Terry kembali menyakinkan mereka bahwa ia berhasil menemukan aktor pengganti Nicolae yang jauh lebih baik darinya.     

"Satu-satunya orang yang lebih populer dari Kak Nicolae adalah Kak Terry sendiri, apa ini berarti kau memutuskan akan tampil?" tanya Susan, salah seorang asisten produksi, adik kelasnya.     

"Tidak, aku berhasil mendapatkan aktor sungguhan untuk film kali ini." Terry tampak tersenyum sangat misterius. Ia setengah berharap ia memasang kamera tersembunyi untuk merekam reaksi kru-nya saat ia menghadirkan Jean ke tengah-tengah mereka. "Kita mulai syuting besok di tempat biasa dan jangan sampai terlambat."     

Singapura bukanlah negara besar dan industri hiburannya tidak terlalu maju kalau dibandingkan dengan Korea, Jepang, dan negara-negara Barat, maka kru Terry saling menebak-nebak siapakah dari sedikit aktor Singapura yang berhasil dibujuk Terry untuk membantunya dalam film pendeknya.     

Sebagai pemeran utama perempuan, Terry memilih seorang mahasiswa tingkat 3 yang memang sudah sering bermain film di tingkat nasional. Adik kelasnya itu sangat tertarik bekerja sama dengan Terry karena ia sudah mengagumi Terry sejak masih kuliah di tingkat satu. Ia yakin suatu hari nanti Terry akan memiliki masa depan cerah di tingkat internasional dan ia ingin mengalami bekerja dengan Terry sebelum ia menjadi sangat terkenal.     

Ketika mereka akhirnya berkumpul untuk rapat pra-produksi, barulah para kru mengetahui siapa aktor sungguhan yang berhasil diminta Terry bergabung dalam produksi mereka. Jean masuk dengan santai ke aula dan selama beberapa detik para mahasiswa itu tidak menyadari siapa dirinya karena mereka terlalu syok melihat orang yang wajahnya familiar itu.     

"Eh, itu ... itu seperti Jean. Apa iya ada orang yang mukanya bisa semirip itu?" bisik Donny kepada Isla di sebelahnya. Isla, sang pemeran utama perempuan mengerjap-ngerjapkan matanya seolah ingin melihat Jean lebih baik.     

"Mirip sih, mau apa orang itu ke sini?"     

"Teman-teman, perkenalkan aktor sungguhan yang akan membantu kita dalam film ini dan menjamin kesuksesannya ... hahaha," kata Terry sambil tersenyum lebar, "Ini Jean."     

Kru-nya saling pandang dengan wajah tidak percaya.     

"No way!!" seru mereka bersahutan.     

Mereka sungguh salah duga. Mereka mengira aktor yang akan membantu mereka ini dari Singapura atau mungkin dari negara tetangga, ternyata ... salah satu bintang terbesar Hollywood, yang baru-baru ini mengumumkan ia sedang cuti dari dunia akting.     

"Ternyata aslinya memang terlihat muda sekali," cetus Robert kagum. "Aku pikir fotonya banyak diphotoshop, lho..."     

"Lah, kalau selebritis kan memang begitu, mereka mampu membayar biaya perawatan wajah yang mahal sekali supaya terlihat tetap awet muda," bisik Isla. "Dia kelihatan seperti kakak kelas kita saja."     

"Wahh ... aku juga mau jadi aktor terkenal biar bisa awet muda," kata Donny antusias.     

Terry mesti mendeham beberapa kali agar krunya berhenti bergosip. Isla buru-buru bangkit berdiri dan menyalami Jean dengan antusias.     

"Perkenalkan, namaku Isla. Kita akan bermain bersama dalam film ini. Mohon bimbingannya,"     

Isla segera riuh diteriaki teman-temannya yang tahu ia ingin mendekati Jean. Gadis itu hanya tersenyum lebar dan memberi mereka jari tengah.     

"Hallo, Isla." Jean menyambut salam Isla tetapi sama sekali tidak memberinya perhatian lebih, membuat gadis itu menjadi sedikit kecewa.     

"Baiklah, kita mulai rapat pra-produksi dan nanti malam kita syuting beberapa adegan utama."     

Terry menepuk tangannya dan semua kru dan pemain mulai duduk dengan rapi dan menantikan instruksinya. Jean duduk di samping Terry dan mengamati anaknya dengan pandangan seorang ayah yang bangga.     

Terry sudah sering ikut dengannya ke lokasi syuting dan terbiasa dengan berbagai proses produksi film, sehingga ia tidak canggung dengan semua kegiatan yang dilakukannya sekarang.     

Jean merasa Terry sangat berbakat dan suatu hari nanti ia pasti akan menjadi orang besar. Sebagai ayah ia merasa bangga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.