The Alchemists: Cinta Abadi

Sarapan Pagi Bersama



Sarapan Pagi Bersama

0"Baiklah kalau itu mau kalian, besok minta makan pada majikan baru saja ya! Aku tersinggung!" desis Marion dengan wajah cemberut. Ia lalu beranjak dengan langkah-langkah panjang ke kamarnya di lantai dua.     

Jean hanya tertawa melihat tingkahnya. Ia melanjutkan mengelus-elus kelima anjing 'pengkhianat' itu dan mengajak mereka bicara seolah mereka mengerti maksud ucapannya. Jean memang sangat menyukai anjing dan mereka selalu menyukainya.     

Kemana pun ia pergi, kalau ia bertemu hewan berkaki empat itu ia akan menyempatkan diri untuk bermain dengan mereka.     

Ia hanya pernah punya anjing satu kali saat ia masih kecil, tetapi karena perceraian orang tuanya ia terpaksa meninggalkan sahabatnya itu di Singapura ketika ia pindah ikut ibunya ke Paris.     

Ia hanya dapat bertemu anjing itu beberapa kali setahun hingga kemudian anjingnya meninggal akibat kecelakaan. Sejak itu ia tak pernah mau memelihara hewan lain.     

Ketika ia remaja dan mulai sibuk dengan modeling, ia sadar ia takkan punya cukup waktu dan perhatian untuk kekasih apalagi hewan peliharaan, maka ia tidak pernah memutuskan untuk mengadopsi satu anjing pun.     

Delapan tahun lalu ketika Aleksis yang hilang kembali dengan seekor anjing mini bulldog yang sangat lucu, Jean ikut bahagia karena itu berarti setiap ia pulang ke rumah keluarga Schneider ia dapat bertemu dan bermain dengan Pangeran Siegfried Kecil.     

Setelah puas 'berbincang-bincang' dengan kelima anjing Marion, Jean lalu masuk ke kamar tamu dan bersiap-siap membersihkan diri lalu tidur. Ia sangat senang karena anjing-anjing yang berukuran kecil ikut melompat ke tempat tidurnya dan yang berukuran besar dengan manis membaringkan diri di karpet.     

Hmm ... sayangnya sampai beberapa jam lamanya ia tidak juga bisa tidur. Ia masih mengalami jetlag karena terbiasa hidup di Amerika yang berada 8 jam di belakang Eropa.     

***     

Keesokan paginya Marion bangun pagi seperti biasa. Matahari di musim gugur biasanya terlambat terbit dan udara yang dingin membuatnya malas untuk bangkit. Namun, karena memiliki tamu di rumah, Marion merasa tidak enak jika tamunya bangun duluan dan kebingungan di rumahnya.     

Tadi malam ia belum sempat memberi tur sekeliling rumahnya sehingga Jean pasti tidak tahu bagaimana mengurusi dirinya di rumah Marion.     

Saat ia turun tangga hidung Marion mencium-cium udara dengan kebingungan. Ini masih sangat pagi, tapi kenapa sudah ada bau masakan dari dapur? Asistennya biasanya baru datang siang, itu juga karena hari ini adalah akhir pekan. Kalau hari biasa, Marion selalu sendiri dengan anjing-anjingnya.     

Ia buru-buru masuk ke dapur untuk mencari tahu mengapa asistennya datang lebih awal. Apakah asistennya tahu ada Jean yang sedang bertamu? Astaga ... Marion bisa membayangkan betapa terkejutnya Alicia nanti kalau melihat Jean secara langsung ... hahaha.     

Tetapi ternyata yang terkejut justru Marion sendiri. Ia tercengang melihat Jean mengenakan apron dan sedang sibuk di dapur memanggang irisan bacon dan menyiapkan telur rebus, lalu beberapa pancake ... Astaga. Astaga. Astaga.     

"Kau kenapa bangun pagi sekali?" tanya Marion. "Dan ngapain kau memasak sarapan?"     

Jean menoleh ke arah Marion yang baru datang. Ia tidak menjawab malah memberi isyarat agar Marion mengambilkan piring untuknya menaruh irisan bacon panggang yang sudah matang. Marion tanpa sadar mengambil dua buah piring dari lemari dan menaruhnya di konter dapur.     

Setelah menata roti bakar, irisan bacon panggang, beberapa irisan keju, sayuran, dan telur rebus, Jean membawa kedua piring makan mereka ke meja di beranda cantik yang menghadap ke lembah.     

"Tolong bawakan poci teh dan susunya, ya." katanya kepada Marion sambil berlalu keluar.     

"Eh ..." Marion tidak punya pilihan selain menurut. Bau sarapan tiba-tiba membuatnya lapar dan dengan patuh ia membawakan poci teh dan susu ke luar. Jean masuk ke dalam dan membawa alat makan serta cangkir teh dan menaruhnya di meja yang sama.     

Setelah semuanya siap ia mempersilakan Marion makan. "Aku tidak bisa tidur karena masih jetlag dari Amerika. Aku tidak mau membuat keributan di dapur tetapi aku lapar sekali, jadi begitu terang aku langsung memasak sarapan. Kuharap kau tidak marah."     

Mendengar penjelasan Jean, Marion menjadi tidak enak. "Seharusnya tadi malam aku memberitahumu segala sesuatu tentang rumah ini, jadi kau bisa mengambil makanan sendiri kalau lapar, tidak perlu memasak sendiri. Juga, kalau kau bilang bahwa kau tidak bisa tidur, aku akan menemanimu menonton film atau apa."     

"Ah, tidak usah repot-repot, nanti kita berdua akan terkantuk-kantuk kalau tidak tidur," jawab Jean ringan. Ia mulai menyantap sarapannya. "Lagipula ada anjing-anjingmu yang menemaniku. Mereka semua manis sekali."     

"Syukurlah kalau begitu," kata Marion sambil ikut menikmati sarapannya, "Terima kasih untuk sarapannya."     

"Sama-sama,"     

Mereka berdua lalu makan dengan tenang, sambil melihat pemandangan indah dari teras yang menghadap ke lembah.     

"Aku suka lingkungan ini," komentar Jean setelah mereka selesai makan dan ia bersama Marion mencuci piring bersama. "Aku mungkin akan melihat rumah dijual yang kau bilang tadi malam. Di mana letaknya?"     

"Astaga, kau sungguh-sungguh?" tanya Marion keheranan.     

Jean mengangguk. "Kenapa tidak? Aku punya banyak uang dan aku belum punya rumah di Swiss."     

Marion hanya tertawa mendengarnya, "Baiklah. Kapan kau mau lihat? Aku bisa mencari informasi kontak penjualnya."     

"Secepatnya. Aku mesti pulang ke Grindelwald untuk menemani Finland merawat Aleksis siang ini. Tapi yang jelas aku akan tinggal di Swiss selama setahun ini sampai aku bisa mengambil identitas baru."     

"Baiklah, nanti kukabari," jawab Marion sambil mengeringkan piring yang dicuci Jean dan kemudian menguap. "Hoaahhemm... masih pagi sekali tapi aku sudah kenyang. Rasanya aku jadi kembali mengantuk."     

"Kalau mengantuk tidur saja, kau tidak ada pekerjaan kan?" tanya Jean.     

"Hmm ... tidak ada sih, tapi aku perlu mengajak anjingku jalan-jalan pagi."     

"Aku bisa membawa mereka," kata Jean cepat.     

"No, tidak usah. Aku lihat wajahmu sudah mengantuk. Kau masih jetlag, kan? Sebaiknya kau tidur, biar nanti menyetir pulang ke Grindelwald tidak terjadi kecelakaan," Marion menggeleng-geleng dan mendorong tubuh Jean ke dalam kamar tamu. "Ayo tidur!"     

Jean terkesima karena diperlakukan seperti anak kecil yang dipaksa tidur oleh ibunya. Ia hanya dapat menggeleng-geleng, "Aku sudah dewasa, aku tidak apa-apa."     

"Aish ... jangan membantah. Kau belum tidur sama sekali. Aku tahu niat licikmu biar nanti kau sangat mengantuk dan akhirnya aku juga yang menyetirimu pulang ke Grindelwald. Jangan harap aku bisa tertipu!" cetus Marion dengan suara ketus.     

"Kenapa kau yang harus menyetiriku pulang?" tanya Jean pura-pura tidak mengerti.     

"GIla! Kau pikir aku akan membiarkanmu menyetir sejauh itu dalam keadaan mengantuk??? Kau jangan membuatku kuatir, ya!" seru Marion sambil menghempaskan tubuh Jean ke tempat tidur.     

Pemuda itu terkejut melihat betapa kuatnya tenaga Marion, tetapi di saat yang sama ia merasa terhibur dengan sikap Marion yang menurutnya berlebihan. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.     

"Hmm ... kau menguatirkanku? Apakah jangan-jangan kau sudah jatuh cinta kepadaku?" tanyanya dengan nada jahil. Marion menyipitkan matanya dan terlihat sangat berbahaya.     

"Tidur! Kau tahu aku bisa menyembunyikan mayatmu biar tidak dapat ditemukan selama seratus tahun."     

"Ancamanmu itu-itu saja, tidak kreatif," cetus Jean, sama sekali tidak takut. Ia tersenyum lebar dan akhirnya memutuskan untuk menuruti permintaan Marion. Lagipula ia memang sudah mulai merasa mengantuk.     

Pelan-pelan Jean membuka sweater dan kemejanya dan membuka ikat pinggangnya.     

"Ehhhh ... mau apa kau??" tanya Marion keheranan.     

Jean memandangnya dengan wajah sama keheranan.     

"Aku mau tidur, kan kau yang suruh? Mana mungkin aku tidur pakai pakaian lengkap, kau pikir aku orang udik?" Saat Jean menyipitkan matanya ia melihat wajah Marion yang sudah berubah merah dan seketika ia mengerti apa yang terjadi. Tawa Jean yang renyah segera terdengar memenuhi kamar tamu, "Ahahaha ... kau pikir aku sedang menggodamu?"     

Ia melipat rapi pakaiannya lalu menaruhnya di meja samping tempat tidur, menutupkan tirai blackout lalu masuk ke balik selimut dan memejamkan mata, "Aku tidur dulu ya, selamat pagi."     

Marion yang tertegun melihat betapa cueknya Jean di depannya hanya bisa mengomeli diri sendiri. Tadi ia sempat berpikiran sedikit kotor ketika melihat Jean menanggalkan pakaian atasnya. Ugh ...     

"Uhm ... selamat tidur," katanya kemudian sambil meninggalkan kamar tamu dan membiarkan Jean beristirahat. Setibanya di luar ia menemukan anjing-anjingnya menyambutnya dengan gembira saat Marion mengambil tali anjing untuk mengajak mereka jalan-jalan.     

Entah kenapa di sepanjang pagi itu Marion tak henti-hentinya membayangkan wajah Jean yang tampan sedang tertawa renyah setiap kali mereka berbincang-bincang, lalu kecakapannya memasak sarapan untuk mereka, dan betapa anjing-anjingnya sangat menyukai aktor itu.     

Ugh ... kenapa tiba-tiba begini? Marion tidak habis pikir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.