The Alchemists: Cinta Abadi

Lima Penggemar Jean



Lima Penggemar Jean

0Mereka tiba di rumah Marion pukul 1 dini hari. Gadis itu tinggal di sebuah villa yang indah sekali dan letaknya terpencil dari rumah-rumah penduduk sekitarnya. Marion membuka pintu dan mempersilakan Jean masuk.     

"Aku tinggal sendiri dengan lima ekor anjing, hanya ada asisten untuk memberi makan anjing kalau aku sedang bepergian," kata Marion sambil menyalakan lampu ruang tamu, dan seketika masuklah lima ekor anjing berbagai ukuran yang menyerbunya sambil mengibas-kibaskan ekor mereka. Marion terduduk di lantai sambil memeluk mereka bergantian dan tertawa-tawa.     

Jean tampak sangat terkesan melihat kelima anjing yang demikian hangat menyerbu Marion. Ia bersimpuh di samping Marion dan membelai seekor anjing dachsund yang berbadan panjang. Dengan antusias anjing itu balas menyerbu Jean dan menjilati tangannya.     

"Astaga, anjing-anjingmu ramah sekali," kata Jean. Sekarang anjing mini buldog Marion juga sudah mulai mengendus-endus Jean dan menjilati wajahnya. "Aahahaha... mereka lucu. Aku sangat menyukai anjing, tapi tidak pernah bisa berkomitmen memelihara satu pun karena kesibukanku. Kau beruntung."     

Marion tampak tercengang. Ia menatap Jean dengan ekspresi syok dan membuat pemuda itu keheranan.     

"Kenapa melihatku begitu? Ada sesuatu di wajahku?" tanya Jean bingung.     

Marion menggeleng, matanya tampak sangat terkejut, "Anjing-anjingku TIDAK RAMAH. Mereka galak sekali kepada orang asing. Aku mesti ganti asisten beberapa kali sampai menemukan satu yang mereka sukai. Anjingku sangat posesif dan galak ... Kenapa mereka begitu baik kepadamu? Aku tidak mengerti ..."     

Kini anjing ketiga, keempat, dan kelima juga sudah mulai menyerbu Jean dan mengusap-usapkan kepala mereka ke tubuhnya, bahkan anjing German Shepherd yang besar sudah membuat Jean terjatuh ke lantai hingga berbaring dan kini dengan semangat menjilati wajahnya.     

"Ah, benarkah? Yang jelas kelihatannya mereka sangat menyukaiku," kata Jean sambil tertawa-tawa. Ia sangat bahagia karena diserbu lima anjing yang demikian hangat menyambutnya, seolah ia adalah tuan mereka sendiri. Hanya Marion yang geleng-geleng kepala tidak habis pikir.     

"Hei, sudah-sudah ... tuan kalian itu aku, bukan dia, ya ..."     

Sia-sia saja Marion memanggil-manggil anjingnya agar meninggalkan Jean tetapi mereka tidak mendengarkan. Sesaat kemudian ia menepuk keningnya dan berseru tertahan.     

"Aku tahu!"     

"Kau tahu apa?" tanya Jean keheranan. Ia sudah berhasil bangkit dan kini dengan susah payah berusaha duduk di sofa.     

Marion geleng-geleng, "Asistenku adalah penggemar beratmu, aku baru ingat. Ia sering sekali memutar film-filmmu untuk ditonton bersama anjing-anjingku. Rasanya mereka sudah tercuci otak untuk menyukaimu."     

"Ahahahaha.... benarkah? Lucu sekali," kata Jean. Ia mengusap-usap punggung semua anjing itu lalu menghembuskan napas panjang. "Aku senang sekali kepada anjing-anjingmu. Nanti kalau aku sudah mengambil identitas baru dan tidak jadi bintang film lagi, aku akan tinggal di pedesaan yang cantik di Swiiss dan memelihara satu atau dua anjing."     

"Kau boleh menjadi tetanggaku, di bawah sana ada rumah untuk dijual, lho," komentar Marion sekenanya.     

"Benarkah?" tanya Jean penasaran. "Mungkin aku akan mengikuti saranmu. Kehidupanmu di sini sepertinya sangat damai."     

"Memang sangat damai," komentar Marion. "Kalau kau tinggal dekat sini, aku bisa sering-sering menjenguk lukisan kesayanganku."     

"Lukisan yang mana?" tanya Jean tidak mengerti.     

"Monalisa, lukisan mana lagi?" tanya Marion dengan nada setengah sewot. Ia menunjuk ke dindiing di belakangnya, "Itu lukisannya. Kau boleh mengambilnya kapan saja. Aku kan sudah berjanji."     

"Eh?" Jean tiba-tiba menjadi tidak enak, "Aku hanya bercanda soal lukisan itu. Lagipula kita kan belum berhasil, Lauriel belum secara terbuka menyatakan ia menyukaimu."     

Marion mengerutkan kening, "Jadi kau tidak serius???"     

"Perjanjiannya adalah kau memberikan lukisan Monalisa kepadaku kalau aku membantumu membuat Lauriel jatuh cinta kepadamu," kata Jean lagi.     

"Hmm ... aku berubah pikiran," kata Marion tegas. "Malam ini aku seperti mendapatkan pencerahan. Aku mungkin tidak sungguh-sungguh mencintai Lauriel. Perasaanku selama 100 tahun ini hanyalah kekaguman semata. Jadi sekarang aku tidak perlu lagi membuat Lauriel jatuh cinta kepadaku."     

"Oh ..." Jean tak tahu harus berkata apa. "Baiklah kalau kau berpikir begitu."     

"Kapan kau mau mengambil lukisannya?" tanya Marion lagi.     

Jean menggeleng, "Aku tidak akan mengambil lukisanmu. Aku membantumu dengan tulus. Aku hanya bercanda soal dibayar dengan lukisan Monalisa. Kau bisa menyimpannya. Menurutku sebaiknya suatu karya seni itu dimiliki oleh orang yang dapat menghargainya dengan baik."     

Marion terpana mendengarnya. Serius? Jean menolak salah satu lukisan termahal di dunia sebagai balasan bantuannya waktu itu?     

Tidak bisa dipercaya.     

"Baiklah kalau begitu." Marion secara spontan bangkit dan mencium pipi Jean, "Kau baik sekali."     

"Terima kasih," kata Jean sambil memejamkan mata saat bibir Marion mencium pipi kanannya.     

Untuk sesaat Marion terpaku melihat wajah tampan pemuda itu yang sedari tadi berpura-pura memperlakukannya sebagai kekasih dengan sepenuh hati, tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Tanpa sadar Marion menggerakkan bibirnya sedikit ke kanan dan menyentuh bibir Jean, lalu mencium pemuda itu di bibir.     

Jean membuka matanya kaget, dan kini sepasang mata mereka bertatapan.     

"Terima kasih," bisik Marion setelah mencium bibir Jean dan buru-buru menghindar sebelum suasana menjadi canggung. Ia menunjuk sebuah pintu di sebelah kanan dan pura-pura tidak terjadi apa-apa, "Kamar tamu ada di sebelah situ, kau bisa beristirahat di sana, di dalamnya ada kamar mandi sendiri. Aku tidur di atas. Selamat malam."     

Ia berjalan naik ke tangga buru-buru untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Setelah beberapa langkah ia menoleh ke belakang dan keheranan karena biasanya anjing-anjingnya sudah ikut menyusul untuk tidur bersamanya, tetapi kini tidak satu pun yang bergerak.     

Marion tercengang melihat enam pasang mata menatapnya dari bawah dengan keheranan. Jean masih belum lepas dari ekspresi terkejut karena tadi dicium Marion tiba-tiba, dan kelima anjingnya tampak setia di sekeliling Jean juga ikut menatapnya dengan mata yang mengucap: 'Selamat tidur, Marion, malam ini kami akan tidur bersama Jean.'     

Astaga ... ia tidak menyangka kesetiaan anjing-anjingnya terhadap dirinya tipis sekali. Mereka semua sudah langsung mengambil pihak Jean. Marion kini merasa seperti tamu di rumahnya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.