The Alchemists: Cinta Abadi

Oktoberfest di Mansion Schneider



Oktoberfest di Mansion Schneider

0Lauriel ingat bahwa hanya sedikit orang yang memiliki rambut berwarna keunguan. Melihat potongan rambut kecil itu hatinya merasa tersentuh. Ia sekarang teringat bahwa Luna dulu memiliki rambut berwarna keunguan, mirip rambut Portia. Ia hanya dapat bertanya-tanya dari mana Aleksis memperoleh potongan rambut itu.     

Nicolae yang melihat ayahnya termenung menjadi keheranan. "Ada apa, Ayah?"     

Lauriel menggeleng. Ia cepat-cepat memasukkan kembali potongan rambut itu ke dalam liontin dan menutupkannya. "Ayah hanya sedang teringat sesuatu. Hmm ... nanti kalau sudah selesai di sini, kau datanglah ke depan. Rupanya Caspar memutuskan untuk mengadakan Oktoberfest sebelum kita semua pergi."     

Nicolae mengangguk. Ia hanya melihat punggung ayahnya yang keluar kamar Aleksis dengan hati bertanya-tanya. Ia kemudian duduk di samping tempat tidur Aleksis dan mengamati paras cantik gadis yang sedang 'tertidur' itu.     

Ia menarik napas lega karena di luar dugaannya, pemulihan Aleksis berlangsung sangat cepat. Beberapa bulan lagi gadis itu bahkan mungkin sudah dapat bangun.     

***     

Ketika mereka sudah hampir tiba di gerbang, tiba-tiba Jean menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan menepuk bahu Marion.     

"Pura-puralah terkilir," katanya kemudian. Wajahnya tampak jahil. "Aku akan menggendongmu ke dalam dan membuat Lauriel cemburu."     

Marion membelalakkan matanya keheranan. Ia adalah seorang gadis tangguh. Walaupun ia terluka dan bahkan tidak bisa berdiri, ia takkan pernah berlaku seperti gadis lemah dan membiarkan dirinya digendong lelaki.     

"Tapi ... aku kan bukan gadis lemah," protesnya.     

"Justru, karena kau terlalu tangguh, para pria jadi sungkan mendekatimu, karena mereka pikir kau akan menolak mereka. Laki-laki punya ego, dan mereka senang bila dibutuhkan." Jean duduk membungkuk di depan Marion dan menepuk bahunya, "Ayo naiklah. Aku sudah bilang akan membantumu membuat Lauriel jatuh cinta kepadamu, demi mendapatkan lukisan Monalisa. Aku tidak akan bekerja setengah-setengah."     

Marion mendecak tidak sabar. Ia berkali-kali menoleh ke sekeliling lalu menatap punggung Jean yang disediakan untuk menggendongnya. Ia tidak tahu apakah cara ini akan berhasil.     

Aduh... berarti dia harus berlaku seperti gadis-gadis lemah yang menjadi damsel in distress itu, yang menunggu pangeran menyelamatkannya. Marion tidak suka.     

Tapi ia tahu bahwa Jean benar. Selama ini mungkin caranya salah dalam mengejar Lauriel.     

Akhirnya sambil menggerutu pelan ia naik ke punggung Jean. Pria itu tersenyum dan menepuk tangannya dengan lembut lalu bangkit dan berjalan masuk ke dalam mansion.     

"Aku belum pernah digendong laki-laki sebelumnya," kata Marion dengan nada sungkan. "Badanku berat tidak?"     

"Tidak berat, kok. Kau jangan meremehkan kekuatan fisikku," kata Jean sambil tertawa. Mereka telah masuk ke halaman mansion yang besar dan kini sudah dihias dengan berbagai bunga-bunga dan lampu yang gemerlap. Beberapa meja taman dan berbagai jenis minuman serta bir sudah tersedia bagi semua tamu yang hadir.     

Kedatangan Jean yang sedang menggendong Marion di punggungnya menarik perhatian semua orang dan selama beberapa detik semua berhenti berbicara. Suasana yang hening membuat Marion menjadi tidak enak. Ia hampir saja memaksa turun dari punggung Jean tetapi pemuda itu berbisik pelan kepadanya.     

"Sshh.. Lihat Lauriel sedang melihat ke arah sini. Kau jangan bikin malu diri sendiri."     

Akhirnya Marion hanya bisa mengerucutkan bibirnya.     

"Hallo semuanya, aku menemukan Marion di bawah bukit sedang keseleo, jadi aku membawanya kemari," kata Jean sambil tersenyum manis kepada semua orang.     

Petra dan Endo tampak menutup mulut mereka keheranan. Mereka tahu betapa tangguhnya Marion, dan melihat gadis itu merelakan diri digendong seorang pria hanya karena kakinya terkilir, mereka tidak bisa mempercayai penglihatan mereka sendiri.     

Lauriel juga agak keheranan karena melihat Marion kembali. Tadi siang ia sudah bertemu gadis itu dan menyuruhnya untuk berkumpul di Grosetto minggu depan, ternyata malam ini Marion kembali, dan yang lebih mengejutkan gadis itu datang bersama Jean.     

Jean menaruh Marion dengan hati-hati di sebuah kursi taman lalu dengan lembut menanyakan apakah ia ingin minum atau makan sesuatu. "Biar aku yang ambilkan. Kau duduk saja yang manis di situ ya ..."     

Marion yang tidak terbiasa diperlakukan dengan lemah lembut oleh seorang laki-laki mulai merasa canggung. Selama ini ia bergaul akrab dengan para pria di kelompoknya The Wolf Pack, dan mereka semua memperlakukan dirinya seperti laki-laki sama seperti mereka sendiri. Seumur hidupnya juga Marion belum pernah bersama pria lain, ia telah memuja Lauriel sejak ia bergabung dengan Wolf Pack dan dari dulu selalu menyukainya. Ia tak tahu bahwa diperlakukan seperti kekasih oleh seorang laki-laki biasa rasanya seperti ini.     

Ia menatap Jean yang mengedip kepadanya dan memberi tanda dengan tangannya seolah-olah mengingatkan Marion tentang Lukisan Monalisa. Ugh ... baiklah. Ia akan membayar Jean mahal sekali, dengan salah satu lukisan paling mahal di dunia. Tidak ada salahnya ia memanfaatkan kehadiran pria itu untuk memanjakannya di depan Lauriel.     

Akhirnya Marion tersenyum manis sekali dan menjulurkan tangannya menunjuk gelas berisi bir Jerman di ujung meja, "Aku ... mau minum itu."     

"Baiklah, Tuan Putri," Jean mengambilkan dua gelas untuknya dan Marion lalu mengajak gadis itu bersulang dan minum.     

Petra, Endo, Esso, Neo, dan Peach hanya bisa saling pandang lalu minum bir sambil memutar bola mata mereka. Finland yang baru keluar dari dalam rumah sudah melihat apa yang terjadi dan ia tidak dapat menduga-duga apakah tujuan Jean sebenarnya.     

Jean baru saja putus dari Billie. Apakah sahabatnya itu sedang mencari pelarian kepada Marion? Ia berharap hal itu tidak benar. Caspar yang melihat arah pandangan Finland segera menyadari apa yang terjadi. Dengan tersenyum simpul ia memeluk pinggang istrinya dan menyapanya dengan suara lembut, tidak mau kalah mesra dari cara Jean memperlakukan Marion, "Kau mau minum apa, Sayang?"     

Para pria single yang hadir di taman itu hanya bisa membuang muka dan menghabiskan minuman mereka, tidak mau menyaksikan kemesraan Caspar dan Finland yang selalu membuat iri.     

Caspar dulu sangat playboy dan ia mengganti kekasih sebulan sekali, hingga ia bertemu wanita yang kini menjadi istrinya. Ia tak henti-hentinya menunjukkan betapa ia memuja dan mencintai istrinya.     

Para anggota kaum alchemist lainnya yang tidak mempunyai pasangan hanya bisa meratapi keadaan mereka yang masih sendiri setiap kali pasangan ini memamerkan kemesraan di depan mereka. Satu-satunya orang yang mungkin tidak peduli hanyalah Lauriel, karena ia memang terkenal tidak tertarik kepada perempuan, apalagi setelah kekasihnya, satu-satunya wanita yang ia cintai meninggal.     

Nicolae yang duduk di sebelah Terry mencuil pinggang Terry dan berbisik kepadanya, "Itu ayahmu, kan? Apa itu artinya kau akan punya ibu tiri baru?"     

"Tutup mulutmu," kata Terry sebal. Bagaimanapun, ia tak pernah nyaman melihat ayahnya bermesraan dengan seorang wanita, apalagi terang-terangan seperti ini. Kalau di film, okelah, itu hanya akting, tetapi sekarang ini sungguhan.     

Ia juga tidak tahu bagaimana harus bersikap kepada Billie, kekasih ayahnya selama 17 tahun dan selama ini sudah cukup dekat dengannya. Tadinya ia yakin sekali ayahnya dan Billie akan berakhir sebagai suami istri. Tetapi kini hubungan mereka justru selesai begitu saja.     

Terry baru mengetahui bahwa Jean dan Billie mengakhiri hubungan ketika bertemu ayahnya di Swiss. Ia belum sempat menghubungi Billie dan mengucapkan kata-kata penghiburan. Ia tak tahu harus bagaimana menghibur Billie. Kini malah ayahnya tampak sudah move-on begitu cepat.     

Akhirnya ia hanya bisa menumpahkan perasaan gundahnya dengan minum berbagai jenis bir di Oktoberfest keluarga Schneider itu, seperti para tamu lainnya, sambil berbincang-bincang hangat di antara mereka.     

***     

Alaric membaca berbagai berita di media online dan offline tentang pemakaman Kurt Van Der Ven, dan hatinya merasa sesak. Ia masih tak dapat memaafkan dirinya sendiri karena telah mengakibatkan kematian pria yang dikiranya merupakan ayah Aleksis. Ia melihat dampak kematian Kurt cukup membuat nilai saham Group Schneider menjadi turun.     

Sebenarnya kalau ia ingin menjatuhkan Group saingannya itu, sekarang adalah waktu yang tepat. Kepercayaan pasar sedang diuji dan ia akan dapat memberikan keyakinan pada masyarakat bahwa sistem automasi yang dikembangkannya adalah yang terbaik.     

Kalau ia menyerobot proyek-proyek Group Schneider di Amerika dan alih-alih menawarkan sistem automasinya yang sudah terbukti berhasil, ia akan dapat menjatuhkan beberapa anak perusahaan Group Schneider dan mengambil pangsa pasar di situ.     

Tadinya ia tidak berniat menjatuhkan Group Scneider karena mengingat ayah Aleksis adalah CEO group tersebut, tetapi sekarang Aleksis sudah tiada, Kurt juga sudah meninggal, Alaric tidak memiliki alasan lagi untuk menunda tujuannya. Ia harus kembali fokus.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.