The Alchemists: Cinta Abadi

Perjanjian Jean dan Marion



Perjanjian Jean dan Marion

0Mereka duduk berbincang-bincang di tepi sungai tentang berbagai hal remeh temeh. Karena pengaruh tiga gelas glow wine yang diminumnya, Jean menjadi banyak bicara. Marion sangat terhibur mendengar cerita-ceritanya saat membahas berbagai film yang pernah dimainkan pemuda itu sepanjang kariernya.     

"Astaga, aku sekarang percaya kalau kau sangat terkenal," Marion mengangguk-angguk. "Kalau tidak salah aku pernah menonton satu film-mu. Waktu itu aku sedang bosan dan mencari-cari tontonan di TV. Masih ingat film tentang pencurian karya seni di Louvre?"     

Jean mengangguk, "Tentu saja. Aku harus latihan keras sekali untuk adegan kejar-kejaran di Paris. Kau suka film itu?"     

Marion tertawa terbahak-bahak, "Yah ... lumayan. Tetapi ada beberapa adegan yang tidak masuk akal. Misalnya waktu kalian menyamar masuk ke dalam museum untuk mengambil lukisan Monet."     

"Kenapa memangnya?" tanya Jean tertarik.     

Marion tersenyum lebar. "Kaliah seharusnya berkonsultasi pada satu-satunya pencuri yang sukses mengambil lukisan Monalisa dari Louvre dan menukarnya dengan yang palsu. Bukan begitu cara masuk yang tepat."     

Gadis itu menepuk dadanya dengan bangga. Jean tertegun mendengarnya.     

"Kau serius?"     

"Aku serius. Makanya lain kali kalau mau bikin film tentang pencurian, penyusupan, menyamar, dll, kau bisa datang kepadaku. Aku bersedia menjadi konsultan film-mu," kata Marion sungguh-sungguh.     

Jean mengangguk sambil tersenyum, "Terima kasih. Tapi aku sudah memutuskan untuk pensiun dari akting. Setelah beristirahat selama satu tahun, aku akan memalsukan kematianku dan memulai hidup baru di suatu tempat."     

Marion menoleh dan menatap Jean lekat-lekat, "Kau tidak akan merindukan akting?"     

"Hmm.. mungkin. Tapi yang jelas aku tidak bisa terus-menerus menggunakan identitas sekarang. Bagi orang luar, umurku sekarang sudah 45 tahun. Walaupun sebagai keturunan Asia aku bisa mengaku awet muda, tetapi beberapa tahun lagi orang-orang pasti akan mulai curiga."     

"Lalu kau mau jadi apa?" tanya Marion lagi.     

"Mungkin menjadi petualang sepertimu?" jawab Jean sekenanya.     

Marion tersenyum lebar dan mengangguk lalu menepuk-nepuk bahu Jean dengan hangat. "Kalau kau menjura dan memanggilku kakak, aku akan mengajarimu menjadi petualang."     

Jean tertawa mendengarnya. Gadis ini lucu sekali, pikirnya.     

"Hmm... aku bisa memberimu sesuatu yang jauh lebih baik dari itu," kata Jean dengan suara menggoda. "Kalau kau mengajariku bagaimana menjadi petualang yang bisa menyusup ke museum berpenjagaan paling ketat di dunia dan mencuri lukisan terkenal, aku akan mengajarimu tentang hati laki-laki, agar kau bisa mendapatkan lelaki yang kau cintai."     

Marion tertegun mendengarnya, ia menatap Jean lekat-lekat dan mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka hampir bersentuhan.     

"Kau bohong!" serunya.     

"Bohong bagaimana?" tanya Jean tidak mengerti.     

"Kau tidak mungkin bisa mengajariku untuk membuat Lauriel mencintaiku. Hati Lauriel sekeras batu. Aku sudah mengejarnya selama hampir 100 tahun, tetapi ia tak pernah membalas perasaanku!" cetus Marion.     

Jean mengerjapkan mata kucingnya mendengar bahwa lelaki yang dicintai Marion adalah Lauriel. Ia sudah mengenal Lauriel selama 17 tahun terakhir dan mereka selalu bertemu saat liburan Natal bersama keluarga Schneider. Ia mengerti maksud Marion saat mengatakan hati Lauriel sekeras batu.     

"Aku tidak bohong. Aku bisa membuat Lauriel mencintaimu dalam waktu beberapa bulan. Kau mau taruhan denganku?" tanya Jean sungguh-sungguh.     

Marion terkesima. Ia melihat Jean dengan ekspresi yang sangat serius, dan pelan-pelan berhasil diyakinkan olehnya. Air mata hampir menetes kembali dari sudut mata gadis itu.     

"Kau jangan bohong kepadaku ... aku akan malu sekali kalau masih mengejar Lauriel dan ia kembali menolak perasaanku ..."     

Jean tersenyum tipis. Ia menyentuhkan hidungnya ke hidung Marion dan hampir saja mencium gadis itu lagi. Untunglah ia dapat menahan diri. Marion sangat menggemaskan kalau ia memasang ekspresi putus asa seperti ini, dan Jean tak tega melihat air matanya.     

"Aku tidak berbohong." katanya tenang.     

"Uhmm ... baiklah. Kalau kau bisa membuat Lauriel jatuh cinta kepadaku, aku akan berutang budi kepadamu. Aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan," kata Marion tegas.     

"Apa pun?" tanya Jean sambil tersenyum lebar.     

"Apa pun." jawab Marion lagi.     

"Termasuk lukisan Monalisa yang asli?"     

"Termasuk ... lu ... kisan .." Marion menggigit bibirnya, "Monalisa ... yang asli."     

"Baiklah." Jean bangkit berdiri dan menyodorkan tangannya untuk membantu Marion berdiri. "Kita pulang ke mansion. Caspar akan mengadakan festival Oktoberfestnya sendiri jam 8 nanti."     

"Eh ... apa aku harus ikut?" tanya Marion ragu-ragu, "Aku tadi siang sudah mampir ke sana. Sebenarnya Lauriel menyuruhku datang ke rumahnya di Grosetto minggu depan, tetapi aku tidak sabar. Karena aku tinggal di Basel, tidak jauh dari sini, aku buru-buru datang. Sikapnya setelah 17 tahun masih tidak berubah. Masih seperti dulu. Ughhhhh... Aku sudah putus asa."     

"Hmm mungkin ini bukan saat yang tepat, Marion. Anak angkat kesayangannya sedang sakit dan ia sedang kalut memburu orang-orang yang bertanggung jawab. Kau memilih waktu yang tidak tepat untuk muncul dan mencoba menarik hatinya." Jean menepuk bahu Marion dan menyuruhnya bangkit, "Ayolah, kita pergi ke mansion. Aku akan membantumu membuat Lauriel jatuh cinta kepadamu."     

Marion akhirnya bangkit berdiri sambil memegang tangan Jean. "Bagaimana caranya?"     

"Aku akan berpura-pura menjadi kekasihmu. Aku akan memperlakukanmu dengan sangat baik. Lauriel akan melihat bahwa gadis secantik dirimu diinginkan oleh banyak pria. Ia akan merasa ada yang hilang dalam hidupnya. Cara terbaik untuk membuat lelaki jatuh cinta kepadamu adalah dengan menolak mereka. Pria secara insting memiliki jiwa berburu. Karena selama ini kau yang mengejar-ngejar Lauriel, kejantanannya merasa terusik dan ia menghindar darimu. Tetapi kalau kau pergi darinya, ia yang akan mengejarmu."     

Marion tercenung mendengarnya. Mungkin memang selama ini ia yang salah. Ia lalu ingat bahwa dulu Putri Luna pun mengejar-ngejar Lauriel selama puluhan tahun, bahkan menyamar sebagai laki-laki agar bisa berada di sisinya. Tetapi ia gagal. Setelah Luna menyerah dan pulang ke rumah orang tuanya justru Lauriel menyadari bahwa ia mencintai gadis itu dan berbalik mengejar Luna hingga ke Inggris.     

Mungkin kata-kata Jean memang benar, pikirnya. Akhirnya Marion mengangguk. Ia mengulurkan tangannya dan menerima Jean bersalaman sebagai tanda mereka mengikat perjanjian.     

"Aku akan mengikuti kata-katamu," kata Marion. "Aku ingin membuat Lauriel jatuh cinta kepadaku."     

"Baiklah, aku akan membantumu membuat Lauriel jatuh cinta kepadamu." kata Jean sambil mengambil tangan Marion. "Tapi, aku tidak menjamin kalau nantinya kau tidak akan jatuh cinta kepadaku."     

Setelah berkata begitu ia lalu berjalan ke arah mansion keluarga Schneider sambil menggenggam tangan Marion yang berjalan di belakangnya. Di bibirnya tersungging cengiran iseng.     

"A .. apa maksudmu?" tanya Marion sambil memukul punggungnya. "Aku TIDAK AKAN jatuh cinta kepadamu!"     

***     

Nicolae memandangi hasil diagnosis terakhir Aleksis dan merenung. Sebenarnya ia agak terkejut karena hasilnya menunjukkan kemajuan yang sangat drastis untuk ukuran waktu satu minggu. Hasil CT scan yang terbaru menunjukkan bahwa aktivitas gelombang otak gadis itu sudah hampir normal. Hanya tinggal menunggu cederanya pulih pelan-pelan.     

Kalau kemajuannya tetap mengagumkan seperti ini, bisa jadi dalam hitungan bulan saja Aleksis bisa pulih. Ia tak habis pikir betapa ajaibnya tubuh seorang manusia alchemist seperti Aleksis. Manusia lain tidak akan pernah memiliki harapan untuk sembuh.     

"Bagaimana? Tanya Lauriel yang baru masuk ke dalam kamar perawatan. "Wajahmu serius sekali?"     

"Aku tidak tahu apa yang menyebabkan kemajuannya sangat luar biasa begini. Apakah obat dari ayah?" tanya Nicolae. Ia menunjukkan laporan CT Scan di tangannya. Lauriel mengangguk.     

"Kuharap memang begitu."     

Lauriel duduk di samping tempat tidur dan menggenggam tangan kanan Aleksis yang terbujur di ranjangnya seperti Putri Tidur. Lauriel terharu mengingat dulu sewaktu Aleksis masih kecil dan mereka tinggal di San Francisco, ia menyiapkan kamar khusus untuk anak itu di rumahnya.     

Kamarnya dirancang seperti kamar untuk Putri Aurora, sang putri tidur. Dan kini setelah dewasa, gadis itu justru bernasib seperti Putri Aurora. Ia menyentuh pipi Aleksis dan menggeleng-geleng melihat wajah damai anak angkatnya.     

Sesaat pandangannya tertumbuk pada seuntai kalung kulit yang melingkari leher Aleksis.     

"Aleksis tidak suka mengenakan perhiasan," kata Lauriel pelan. Ia menyentuh liontin logam di kalung tersebut dan menepuk-nepuknya. "Benda ini pasti sangat penting baginya."     

Tanpa sengaja, saat ia menyentuh liontin itu, tali kulit kalung tersebut putus. Rupanya ketika Aleksis terjatuh, kalungnya terkena gesekan dan hampir putus di bagian belakang lehernya, tetapi tidak terlalu kentara. Ketika Lauriel menyentuhnya kali ini, kalung yang talinya sudah rapuh itu tiba-tiba tersentak dan putus.     

"Hmm... " Lauriel buru-buru menyelamatkan liontinnya sebelum jatuh ke lantai. "Kita harus menyimpankan benda ini untuk Aleksis saat ia bangun nanti. Jangan sampai hilang."     

Nicolae mengangguk. Ia menarik tali kulit kalung Aleksis yang terputus dengan hati-hati dan menaruhnya di tangan ayahnya yang sedang memegang liontinnya. "Mau ayah yang menyimpannya atau aku?"     

"Biar ayah saja," kata Lauriel pelan. Ia mengamat-amati liontin itu dan entah kenapa merasa tertarik untuk membukanya. Ia ingin tahu apakah Aleksis menaruh foto seseorang di dalamnya. Mungkinkah itu foto si Pangeran Siegfried?     

Ia membuka liontin tersebut pelan-pelan, dan tertegun ketika melihat di dalamnya tidak ada foto, melainkan seikat kecil rambut berwarna keunguan yang dijalin dengan pita berwarna putih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.