The Alchemists: Cinta Abadi

Jean dan Marion



Jean dan Marion

0Mereka berciuman selama beberapa menit, mula-mula dengan lembut tetapi kemudian menjadi semakin bersemangat. Gadis itu baru patah hati dan perasaannya sedang rapuh, sedangkan Jean tidak sepenuhnya dapat mengendalikan diri karena kebanyakan minum glow wine yang kadar alkoholnya di atas wine biasa.     

Orang-orang yang lewat melihat kedua anak manusia yang begitu rupawan saling memadu kasih hanya bisa tersenyum-senyum dan berbisik-bisik. Syal yang tadi menutup separuh wajah Jean telah jatuh ke lantai saat ia memejamkan mata dan mencium gadis di depannya dengan sepenuh hati.     

Ia mengigit bibir bawah gadis itu dengan lembut dan mencari jalan masuk bagi lidahnya untuk menjelajah mulut gadis itu. Keduanya terhanyut semakin dalam pada buaian euphoria yang mengiringi gerakan mereka yang kini mulai saling membelai dan merangkul.     

Satu persatu orang yang lewat mulai mengenali siapa pemuda tampan yang sedang mencium seorang gadis di kafe di tengah desa ini. Bisik-bisik geli kemudian berganti menjadi kasak-kusuk dan Jean seketika tergugah ketika mendengar bunyi kamera.     

"Astaga ... itu kan Jean? Ternyata dia sedang berlibur di sini," seru orang-orang keheranan.     

"Bukannya dia sudah punya kekasih? Kenapa mencium wanita lain?"     

"Jean itu salah satu dari sedikit laki-laki baik di Hollywood, kenapa selingkuh dari Billie? Astaga, ini berita besar!!"     

Jean menoleh ke sekelilingnya dan segera berpikir cepat, hampir seperti insting, ia menaruh selembar uang 100 franc di meja lalu menarik tangan gadis itu berlari keluar kafe.     

"Ssstt ... ayo kabur dari sini," bisiknya.     

Gadis itu terhenyak. Tanpa sadar ia telah berlari mengikuti Jean yang memegangi tangannya, menerobos kerumunan orang-orang di festival.     

"Mau kemana kita?" tanyanya keheranan.     

Jean menoleh ke belakang dan tersenyum lebar, tidak menjawab. Gadis itu balas tersenyum dan tidak bertanya lagi. Entah kenapa hatinya yang tadi sedih sekarang terasa mulai ringan. Dengan tertawa-tawa ia berlari mengikuti Jean dan mereka bergandengan menjauh dari desa.     

Setelah tidak melihat manusia satu pun, mereka berhenti di tepi sungai yang airnya mengalir sangat jernih dan duduk di rumput dengan napas tersengal-sengal.     

"Larimu cepat sekali," kata gadis itu sambil tertawa senang. "Kenapa lari seperti dikejar hantu, sih? Kau lihat hantu tadi?"     

Jean menggeleng, "Lebih buruk dari hantu. Aku melihat paparazzi."     

"Paparazzi? Memangnya kau siapa sampai dikejar paparazzi segala?" Gadis itu mendekatkan wajahnya ke wajah Jean dan menyipitkan matanya mengamat-amati pemuda itu. Setelah lima menit barulah ia menepuk keningnya sendiri dan mendesah kaget, "Kau Jean! Kita pernah bertemu sekali."     

Jean mengerutkan keningnya. Tadinya ia pikir gadis itu akhirnya mengenalinya sebagai aktor yang sangat populer, idaman banyak perempuan, tetapi ternyata sikap gadis itu sama sekali tidak terlihat terkesan, malah agak acuh.     

Ia sedikit merengut karena gadis ini berbeda dari semua gadis yang bertemu dengannya, yang langsung menjerit heboh dan berusaha menarik perhatiannya.     

"Kita pernah bertemu sekali? Di mana?" tanyanya keheranan.     

"Sudah lama sekali. Waktu itu kami dipanggil ke Singapura karena anak angkat Lauriel diracun Alexei dan Katia. Kau juga ada di Singapura waktu itu." jawab gadis itu sambil tertawa, "Aku tahu kau aktor terkenal, tapi aku tidak terlalu mengikuti perkembangan industri film. Jadi jangan kecewa kalau ternyata aku bukan penggemarmu."     

Jean tertawa mendengar keterusterangan gadis itu.     

"Apakah sejelas itu?" tanyanya geli, "Aku kelihatan kecewa ya?"     

Marion mengangguk sambil tertawa kecil. Keduanya bertatapan lagi. Ketika mereka mengingat apa yang baru saja terjadi di desa, wajah keduanya seketika bersemu merah.     

"Uhm ... maaf, biasanya aku tidak seperti itu. Maaf kalau aku tidak sopan," kata Jean dengan suara pelan. Ia menyalahkan dirinya karena terlalu banyak minum glow wine tadi sore. Festival di sekitarnya yang meriah, ditambah dengan keindahan alam sekitarnya dan cuaca yang mendung syahdu membuatnya terbawa suasana. "Aku tidak bermaksud mengambil kesempatan dari perempuan yang sedang rentan."     

Marion menatap sepasang mata kucing Jean yang mirip sekali dengan matanya dan menggeleng-geleng, "Kau memang tidak sopan. Bukan karena mengambil kesempatan dari perempuan rapuh sepertiku, tetapi karena kau sudah punya kekasih. Aku tidak mengira kau sama saja seperti para lelaki hina lainnya."     

"Uhn ... kau salah. Aku dan Billie sudah lama berpisah," kata Jean membela diri. "Aku tidak akan menyakiti perempuan seperti itu."     

Marion mengamati mata Jean dengan penuh selidik. Ia akhirnya puas saat melihat mata Jean menunjukkan kejujuran.     

"Baiklah. Aku percaya."     

"Terima kasih."     

Mereka terdiam beberapa lamanya. Suara gemericik air yang mengalir dari sungai membuat suasana menjadi romantis di saat keduanya duduk bersebelahan di padang rumput memandangi sungai di depan mereka dan pegunungan biru dengan puncak putih bertutup salju di kejauhan.     

"Astaga," cetus Marion kemudian.     

"Ada apa?" tanya Jean keheranan.     

"Suasananya sangat romantis. Dasar Swiss memang brengsek sekali. Ke mana pun kita melangkah semuanya indah dan romantis," keluh Marion sambil merengut.     

"Kau tidak suka?" tanya Jean.     

"Tidak bersamamu. Seharusnya suasana romantis begini dihabiskan bersama orang yang dicintai. Tetapi saat ini aku tidak punya siapa-siapa."     

Jean tersenyum saja mendengarnya. "Kalau kau mau, aku bisa pergi. Aku yakin pasti tersiksa sekali rasanya duduk di tempat indah dan romantis begini bersamaku."     

Marion menoleh dan menjulurkan lidahnya. "Awas kau kalau berani meninggalkanku sendiri. Di wilayah ini masih ada beruang!"     

Jean hanya tertawa mendengarnya. Ia tidak mengerti sikap Marion yang plin plan, tetapi dari tadi gadis itu berhasil membuatnya tertawa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.