The Alchemists: Cinta Abadi

TEASER: Pertemuan Alaric dan Aleksis



TEASER: Pertemuan Alaric dan Aleksis

0Warning: Berbeda dari spoiler sebelumnya yang sudah fixed, bab ini sifatnya baru draft, dan mungkin saat saya masuk ke bagian ini, ceritanya tidak persis sama atau malah berubah drastis.     

Ini adalah bagian dari proses saya saat menulis cerita. Saya mengundang teman-teman untuk melihat isi kepala saya saat membayangkan alur ceritanya. Saat ini saya membayangkan adegan pertemuan antara Alaric dan Aleksis akan mirip seperti kisah di bawah ini. Tapi saya tidak bisa menjanjikan bahwa alur ceritanya nanti akan begini.     

Lihat nanti ya, kalau tiba-tiba ada inspirasi baru. Ini bisa muncul di plot mendatang, bisa juga tidak. Sejujurnya perlu waktu 4 hari untuk nulis bab ini, dan saya sebenarnya masih kurang puas... ahaha. Jadi kita liat nanti ya, apakah akan dipakai atau tidak.     

Silakan lanjutkan membaca dengan kebijaksanaan masing-masing. Jangan protes ya. Saya sudah kasih peringatan.     

********************************************     

.     

Aleksis memperhatikan baik-baik wajah pria itu dan mencoba mengingat-ingat di mana ia pernah melihatnya. Ia tidak ingat.     

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Aleksis sekali lagi.     

Belum sempat pria itu menjawab, Sophia sudah masuk ke dalam perpustakaan dan menghampirinya.     

"Hei, kau di sini rupanya, aku mencarimu dari tadi." Ia menggandeng lengan pria itu dan menoleh kepada Aleksis, "Kalian saling kenal?"     

Pria itu cepat-cepat menggeleng, tetapi ia melepaskan diri dari gandengan Sophia. "Aku tersesat saat mencari pintu keluar. Tempat ini seperti labirin."     

"Siapa kalian?" tanya Aleksis dengan nada suara menyelidik.     

"Oh, maafkan kami, tidak sempat memperkenalkan diri. Kami menunggu acara nanti malam untuk bagian basa-basi. Aku Sophia, dan ini sepupuku."     

Aleksis tertegun mendengar nama-nama itu. Tanpa sadar ia bergerak mundur seolah menjaga jarak dari musuh, membuat Alaric keheranan dengan sikapnya.     

"Beraninya kau datang kemari ... Kakakmu hampir membunuhku 27 tahun yang lalu." kata Aleksis dengan suara mendesis, "Aku tidak ingat pernah mengirim undangan kepada Keluarga Meier."     

"Apa maksudnya dengan kakakmu hampir membunuhnya?" tanya Alaric kepada Sophia dengan nada suara sedingin es. "Apa yang dilakukan kakakmu kepada Aleksis??"     

Sophia keheranan melihat sikap sepupunya yang dinilainya sangat mengejutkan, "Kenapa kau bersikap begini? Kau kan tidak kenal dengannya?"     

Aleksis mengamati kedua orang itu dengan dada berdebar keras. Semakin ia mendengar suara pria itu, semakin ia merasa familiar. Sudah sangat lama ia tidak mendengar suara ini ...     

Tetapi ia sama sekali tidak mengenal wajahnya. Siapa orang ini sebenarnya? Hatinya bertanya-tanya. Ugh.. seandainya Sophia tidak datang, ia tentu akan memaksa pria itu untuk menyebutkan jati dirinya.     

"Ada keributan apa di sini?" Tiba-tiba masuklah seorang pemuda berpakaian kasual ke dalam perpustakaan. Wajahnya sangat tampan dengan rambut panjang yang diikat asal-asalan menggunakan tali biru, Matanya berwarna biru tua dan menyipit melihat suasana tegang antara ketiga orang tersebut.     

Di lengan kanannya yang terangkat tampak seorang anak perempuan bergelantungan seperti anak monyet dan tersenyum lebar sambil berayun-ayun, menunjukkan betapa kuatnya sepasang tangan mungilnya hingga bisa dengan santai menahan berat tubuhnya untuk bergelantungan seperti itu. Anak ini berwajah cantik dengan rambut pirang platinum dan mata biru yang jenaka.     

Oh... ini anak yang tadi pagi ditemuinya di tepi hutan, pikir Alaric.     

"Tidak ada keributan, Nicolae." Aleksis buru-buru menghampiri kedua orang yang baru datang itu dan memberi tanda agar anak perempuan yang bergelantungan itu turun. "Perkenalkan ini Sophia Meier dan ... sepupunya."     

"Hallo Altair, senang berjumpa denganmu lagi," kata Alaric sambil tersenyum ramah kepada anak tadi. Ia dapat melihat kemiripan antara anak itu dengan pria yang menggendongnya dan segera menduga bahwa mereka adalah ayah dan anak.     

Sungguh pria beruntung, pikirnya, memiliki anak yang demikian menggemaskan.     

Aleksis tampak keheranan mendengar pria itu memanggil nama anaknya tetapi sebelum ia sempat berkata apa-apa, bocah itu telah meloncat turun dan menghampiri Alaric dengan langkah-langkah panjang.     

Anak itu menunjuk lengan kanan Alaric dan memberi isyarat agar Alaric mengangkat lengannya. Dengan keheranan Alaric menurut dan mengangkat lengannya. Tanpa diduganya Altair meloncat dan mengalungkan sepasang tangannya ke lengan Alaric, lalu berayun seperti tadi ia berayun pada lengan Nicolae.     

Tawanya yang riang memenuhi perpustakaan. Alaric belum pernah melihat anak yang demikian gembira dan lincah seumur hidupnya. Tadi Altair berlarian mengejar kupu-kupu dan sekarang bergelantungan seperti monyet pada lengan lelaki dewasa. Sungguh sangat banyak energinya, pikir Alaric gemas.     

Tanpa sadar Alaric ikut tertawa mengikuti gelak tawa Altair yang menular. Telah dua kali anak ini membuatnya tertawa dalam sehari. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dadanya dipenuhi kehangatan dan terasa sangat ringan. Dalam hati kecilnya Alaric sangat ingin memiliki anak seperti ini.     

Aleksis buru-buru menghampiri Altair dan melotot agar anaknya turun dari lengan Alaric.     

Nicolae menerima Altair dari Alaric dengan pandangan yang sulit ditebak. Ia belum pernah bertemu pria ini sebelumnya tetapi perasaannya segera terusik melihat cara pria itu menatap Altair dan Aleksis.     

"Maafkan dia, anakku ini terlalu dimanjakan seisi keluarga," Aleksis meminta maaf atas kenakalan Altair sambil memijit keningnya.     

Alaric tertegun mendengar kata-kata gadis itu dan seketika senyumnya hilang. Hatinya sungguh terkejut dan untuk sesaat terlihat keningnya mengernyit seperti kesakitan. Tunggu dulu ...     

Anak? Altair anak Aleksis...? Tadinya ia mengira Altair adalah anak pria yang datang bersamanya.     

Tetapi barusan Aleksis menyebut anak itu sebagai anaknya.     

Apakah ini berarti Aleksis dan pria yang baru datang ini ...?     

Apakah pria itu Nicolae Medici?     

Ia seketika sadar bahwa Aleksis sekarang bukanlah Aleksis yang dikenalnya 10 tahun lalu. Semua yang ia ketahui tentang gadis itu salah. Dulu ia mengira Aleksis adalah seorang manusia biasa, tetapi ternyata ia adalah seorang manusia abadi sama seperti dirinya.     

Dan kini, sepuluh tahun kemudian, gadis itu sudah memiliki anak dan akan menikah dengan pria lain. Tadinya ia menemui Aleksis hendak mencegahnya menikahi Nicolae, namun kini saat ia melihat sendiri mereka muncul di hadapannya dan menyadari betapa bahagianya keluarga kecil itu, ia merasa begitu jahat dan egois bila kini tiba-tiba muncul di hadapan Aleksis dan merusak kebahagiaannya.     

Tapi... tapi bagaimana dengan kebahagiaannya sendiri?     

Aleksis menghilang 10 tahun lalu, dan ia melakukan hal yang mengerikan untuk mencarinya, hingga menyebabkan kematian Kurt Van Der Ven, orang kepercayaan ayah gadis itu. Selama sepuluh tahun ia mengira Aleksis telah meninggal, bertahun-tahun ia mencari informasi makamnya tanpa hasil, hingga akhirnya ia menyerah ...     

Semua itu membuatnya menderita dan menjalani 10 tahun yang penuh kesengsaraan     

Dan di sini Aleksis ternyata hidup bahagia dengan orang lain ... dan punya anak dengan pria lain.     

Alaric tak tahu bagaimana ia bisa menahan diri untuk tidak mengamuk dan menghancurkan semua orang yang ada di perpustakaan saat itu. Mungkin ... mungkin itu karena ia tak tega saat melihat wajah menggemaskan Altair yang menatapnya dengan sepasang mata jenaka.     

Alaric memejamkan matanya dan mengernyitkan kening menahan sakit hati yang luar biasa. Setelah menarik napas panjang satu kali ia lalu membuka matanya, melengos dan berjalan keluar dari perpustakaan dengan langkah-langkah panjang, tanpa menghiraukan seruan keheranan orang-orang yang ditinggalkannya.     

"Ada apa dengan dia?" guman Nicolae heran. Aleksis tidak menjawab. Ia hanya terpaku menatap punggung Alaric yang melangkah semakin jauh.     

Tadi suaranya terdengar familiar, kini tubuhnya pun terlihat sangat familiar ... Siapa lelaki ini sebenarnya? Hatinya tak henti-henti bertanya.     

Tanpa sadar dua tetes air mata mengalir ke pipinya, saat tanpa dapat ditahan lagi kakinya berlari mengejar Alaric. Ia harus tahu ...     

Ia harus memastikan ...     

"Aleksis!" panggil Nicolae. Ia dan Altair saling pandang keheranan. Keduanya lalu bergegas mengejar Aleksis.     

Sophia hanya memandang semua yang terjadi dengan kening berkerut. Ia mulai menduga-duga bahwa ada sesuatu yang terjadi antara Alaric dan Aleksis sebelum ini, yang tidak ia ketahui.     

Airmata Aleksis mengalir semakin deras saat ia tiba di taman belakang perpustakaan dan tidak menemukan Alaric. Pria itu berjalan cepat sekali dan sekarang sudah menghilang. Dengan kalut ia berlari ke arah danau, berharap Alaric mengarah ke sana dan ia bisa menemukannya.     

Nicolae dan Altair tiba agak lama karena Nicolae harus menyesuaikan diri dengan kecepatan berjalan anak kecil yang pelan. Saat tiba di taman mereka tidak melihat siapa-siapa. Akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan ke istana utama mencari Aleksis.     

***     

Alaric sangat marah dan ia harus mengerahkan segenap kewarasannya untuk tidak menghancurkan semua benda yang ada di sekitarnya saat ia berjalan dengan langkah-langkah cepat ke arah danau. Hari ini dunianya seolah dijungkirbalikkan tanpa belas kasihan. Ia tiba-tiba mengetahui bahwa gadis yang selama ini dicintainya ternyata bukan saja belum meninggal, tetapi juga ternyata sama-sama abadi seperti dirinya.     

Tetapi Aleksis sudah memiliki hidup baru tanpa dirinya. Hatinya bergejolak antara perasaan lega karena Aleksis masih hidup, perasaan benci karena merasa ditipu, rasa bersalah karena ia sendiri menghilang selama 10 tahun, dan perasaan cemburu melihat Aleksis bahagia bersama lelaki lain.     

Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap... Ia tidak tahu apakah ia harus memberi tahu Aleksis jati dirinya dan meminta Aleksis kembali, atau menganggap masing-masing sudah mati dan melupakan masa lalu. Ia sangat cemburu... Aleksis sudah memiliki anak dari calon suaminya ...     

Alaric menatap bayangan dirinya di air danau dan ia terkejut melihat betapa datarnya ekspresi wajahnya. Pikirannya sudah bergejolak bagaikan gunung berapi yang siap meletus, tetapi entah kenapa wajahnya tampak dingin dan tidak terpengaruh.     

Tanpa sadar ia menyentuh pipinya seolah memastikan orang dalam pantulan air danau memang dirinya. Ia merasa kalut karena merasa bahkan ia tidak mengenali dirinya sendiri.     

Terdengar suara langkah kaki mendekat dan bunyi ranting patah terinjak di belakangnya, tetapi Alaric tidak bergeming. Ia tidak peduli pada siapa pun orang yang datang mendekatinya.     

"Kau... belum menjawab pertanyaanku," terdengar suara halus Aleksis dari belakangnya. Alaric hanya terdiam di tempatnya, tidak menoleh. Ia tidak menyangka gadis itu akan mengikutinya kemari.     

Dengan sekuat tenaga Alaric menahan diri untuk tidak berbalik dan menatap gadis yang dicintainya itu. Ia tahu kondisi mentalnya sedang sangat tertekan dan ia tak ingin melampiaskan kemarahannya kepada Aleksis.     

Aleksis berjalan semakin dekat. Saat ia tiba tepat di belakang Alaric, dan tubuh mereka hampir bersentuhan, Alaric bisa mendengar suara napas gadis itu yang memburu. Ia menarik napas panjang beberapa kali, dan akhirnya berbalik, tepat saat Aleksis maju selangkah lagi, hingga tanpa sengaja tubuh bagian depan keduanya bersentuhan.     

Seketika tubuh keduanya seolah dilalui aliran listrik yang mengagetkan dan tanpa sadar baik Alaric maupun Aleksis mendesah kaget. Kedua pasang mata mereka saling bertatapan.     

Pertahanan Alaric runtuh dan tanpa dapat menguasai diri ia lalu merengkuh tubuh Aleksis sekuat-kuatnya ke dalam pelukannya. Akal sehatnya menghilang entah kemana dan ia menciumi puncak kepala gadis itu dengan penuh kerinduan.     

Aleksis tertegun dan selama beberapa detik tak dapat bergerak. Ia merasa orang ini sangat familiar. Suaranya, tubuhnya, dan sekarang pelukannya membuat Aleksis merasa begitu damai. Sebuah pikiran gila tiba-tiba menyelusup ke dalam pikirannya dan tak mampu ia enyahkan ...     

Bagaimana kalau ini adalah ...     

Bagaimana kalau ini adalah...     

Alaric?     

"Se ... sebentar ..." Akhirnya Aleksis menemukan suaranya dan ia berusaha melepaskan diri dari pelukan pria misterius itu. "Kau belum menjawab pertanyaanku."     

Tetapi saat ia mendongak dan menatap sepasang mata keunguan itu, Aleksis sadar ia tidak memerlukan jawaban. Ia baru teringat bahwa ia belum pernah melihat wajah Alaric dari sejak pertama mereka bertemu kembali di Singapura sepuluh tahun lalu, dan ia hanya mendengarkan pernyataan Alaric bahwa wajahnya cacat ... dan Aleksis sendiri yang berasumsi bahwa Alaric adalah seorang manusia biasa yang sudah menua.     

Ia tidak pernah memikirkan kemungkinan bahwa Alaric adalah seorang Alchemist seperti dirinya.     

Sepasang matanya membulat dan bibirnya terbuka tanpa mampu berkata apa-apa. Ini memang Alaric! Dadanya seketika berdebar keras sekali.     

Sementara itu semua api kemarahan yang ada di dada Alaric seakan terguyur oleh air yang sangat dingin saat ia menatap sepasang mata biru hijau Aleksis dan menemukan cinta di sana. Sepasang mata ini tidak berubah setelah sepuluh tahun, masih memandangnya dengan sejuta cinta... Alaric sangat tersentuh.     

Ini masih Aleksisnya yang dulu.     

Ia lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Aleksis dan bibirnya yang dingin segera mencium bibir gadis itu yang sedikit terbuka lalu melumatnya dengan napas memburu. Ia melampiaskan kerinduan yang menemani sepinya selama sepuluh tahun saat ia mengira dirinya kembali sebatang kara saat Aleksis meninggal. Rindu yang menyiksanya selama bertahun-tahun saat ia dipenuhi penyesalan karena tak sempat mengucapkan perpisahan.     

"Aleksis... " bisiknya dengan suara serak dan kembali menciumi Aleksis tanpa ampun. Gadis itu memejamkan mata dan menikmati curahan kasih sayang Alaric pada dirinya ... pikirannya terasa kosong.     

Ia takut semua ini hanya mimpi, dan setelah ia bangun, ternyata Alaric akan menghilang dari hadapannya. Karena itu Aleksis berkeras tidak mau membuka matanya. Saat lidah Alaric menerobos bibirnya dan menjelajahi mulutnya, Aleksis membalas ciumannya dengan penuh cinta.     

"Aku tidak peduli apa yang terjadi selama sepuluh tahun ini... Aku tidak akan pernah melepaskanmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.