The Alchemists: Cinta Abadi

Berita yang sangat buruk



Berita yang sangat buruk

0Selama beberapa detik suasana terasa begitu mencekam. Mereka semua terbiasa membunuh, tetapi berdasarkan perintah yang mereka terima dari Alaric tadi malam, semua assassin di ruangan itu tahu Alaric tidak bermaksud menyakiti Kurt. Perintahnya jelas: 'Jangan berlaku kasar kepadanya'.     

Semua yang mereka lakukan barusan hanya untuk mengancam pria itu agar menuruti permintaan bos mereka, yaitu memberi akses kepada seorang seorang perempuan yang sedang sakit agar Alaric dapat memindahkannya.     

Mengapa sulit sekali bagi Kurt untuk memenuhi permintaan sederhana itu? Bukankah Alaric sudah menyatakan ia tidak bermaksud jahat kepada Aleksis?     

Ia sampai harus mengancam dengan menggunakan istri dan anak Kurt, karena ia mengira permintaannya cukup sederhana dan seharusnya tidak berat untuk dipenuhi bila Kurt sedikit ditekan. Sedikit pun ia tidak bermaksud membunuh istri dan anak Kurt. Ia sungguh tidak menyangka Kurt memilih mati daripada mengikuti permintaannya.     

Alaric tidak habis pikir mengapa ada orang yang rela mengorbankan dirinya demi sebuah informasi...     

Siapa yang dilindungi Kurt sebenarnya?     

Semua pikiran ini membuat kepalanya menjadi sakit. Dengan muram ia memberi tanda agar anak buahnya mengeluarkan Kurt dan anak istrinya. Suara jeritan Jan masih terdengar hingga beberapa menit, dan semakin lama suaranya semakin menjauh.     

"Bukan salah Tuan, dia mencabut nyawanya sendiri..." kata Pavel saat mengikuti Alaric masuk ke dalam perpustakaan dan mengeluarkan sebotol brandy. Ia berusaha mencegah Alaric minum dengan memindahkan gelas dari meja, "Ini masih sangat pagi. Tuan tidak boleh kehilangan kendali. Akan buruk bagi moral orang-orang kita."     

"Bagaimana aku bisa menghadapi Aleksis? Ayahnya mati karena aku..." keluh Alaric dengan suara berat. "Seharusnya aku bisa meminta informasi itu baik-baik... tapi..."     

Ia terdiam.     

Ia tidak tahu bagaimana meminta informasi baik-baik. Ia sudah lama kehilangan sentuhan dengan manusia. Ia sangat membenci manusia dan hampir tidak mau bergaul dengan mereka. Ia hanya mengelilingi dirinya dengan sedikit orang yang ia percayai dan setia kepadanya.     

Apa yang ia inginkan akan ia peroleh dengan mudah, entah orang itu yang menyerahkan sendiri, atau ia memaksa dengan intimidasi. Ia tidak pernah harus merendahkan diri untuk meminta sesuatu. Mungkin kalau ia tahu caranya berbaik-baik kepada Kurt, tadi pria itu akan dengan rela membantunya. Alaric menghela napas panjang dan suatu kesadaran masuk ke dalam hatinya: ia memang orang jahat. Ia sudah tidak tahu bagaimana bersikap seperti manusia biasa.     

Ia teringat kata-katanya sendiri kepada Aleksis waktu mereka baru bertemu kembali di Singapura, "Aku ini orang jahat. Kalau kau mengenalku dengan baik, kau pasti akan membenciku."     

Tetapi gadis itu tidak juga membencinya, malah semakin besar meluapkan cinta untuknya, dan membuat hati Alaric tersentuh.     

Namun kini, tidak ada jalan kembali. Aleksis pasti sekarang akan benar-benar membencinya. Alaric telah mengakibatkan kematian ayahnya.     

"Apa yang ingin Tuan lakukan sekarang?" tanya Pavel kemudian. Ia menaruh ponsel Kurt di atas meja. Layarnya masih menunjukkan gambar hasil diagnosis Aleksis.     

Alaric menoleh sekilas dan mengangguk pelan, "Coba hubungi rumah sakit tersebut dan cari informasi tentang Aleksis. Aku akan memikirkan cara untuk membawanya keluar."     

Alaric tahu sebenarnya sudah tidak ada harapan lagi bagi Aleksis untuk sembuh, mengingat cederanya yang begitu parah. Ia tadi hanya menghibur diri, dengan bersikap seolah-olah Aleksis masih dapat diselamatkan.     

Pavel mengambil teleponnya sendiri dan menghubungi rumah sakit Stamford. Sebagai seorang petinggi di Rhionen Industries, ia memiliki akses ke manajemen atas berbagai rumah sakit karena banyak dari mereka menggunakan obat kanker buatan anak perusahaan Rhionen Industries.     

"Selamat pagi, Direktur Chen. Saya perlu informasi tentang pasien yang masuk kemarin ke rumah sakit Anda. Kami sangat tertarik untuk membantu penyembuhannya, karena para ilmuwan kami sekarang sedang mengembangkan jenis pengobatan terbaru untuk cedera batang otak, dan hasilnya cukup menjanjikan."     

Suara balasan di ujung teleponnya tidak dapat didengar dengan jelas oleh Alaric, dan ia mengerutkan keningnya saat melihat wajah Pavel yang biasanya datar kini tampak menjadi pucat.     

"Apa yang terjadi?" tanya Alaric dengan tidak sabar.     

"Baik, Direktur. Saya mengerti. Terima kasih atas bantuan Anda. Selamat sore." Pavel menutup telepon dan menoleh kepada bosnya dengan wajah prihatin. "Maaf, Tuan. Aku turut berduka."     

Perlu waktu sepuluh detik bagi Alaric untuk memahami maksud kata-kata Pavel. Untuk sesaat pikirannya menjadi kosong. Saat kesadarannya pulih, setetes air mata jatuh menuruni pipinya dan ia mengangguk pelan. "Terima kasih Pavel. Tolong tinggalkan aku sendiri."     

Pavel membungkuk sedikit lalu pergi keluar meninggalkan Alaric yang berduka.     

Sungguh ia tidak menyangka semuanya akan berlangsung begini cepat. Aleksis benar-benar seperti badai yang datang dan pergi begitu cepat, dan memporak-porandakan hidup Alaric yang disentuhnya sambil berlalu.     

Gadis badainya telah tiada. Satu-satunya perempuan yang begitu tulus mencintainya tanpa syarat... kini juga telah meninggalkannya.     

Alaric kembali merasa menjadi lelaki paling kesepian di dunia.     

Ia mengurung diri seharian di perpustakaan dan baru keluar saat hari menjelang gelap.     

"Pavel... tolong kumpulkan semua orang. Aku akan memberikan pesan terakhir sebelum aku membubarkan Rhionen Assassins," kata Alaric kemudian. Perkataannya membuat Pavel sangat terkejut.     

"Ada apa, Tuan? Mengapa membubarkan kelompok kita?" tanya Pavel keheranan.     

Alaric tidak menjawab dan Pavel mengerti ia tidak boleh banyak bertanya. Ia minta diri dan menghubungi teman-temannya yang masih berada di luar. Sudah bertahun-tahun mereka tidak pernah berkumpul bersama seperti ini.     

Semuanya terjadi begitu mendadak. Takeshi dan Mischa pun sudah tiba di Jerman, sehingga total ada 10 orang yang datang. Yang lima orang lagi sedang berada jauh di Australia dan Amerika, tetapi ia akan meminta mereka bergabung secara virtual.     

***     

Wajah Jadeith yang biasanya selalu tenang dan kalem kali ini tidak dapat menyembunyikan gejolak kemarahan di dadanya saat ia menutup telepon. Kalau ini bukan berita yang sangat mengejutkan, ia tentu takkan berani mengganggu pamannya yang sedang diresahkan oleh kondisi anaknya.     

Ia menepuk bahu Caspar dengan perlahan dan memberi tanda agar mengikutinya ke sudut ruangan. Mereka baru mendarat di Bern dan sedang bersiap menunggu helikopter medis menjemput Aleksis untuk dibawa ke rumah mereka di Grindelwald.     

"Paman... sesuatu yang sangat buruk terjadi pada Kurt," kata Jadeith dengan suara bergetar. Ia belum pernah seemosional ini sebelumnya dan membuat Caspar keheranan.     

"Ada apa? Cepat bilang!" desak Caspar.     

"Kurt diincar Rhionen Assassins dan mereka membunuhnya..."     

Caspar harus berpegangan ke tembok untuk menenangkan diri. Kurt tewas! Pikirannya seketika menjadi gelap.     

Kurt adalah anak tunggal Stanis, orang kepercayaannya, dan telah 10 tahun menggantikan posisi ayahnya sebagai wakil Caspar sejak Stanis pensiun. Caspar telah mengenal Kurt sejak ia masih bayi dan kemudian tumbuh dewasa lalu berkeluarga. Baginya Kurt sudah seperti keluarganya sendiri...     

Kematian Kurt yang tiba-tiba ini membuatnya sangat sedih dan marah. Tanpa sadar kedua tangannya terkepal dan wajahnya tampak berubah merah mengerikan.     

"Mereka sudah keterlaluan..." desisnya dengan nada penuh kemarahan. "Aku akan terbang ke Jerman menemui keluarga Kurt dan Stanis. Kau jaga keluargaku di Swiss."     

Dengan langkah-langkah panjang ia menghampiri Finland dan memegang tangan istrinya, "Sayang... aku harus mengurus sesuatu yang sangat penting. Kau pulanglah dulu menemani Aleksis. Kara akan membantu mengatur semua perawatan untuk Aleksis di rumah. Kau juga bisa mengandalkan bantuan Nicolae, anak itu seorang dokter."     

"A.. ada apa? Sepertinya sangat serius?" tanya Finland kuatir. Ia menoleh ke arah Jadeith dan menduga keponakan Caspar tadi menyampaikan berita yang sangat buruk.     

"Nanti akan kuberi tahu. Kalian pulang dulu." Ia mencium kening istrinya lalu berjalan keluar dan bicara dengan pilot untuk segera berangkat ke Berlin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.