The Alchemists: Cinta Abadi

Tragedi



Tragedi

0Alaric belum pernah merasa sesedih ini dalam hidupnya. Ia sudah terlalu lama hidup dalam kekerasan hingga ia hampir mati rasa terhadap emosi. Selama puluhan tahun ia sudah biasa menata emosinya dengan baik dan tidak pernah menunjukkan perasaannya ke luar.     

Tetapi sejak Aleksis masuk ke dalam kehidupannya, hatinya yang beku perlahan-lahan mencair dan ia mulai merasakan rupa-rupa emosi yang menyeruak keluar dari lubuk hatinya. Berbagai emosi dan perasaan yang selama ini tersembunyi jauh di dalam hatinya, di balik ekspresi wajahnya yang lembut dan tidak terpengaruh, perlahan mulai menunjukkan wujudnya.     

Kini tanpa dapat ditahan ia menangis tersedu-sedu. Kehilangan ibunya saat ia baru dilahirkan adalah perasaan sakitnya yang terbesar selama ini, karena di dalam dadanya ada perasaan bersalah, bahwa kelahirannya adalah salah satu penyebab kematian ibunya.     

Ia tak mengira, rasa kehilangan yang dialaminya kali ini, saat mengira Aleksis mati ketika ia berada sangat jauh dan tak mampu berbuat apa-apa, terasa jauh lebih sakit daripada kehilangan ibunya. Ia merasa takdir begitu jahat dan tak pernah berpihak kepadanya.     

Ia baru saja menemukan kebahagiaannya ... namun takdir dengan begitu kejam merenggut Aleksis dari sisinya.     

"Aleksis!!!!"     

"Aleksiiiiss... bangunlah!!"     

"Ya Tuhan ... Aleksiss..."     

Dari ujung telepon yang teronggok di lantai, terdengar jeritan orang-orang memanggil nama Aleksis, membuat hati Alaric semakin tercabik-cabik. Ia kembali memukuli tembok dengan sekuat tenaga, hingga meninggalkan berbagai lubang yang berlumuran darah.     

***     

Aleksis terkulai pingsan setelah melihat bahwa Lauriel berhasil melumpuhkan Rosemary. Ketegangan selama beberapa menit terakhir membuatnya syok dan tak mampu bertahan. Sebelum Nicolae sempat menangkap tubuhnya, Aleksis telah terjatuh ke tanah dan kepalanya membentur pot bunga besar dari logam yang ada di belakangnya.     

Jeritan Terry, Nicolae, dan Lauriel yang terkejut tak mampu menahan jatuhnya Aleksis. Mereka semua terlambat setengah detik. Lauriel buru-buru menepuk tengkuk Rosemary dan gadis itu terkulai lemas ke tanah.     

Ia lalu segera berlari memburu tubuh Aleksis yang terbaring tidak sadarkan diri. Nicolae telah bersimpuh di tanah memangku kepala Aleksis dengan ekspresi seperti orang kehilangan akal, sementara Terry berdiri terpaku di tempatnya tak mampu bergerak... Sepasang matanya memerah dan wajahnya yang tampan tampak sangat terpukul.     

"Cepat periksa tanda vitalnya," perintah Lauriel yang masih dapat berpikir jernih. Mendengar kata-kata ayahnya, Nicolae segera tersadar bahwa ia adalah seorang dokter, lalu buru-buru memeriksa denyut nadi Aleksis dan membuka matanya untuk melihat tingkat kesadaran gadis itu.     

Nicolae mendesah lega. Ia memberi tanda kepada ayahnya untuk mengurusi Terry yang masih syok di tempatnya sementara ia membopong Aleksis keluar dari kerumunan orang-orang. Lauriel menepuk bahu Terry yang menoleh ke arahnya dengan mata sangat kuatir.     

"Ayo kita pulang. Sebentar lagi polisi akan datang mengurus gadis itu. Aku tidak mau mereka mengganggu kita."     

Suasana di tempat itu sudah menjadi sangat kacau dan semua orang sibuk mengupload video peristiwa yang terjadi ke berbagai media internet. Universitas St. Mary menjadi bahan pembicaraan di mana-mana pada hari itu.     

Lima menit kemudian mereka berempat telah ada di mobil menuju Hotel Continental. Nicolae menyetir mobilnya seperti kesetanan dan Terry duduk di sebelahnya dengan wajah sepucat mayat. Di kursi belakang Lauriel duduk memangku Aleksis yang terbaring hampir tidak bernapas. Ia segera menelepon Caspar dan memberitahukan apa yang terjadi.     

Caspar yang sedang berada di Jerman awalnya terdengar mengantuk, karena di sana masih subuh, namun suaranya seketika menjadi segar dan tegas ketika ia mendengar apa yang terjadi pada anaknya.     

"Aku akan mengirim helikopter medis ke penthouse. Kalian tunggu saja di sana." Mereka bisa mendengar suara histeris Finland di sebelah Caspar saat mendengar Aleksis terluka. Caspar buru-buru menutup telepon setelah berkata pendek, "Kami berangkat ke sana sekarang."     

Semua tidak menduga Aleksis akan terluka justru karena terjatuh akibat syok, dan bukan karena tembakan Rosemary. Nicolae yang berada paling dekat dengannya tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya ia tadi bisa segera meraih Aleksis sebelum kepalanya membentur pot bunga besar tadi. Namun apa daya, semuanya berlangsung begitu cepat ...     

Carl dan Sascha yang sudah mendengar berita penembakan itu tiba di kafetaria saat majikan mereka sudah menghilang dan polisi meringkus Rosemary yang terbaring pingsan di tanah. Keduanya tampak sangat terpukul karena lagi-lagi Nona Besarnya gagal mereka lindungi. Dengan sangat kuatir mereka segera pergi ke Hotel Continental.     

Begitu mobil berhenti di tempat parkir, Nicolae buru-buru membuka pintu mobil dan membantu Lauriel mengeluarkan tubuh Aleksis kemudian menggendongnya masuk ke dalam lift. Terry dan Lauriel mengikutinya dengan langkah-langkah panjang.     

Begitu mereka tiba di penthouse, helikopter medis yang dikirim Caspar sudah mendarat di atap gedung dan Aleksis langsung dibawa ke Rumah Sakit Stamford. Nicolae yang berprofesi sebagai dokter mendampinginya di helikopter sementara Terry dan Lauriel menyusul mereka dengan mobil.     

***     

Beberapa menit sebelum tengah malam sepasang suami istri tiba di Sayap Timur Rumah Sakit Stamford yang ditutup untuk umum. Dengan setengah berlari keduanya berjalan tergesa-gesa memasuki ruangan perawatan sangat besar dan megah yang menampung anak perempuan satu-satunya mereka, Aleksis.     

"Kalian sudah tiba?" sapa Lauriel yang duduk di sofa dengan wajah kuatir, saat melihat pintu terbuka dan Caspar beserta Finland masuk ke dalam ruangan. Mereka langsung terbang dari Jerman menuju Singapura begitu Lauriel menelepon Caspar memberi tahu tentang keadaan Aleksis.     

Caspar hanya mengangguk, tidak menjawab. Finland sudah berlari menghambur ke arah Aleksis dan bersimpuh di kaki tempat tidur sambil memegangi tangan anaknya yang terkulai ke samping. Aleksis masih belum sadarkan diri, dan mereka sudah memasang alat bantu pernapasan serta infus pada tubuhnya.     

Nicolae yang berdiri di ujung tempat tidur terpaku melihat kehadiran dua orang yang tidak dikenalnya itu. Dalam hati ia bisa segera menebak bahwa mereka pasti ayah dan ibu Aleksis. Diam-diam ia kagum melihat betapa tampannya ayah Aleksis dan pria itu tampak sangat berwibawa. Inikah ketua klan Alchemist yang terkenal itu? pikirnya dalam hati.     

Nicolae lalu melihat sang ibu memiliki wajah yang begitu mirip dengan gadis yang disukainya itu dan memuji betapa Finland tidak kalah cantik dari anaknya. Bedanya dengan Aleksis yang terlihat ceria dan cuek, Finland terlihat sangat anggun dan lembut. Mereka sungguh bertolak belakang.     

"Ibu ..." Terry yang sedari tadi duduk merenung dengan menangkupkan wajahnya ke tangan, terlambat menyadari kehadiran Finland dan Caspar. Begitu mendengar suara isak tangis Finland, ia bangkit dan memeluk ibunya. "Maafkan aku ... semua ini salahku."     

Finland memejamkan mata dan menggeleng-geleng, "Terry ... bukan saatnya mencari siapa yang salah. Ibu hanya ingin Aleksis bangun."     

"Tapi aku yang ..."     

Nicolae buru-buru menarik Terry dan berbisik di telinganya, "Sudah, biarkan mereka sendiri dulu. Jangan tambahi beban pikirannya. Sebaiknya kita cari minuman untuk menenangkan diri."     

Terry menoleh ke arah Nicolae dan kemudian mengangguk. Dengan wajah kuyu keduanya lalu keluar dari ruangan.     

"Kami mau cari udara segar dulu..." kata Nicolae berpamitan. Lauriel mengangguk. Caspar menatap kepergian keduanya dengan wajah tanpa ekspresi.     

"Bagaimana diagnosisnya?" tanyanya kemudian. Lauriel menghela napas panjang.     

"Cedera batang otak." Ia memijit keningnya dengan resah, "Aku sudah memberikan berbagai obat untuk mempercepat proses perbaikan selnya. Kita tunggu saja."     

Caspar menjadi lemas mendengarnya. Ini adalah cedera otak yang sangat berat. Ia sangat menyesal membiarkan Aleksis pergi ke Singapura. Anaknya itu masih terlalu muda untuk dilepas ke dunia luar. Seharusnya ia tidak mengizinkan Aleksis pergi...     

Seandainya ia masih mengurung anak perempuannya itu di rumah, atau menyuruhnya ikut London dan Rune belajar kepada Aldebar, tentu hal ini tidak akan terjadi. Dalam perjalanan ke Singapura, ia sudah melihat berbagai video rekaman peristiwa yang terjadi tadi pagi di Universitas St. Mary sebelum memerintahkan semua berita tentang Aleksis dihapus dari internet.     

Ia tidak mengira, tidak sampai dua minggu, Aleksis sudah terlibat berbagai masalah dan jiwanya sampai terancam. Ia merasa sedih karena sejak baru dilahirkan Aleksis telah mengalami berbagai macam bahaya dan penderitaan, walaupun ia terlahir sebagai anak salah satu orang paling berkuasa di dunia. Ia merasa gagal sebagai ayah dalam menjaga keselamatan anak perempuannya.     

"Kalau ia tidak sadar sampai besok, aku akan membawanya pulang," Caspar kemudian mengambil keputusan. Ia takkan pernah lagi mengambil risiko demi keselamatan anak gadis satu-satunya itu.     

***     

Alaric mendengarkan laporan demi laporan anak buahnya dengan emosi semakin memuncak. Berbagai berita dan video rekaman peristiwa penembakan di Universitas St. Mary telah menghilang dari internet dan ia tidak tahu dengan pasti bagaimana nasib Aleksis saat ini.     

Semua laporan anak buahnya dan berbagai saksi yang mereka interogasi mengatakan Aleksis terjatuh setelah tembakan dilepaskan berkali-kali dan beberapa detik kemudian ia dilarikan ke mobil Nicolae dan tidak ada yang melihatnya lagi.     

Tas Aleksis berisi ponsel Takeshi berhasil mereka temukan tetapi mereka tidak dapat melacak keberadaannya. Gadis itu bagaikan ditelan bumi. Sepanjang hari itu kepala Alaric dihantui bunyi letusan pistol dan jeritan Nicolae, Terry dan Lauriel yang memanggil-manggil nama Aleksis.     

"Gadis itu... aku mau dia mati sekarang juga," desisnya dengan suara serak mengerikan, sebelum ia membanting ponselnya. "Aku tidak mau dia mati dengan mudah."     

Pavel yang menerima panggilannya tampak menarik napas panjang sebelum menutup ponselnya. Ia segera menghubungi anak buahnya untuk membunuh Rosemary di tahanan polisi.     

Ia belum pernah melihat Alaric menunjukkan kemarahannya seperti ini. Selama ini Rhionen Assassins selalu bertindak profesional -tanpa emosi, tanpa perasaan- namun seminggu terakhir ini mereka telah berkali-kali membunuh karena alasan personal.     

Ia sadar bosnya benar-benar telah berubah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.