The Alchemists: Cinta Abadi

Situasi yang sangat kritis



Situasi yang sangat kritis

0Terry yang sangat pandai menggunakan kata-kata berusaha membujuk Rosemary agar menurunkan pistolnya. Situasi di sekitar mereka sudah sangat ramai dan mulai terdengar suara-suara riuh agar polisi dipanggil.     

"Rosemary... dengar, bukan Aleksis yang bersalah kepadamu, tetapi aku. Aku yang iseng dan tidak memikirkan perasaanmu..." kata Terry dengan suara sangat lembut, "Aku minta maaf. Aku akan melakukan apa pun yang kau minta, untuk menunjukkan penyesalanku ..."     

Ia berjalan pelan-pelan mendekati gadis itu dan merentangkan tangannya, untuk menunjukkan bahwa ia tidak punya niat buruk.     

Rosemary menatap Terry dan Aleksis bergantian. Bibir bawahnya sudah berdarah karena ia menggigitnya terlalu keras. Air matanya mengalir semakin deras. "Kalian berdua sama buruknya ... Kalau aku harus mati, kalian juga harus mati bersamaku...!!"     

"Kak... jangan mendekatinya... kita tidak tahu kondisi kejiwaannya sekarang," bisik Aleksis cemas. Keringat dingin sudah mengalir ke pelipisnya. Ia tidak melihat Carl dan Sascha di mana pun. Pengawal-pengawalnya itu pasti tidak mengira terjadi sesuatu sepagi ini, apalagi di tempat ramai seperti di area kafetaria.     

Oh Tuhan... Aku tidak mau mati di tangan Rosemary.... tangisnya dalam hati.     

Aku masih ingin bertemu Alaric ...     

Aku tidak boleh mati sebelum aku bicara dengannya ...     

Pelan-pelan Aleksis memasukkan tangannya ke dalam tasnya dan memencet nomor telepon Alaric. Di Inggris sekarang masih jam 2 pagi... Tetapi Alaric mengatakan ia boleh meneleponnya kapan saja.     

Setidaknya, ia harus mengucapkan selamat berpisah...     

"Rosemary ... tolong jatuhkan pistolmu. Masih ada harapan, jangan nekat. Kau bukan orang jahat. Kami akan memastikan kau memperoleh pertolongan..." kata Terry lagi. Ia maju pelan-pelan ke arah Rosemary, membuat puluhan gadis di sekitar mereka menjerit tertahan dan menangis. Mereka tidak mau melihat pemuda idola mereka mati mengenaskan di tangan seorang penggemar gila seperti Rosemary.     

Nicolae mundur perlahan-lahan, mencoba tidak menarik perhatian Rosemary. Ia berniat diam-diam menghilang dan kemudian menyergap gadis itu dari belakang.     

Sialnya Rosemary melihat gerakannya dengan sudut matanya dan segera menembak ke arah kaki Nicolae. "Diam di tempatmu! Aku tahu apa yang akan kau lakukan! Kau akan menolong pelacur jahat ini, kan?!"     

Tembakannya meleset, hanya mengenai tanah di samping kiri Nicolae, membuat semua orang menjerit, dan Nicolae terdiam di tempat. Wajahnya menjadi pucat. Peluru itu tembus ke tanah hanya beberapa inci saja dari ujung sepatunya.     

Rosemary tersenyum sinis dan kemudian dengan ringan menembak ke atas satu kali. Semua orang menjerit ketakutan ketika sedetik kemudian seekor burung jatuh ke tanah dengan kepala hancur.     

"Aku tadi sengaja meleset, karena aku tidak berniat membunuhmu. Bukan kau yang bertanggung jawab atas kematian ayahku," kata Rosemary dengan suara dingin, "Tapi seperti yang kalian lihat sendiri, aku tahu bagaimana menggunakan pistol dengan baik. Jangan coba-coba menguji kesabaranku."     

Suasana menjadi semakin mencekam. Gila! Ternyata Rosemary mahir menggunakan senjata. Kemungkinan karena ia tumbuh di kalangan mafia. Bahkan Nicolae menjadi bingung apa yang harus dilakukan dalam kondisi kritis seperti ini.     

"Baiklah... kami mengerti." Akhirnya Nicolae ikut bicara, "Apa yang kau inginkan?"     

Rosemary menyipitkan matanya dengan sorot penuh kebencian. Ia mengangkat jarinya dan menunjuk Aleksis, "Aku ingin dia mati."     

Orang yang sedang dibakar kebencian tentu tidak dapat menggunakan akal sehatnya. Aleksis sama sekali tidak bersalah. Ia bukan Terry yang mencium Rosemary dan pura-pura memintanya menjadi kekasih, Aleksis juga bukan Rhionen Assassins yang membantai kelompok mafia ayahnya. Tetapi saat ini, di mata Rosemary, Aleksislah yang bertanggung jawab atas semua penderitaan yang dialaminya.     

Tanpa sadar Aleksis meneteskan air mata. Ia tidak tahu bagaimana ia dapat selamat dari Rosemary kali ini. Yang membuatnya sedih adalah karena ia tak sempat berpamitan kepada orang-orang yang dicintainya; ayah, ibu dan adik-adiknya, lalu Alaric - suaminya, dan Paman Rory ....     

"Tidak bisa."     

Semua sangat terkejut ketika dua kata itu keluar dari bibir Nicolae. Ia berjalan tanpa ragu ke depan Aleksis dan menutupi tubuh gadis itu dari pandangan Rosemary.     

Aleksis tersentak. Ia menatap punggung Nicolae di depannya dengan pandangan tidak percaya.     

Untuk kesekian kalinya, Nicolae berdiri melindunginya. Aleksis begitu terkejut, hingga ia tak dapat bergerak di tempatnya. Pikirannya seketika menjadi kosong.     

Kenapa Nicolae selalu dengan tanpa berpikir dua kali bertindak melindunginya? Seberharga itukah Aleksis baginya? Tapi bagaimana mungkin? Mereka belum lama kenal ...     

"Nico ..." akhirnya hanya suara lemah itu yang mampu keluar dari bibir Aleksis. Ia sangat terharu.     

Tangan Nicolae bergerak ke belakang dan menahan tangan Aleksis agar tubuhnya tidak bergerak, sementara ia masih berdiri tegak menghadapi Rosemary yang kini tampak semakin marah.     

"Kau ... kau mau mati demi pelacur jahat itu..!?? Aku sudah bilang aku tidak mengincarmu, minggirlah Kak Nicolae..." kata Rosemary dengan nada mengancam. Rahangnya bergetar karena marah.     

"Kau salah sasaran, Rosemary. Aleksis tidak bersalah. Kalau kau bersikeras hendak membunuh Aleksis, maka kau harus berhadapan denganku," kata Nicolae tegas.     

Kembali terdengar seruan tertahan di mana-mana. Gadis-gadis yang melihat adegan itu semakin jatuh hati kepada Nicolae dan banyak yang menatap Aleksis dengan pandangan iri. Terry sendiri tampak menjadi tertekan. Ia sadar semua ini adalah akibat kesalahannya, dan kini adik serta sahabatnya terancam bahaya. Ia merasa sangat menyesal.     

"Rosemary... akulah yang bersalah. Tolong lepaskan mereka," katanya kemudian dengan suara bergetar. Ia tak akan dapat menghadapi ibunya bila sampai terjadi apa-apa dengan Aleksis.     

Aleksis adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga, dan ia merupakan pewaris keluarga Schneider. Ia tak dapat membiarkan Aleksis mati karena kesalahannya.     

Peristiwa ancaman di kafetaria itu kini sudah tersebar kemana-mana. Banyak mahasiswa yang diam-diam merekam dengan ponsel mereka dan menyiarkannya lewat media sosial. Dalam waktu lima menit saja sudah terdengar sirene mobil polisi di kejauhan.     

Rosemary mulai terlihat menjadi panik. Ia tahu waktunya tidak lama lagi sebelum polisi tiba dan mengepungnya. Ia tidak berharap dapat keluar dari sini hidup-hidup, tetapi ia juga tidak mau pergi tanpa meninggalkan korban. Semua yang dimilikinya sudah musnah ... dan ia ingin agar Aleksis mati bersamanya.     

"Baiklah... kalau kalian berdua sangat ingin mati bersama Aleksis, aku akan mengabulkan keinginan kalian... Matilah kalian semuaaa!!!!"     

DOR!     

DOR!     

DOR!     

Terdengar bunyi tembakan berkali-kali dan jeritan histeris dari kerumunan.     

***     

Alaric menghantam tembok dengan tinjunya!     

Ia tidak sanggup mendengarkan lagi. Tadi bunyi panggilan telepon dari Aleksis membangunkannya dan saat melihat nama Takeshi di layar, kesadarannya segera pulih. Ia hendak menyapa Aleksis ketika suara-suara di ujung telepon sana membuatnya sadar bahwa Aleksis sedang dalam keadaan terancam.     

Ia mendengarkan baik-baik apa yang terjadi dan segera bisa mendapat gambaran bahwa ada seorang gadis berbahaya yang mengancam Aleksis dengan todongan senjata. Ia mengerutkan kening saat mendengar suara Nicolae yang bergerak melindungi Aleksis, lalu suara seorang pemuda lainnya yang berusaha menenangkan pengancam.     

Otaknya segera berpacu memikirkan apa yang dapat ia lakukan dari jarak 12 ribu kilometer jauhnya. Dadanya sakit memikirkan istrinya terancam bahaya dan ia tak ada di sana untuk menolongnya. Apa yang harus ia lakukan... apa yang harus ia lakukan...     

Belum sempat ia menghubungi siapa pun, tiba-tiba terdengar suara letusan pistol berkali-kali.     

"Aleksiiis!!!" Tanpa sadar Alaric menjerit memanggil nama Aleksis. Ponsel terjatuh dari tangannya dan tinjunya menghantam tembok hingga menyebabkan buku-buku jarinya berdarah. Kepalanya memusing karena memikirkan berbagai skenario terburuk.     

***     

Semua orang sudah tiarap ke tanah dan hanya menyisakan lima orang yang masih berdiri; Aleksis yang terpaku di tempatnya -tidak mampu bergerak, Nicolae yang menutup matanya dengan wajah ngeri saat ia melihat Rosemary mengarahkan pistolnya dan mulai menembak berkali-kali, Terry yang menutup wajahnya dengan tangan dan siap untuk mati, Rosemary yang masih ternganga karena kaget saat tiba-tiba tangannya dipiting ke belakang oleh seseorang dengan begitu cepat dan tembakan pistolnya diarahkan ke atas, dan Lauriel yang berdiri di belakang Rosemary dengan satu tangannya mencengkeram leher gadis itu, sementara tangan satu lagi memiting lengan Rosemary ke balik punggung.     

Pistol gadis itu telah terjatuh setelah melepaskan empat tembakan.     

"Kau tidak boleh menyentuh anak-anakku," desis Lauriel di telinga Rosemary dengan suara sedingin es. Seketika gadis itu merasa jantungnya seolah lepas dan ia menjadi sangat ketakutan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.