The Alchemists: Cinta Abadi

Keputusan Caspar



Keputusan Caspar

0Akhirnya pagi menjelang di Singapura, dan Aleksis masih belum sadarkan diri. Caspar memutuskan untuk membawa Aleksis pulang.     

Sementara itu sudah pukul 10 malam ketika Alaric tiba di Jerman. Pavel menunggunya di bandara dengan mobil yang membawa mereka ke sebuah rumah besar di bagian timur kota Berlin yang khas dengan bangunan-bangunan bergaya Soviet.     

"Tuan sebaiknya istirahat dulu, orang-orang kita akan menemui Anda besok pagi," kata Pavel berusaha membujuk Alaric untuk tidur. Ia menuang segelas brandy dan menaruh obat tidur di piring kecil di sebelah gelasnya. Ia sudah mengetahui apa yang terjadi dan ia mulai kuatir karena ia belum pernah melihat Alaric bersikap seperti ini sebelumnya. Pavel sadar gadis itu sangat penting bagi bosnya.     

"Pavel... sudah berapa lama kau bersamaku?" tanya Alaric tiba-tiba.     

Pavel agak terkejut mendengar pertanyaan Alaric. "Sudah lebih dari 25 tahun, Tuan. Kita bertemu di Ceko dan aku sudah menemani Anda selama lebih dari seperempat abad."     

Alaric tersenyum tipis, yang membuat ekspresinya sulit dimengerti karena sepasang matanya tampak seperti melihat ke arah yang sangat jauh. "25 tahun, dan tidak sekalipun kau pernah bertanya kenapa aku tidak menua."     

Pavel tidak menjawab.     

Alaric mengambil obat tidurnya dan meminumnya dengan seteguk brandy. "Kau tahu kenapa?"     

"Aku tidak tahu," akhirnya Pavel menjawab pelan. "Tetapi aku mengira itu sebabnya Tuan selalu menjaga jarak dengan kami selama ini. Tuan tidak mau terlalu dekat dengan orang-orang yang nanti akan meninggalkan tuan sendiri karena kami akan menua dan mati."     

Dari dulu Pavel selalu bicara terus terang kepada Alaric, dan ia tidak bermanis-manis bila ada hal yang ingin disampaikannya, sehingga Alaric mengerti bahwa kali ini pun Pavel berkata jujur.     

"Kau benar. Aku berterima kasih karena kalian setia dan mengikutiku tanpa syarat." Alaric menghabiskan brandy-nya lalu memejamkan mata seolah memikirkan sesuatu untuk waktu yang lama. "Misi besok adalah yang terakhir untuk Rhionen Assassins. Selama seminggu terakhir ini aku telah membuat kalian melakukan tindakan-tindakan yang didasari alasan personal, dan itu bukan hal yang baik. Aku tidak pantas lagi menjadi pimpinan kalian. Aku sudah tidak bisa bersikap profesional sejak aku mengenal Aleksis, dan sekarang segala sesuatu yang kulakukan adalah demi dirinya..."     

Pavel tidak membantah pernyataan itu. Di satu sisi ia sungguh berharap Alaric bisa kembali menjadi seperti dirinya yang biasa, tetapi di sisi lain ia baru pertama kalinya melihat Alaric sungguh-sungguh bahagia. Mengapa Alaric tak bisa mendapatkan semuanya?     

"Aku akan beristirahat, besok pagi aku ingin kalian sudah berhasil menculik Kurt Van Der Ven dan membawanya kemari. Jangan berlaku kasar kepadanya, aku hanya ingin mendapatkan informasi. Jangan anggap remeh pengamanannya, karena bagaimanapun Kurt itu memiliki hubungan dengan keluarga Schneider. Aku mau kau mengirim kedelapan orang kita untuk menjemputnya, aku tidak mau mengambil risiko kegagalan kali ini. Waktu kita terbatas."     

Ia kemudian bangkit dan masuk ke kamarnya untuk tidur. Pavel mengangguk paham dan segera menghubungi orang-orangnya.     

Malam itu Alaric bermimpi buruk berkali-kali.     

***     

Di Singapura, akhirnya setelah mempelajari kondisi Aleksis dengan saksama Caspar mempertimbangkan bahwa tempat terbaik untuk merawat anaknya hingga pulih adalah di rumah peristirahatan mereka yang indah di Grindelwald, Swiss, yang dikelilingi pegunungan dan udaranya sangat segar. Ia memberitahukan keputusannya setelah mereka semua makan pagi terburu-buru di sebelah ruangan Aleksis.     

"Aku belum pernah melihat kasus ada pasien yang cedera batang otak separah ini dapat pulih..." kata Nicolae tiba-tiba, membuat semua orang menoleh kepadanya, "A.. aku tidak bermaksud pesimis, tapi kalo diizinkan, dan kalian tidak menganggapku lancang... Apakah aku boleh ikut dan mengamati perkembangan pemulihannya?"     

Caspar yang dari semalam tidak terlalu memperhatikan Nicolae, kini mulai memusatkan perhatiannya kepada pemuda itu. Ia sudah mendengar dari Lauriel bahwa ternyata ia memiliki seorang anak laki-laki, dan kini Caspar bisa melihat betapa miripnya Nicolae dengan Lauriel. Ia segera membuat penilaian di kepalanya tentang pemuda ini.     

"Kau adalah... Nicolae, bukan?" tanya Caspar.     

Nicolae buru-buru mengulurkan tangan untuk menyalami Caspar dan memperkenalkan diri, "Maaf, situasinya seperti ini, aku belum sempat memperkenalkan diri dengan baik. Namaku Nicolae... Aku teman Aleksis, kebetulan aku juga sebenarnya adalah seorang dokter, dan aku berharap bisa belajar banyak dari proses penyembuhan Aleksis nanti..."     

Lauriel mendeham, menambahkan, "Ini Nicolae Medici, dia anakku yang aku ceritakan. Ia sangat menguatirkan Aleksis dan sudah beberapa kali menyelamatkannya..."     

"Menyelamatkannya? Apakah Aleksis pernah terancam bahaya lain sebelumnya?" tanya Caspar kuatir.     

"Uhm ... hanya kesalahpahaman saja, tidak ada yang parah," kata Nicolae cepat-cepat.     

"Kau tertembak di bahu, kalau pelurunya tidak meleset kau sekarang pasti sudah mati," kata Lauriel sambil menatap Nicolae, "Itu bukan kesalahpahaman yang ringan."     

Caspar menatap mereka bergantian dengan wajah tegang. "Kenapa tidak ada satu pun yang memberitahuku apa yang terjadi? Kalian anggap aku ini apa?"     

Terry yang menyadari Caspar sudah menjadi marah buru-buru ikut campur untuk menenangkan suasana, "Paman, jangan marah. Semua itu sudah berlalu dan tidak penting. Yang terutama sekarang adalah memastikan Aleksis mendapatkan perawatan terbaik dan bisa pulih."     

Pandangan Caspar kini beralih kepada Terry, "Kalian menyembunyikan sesuatu dariku, saatnya untuk menceritakan semuanya sebelum aku mengetahui sendiri apa yang terjadi."     

Nicolae dan Terry saling pandang. Mereka tahu mereka tidak punya pilihan selain menceritakan semua yang mereka ketahui kepada Caspar.     

Sebelum salah satu dari mereka dapat membuka mulut, Jadeith telah masuk ke dalam ruangan perawatan. Wajahnya tampak tenang seperti biasa, tetapi sorot matanya menyiratkan ada sesuatu yang buruk terjadi.     

"Kau bawa berita apa?" tanya Caspar tidak sabar.     

"Hmm... nama gadis itu Rosemary Lin, dia adalah mahasiswa di kampus yang sama dengan Nona Besar. Ayahnya adalah kepala mafia setempat dan dua malam yang lalu seisi kelompoknya dibantai oleh seseorang. Keesokan harinya Rosemary datang ke kampus dan mengancam Nona Aleksis. Sepertinya ia menyalahkan Nona atas apa yang menimpa keluarganya."     

"Kau tahu siapa yang membantai kelompok mafia itu?" tanya Caspar penasaran. Ia tak mengira sampai ada kelompok mafia yang terlibat.     

"Rhionen Assassins," jawab Jadeith singkat. Wajah Caspar tampak sangat terkejut.     

"Kau tahu dari mana? Dan mengapa mereka mengincar kelompok seperti itu? Biasanya mereka hanya membunuh perorangan berdasarkan kontrak yang mereka terima. Mereka bukan tipe gangster yang membunuh per kelompok."     

"Mereka sengaja meninggalkan tanda, Tuan. Dengan tujuan supaya tidak ada yang berani membalas dendam atau menyelidiki kasus ini."     

Caspar mengerutkan keningnya kebingungan, "Jadi Kelompok mafia itu telah menyinggung seseorang dan Rhionen Assassins diperintahkan untuk membantai mereka. Tetapi apa hubungannya dengan Aleksis?"     

"Maaf, aku tak bisa mendapatkan informasinya. Rosemary Lin ditemukan mati di tahanan polisi tadi subuh dengan banyak luka di tubuhnya."     

"KIta keduluan," desis Caspar. Ia menoleh lagi ke arah Terry dan Nicolae. "Kalian tadi mau menceritakan sesuatu yang penting?"     

Keduanya mengangguk.     

"Ada hubungannya, Paman... " jawab Nicolae. "Ada hubungannya antara pembantaian kelompok mafia itu dengan apa yang terjadi kepada Aleksis."     

"Benarkah?"     

"Benar. Jadi, Rosemary meminta ayahnya untuk menculik Aleksis karena suatu alasan. Itulah yang membuat Rhionen Assassins menghukum mereka - karena mereka berniat menculik Aleksis itu. Setelah mengetahui bahwa seisi kelompok ayahnya tewas dibantai, Rosemary menjadi sangat marah dan mengancam Aleksis di kampus." kata Nicolae memberi penjelasan. "Rosemary menyalahkan Aleksis atas pembantaian keluarganya."     

"Aku masih tidak mengerti kenapa Rhionen Assassins sampai turun tangan dan apa hubungan mereka dengan Aleksis..." Caspar menyipitkan mata, memandang kedua pemuda itu dengan sangat serius, "Aku tidak suka informasi sepotong-sepotong."     

Karena Nicolae dan Terry tidak ada yg buka suara, akhirnya Lauriel yang angkat bicara.     

"Caspar... Kau masih ingat Pangeran Siegfried?"     

"Tentu saja." Caspar mengangguk. "Aleksis memaksa membawa anjingnya ke Singapura. Ada apa dengan anjing itu?"     

Nicolae tak dapat menahan kekagetannya, astaga.. Jadi anjing itu sungguh-sungguh dinamai Pangeran Siegfried oleh Aleksis. Dia pikir waktu itu Aleksis hanya bercanda.     

"Uhmm.. Pangeran Siegfried Besar, Paman, bukan yang kecil..." kata Terry pelan.     

"Oh.." Barulah Caspar menyadari apa yang telah terjadi. Wajahnya kemudian berubah menjadi sedih. Ia menoleh ke arah anaknya yang terbaring kaku di tempat tidur dan menggeleng-geleng. "Duh... Aleksis. Baru dua minggu kau lepas dari pengawasan Papa kenapa kau sudah bergaul dengan orang berbahaya?"     

Ia menarik napas panjang lalu memerintahkan Jadeith memanggil dokter rumah sakit.     

"Panggil dokter kemari. Sebelum kita berangkat aku ingin rumah sakit mengeluarkan surat kematian untuk Aleksis."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.