The Alchemists: Cinta Abadi

Rencana baru Aleksis



Rencana baru Aleksis

Mereka makan dengan tenang sambil berbincang-bincang tentang peristiwa yang baru terjadi belakangan ini. Nicolae hanya mendengarkan sambil sibuk mengutak-atik berbagai jaringan di laptopnya dan mengumpulkan semua berita dari informannya.     

Satu jam kemudian ia menutup laptopnya dengan puas lalu mengambil gelasnya dan menghabiskan wine-nya dalam sekali teguk.     

"Bagaimana?" tanya Aleksis dengan penuh perhatian.     

"Sudah. Namaku bukan Wolf kalau tidak bisa mengumpulkan data yang aku butuhkan dalam waktu singkat," jawab Nicolae sambil tersenyum lebar. "Mereka pikir mereka bisa menutupi jejak kotor mereka. Kebetulan sekali ada beberapa kasus besar di masa lalu yang bisa kuhubungkan dengan mereka. Polisi pasti sangat senang menerima begini banyak bukti untuk memenjarakan banyak anggota mafia kecil ini."     

'Kau hebat!" seru Aleksis kagum. "Kau bisa mengajariku bagaimana meretas sepertimu?"     

"Tentu saja. Kapan kau mau belajar, bilang saja. Aku akan datang."     

Nicolae sangat senang karena kemampuannya berhasil membuat Aleksis terkesan.     

"Aku besok cuma ada satu kelas pagi, setelah itu aku luang."     

"Eh... kau sungguh-sungguh mau belajar teknologi informasi?" tanya Nicolae keheranan. "Kupikir kau tidak suka dengan jurusanmu."     

"Bukan begitu... aku tadi memang hanya asal pilih jurusan saja, yang penting aku bisa kuliah di Singapura. Tapi setelah melihat apa yang bisa kau lakukan, aku jadi tertarik ingin belajar."     

Terry baru ingat bahwa Nicolae memang kakak kelas Aleksis di jurusan Manajemen Informasi, tetapi ia juga tahu adiknya itu sama sekali tidak peduli dengan kuliahnya. Gadis itu sudah belajar secara pribadi kepada berbagai ilmuwan besar dunia dan sangat pintar. Ia tidak perlu datang ke kelas dan belajar di kampus seperti yang sekarang dia lakukan.     

Dalam hati Terry bertanya-tanya, apakah Aleksis mulai memperhatikan Nicolae sebagai pria dan tertarik untuk lebih mengenalnya. Kalau memang itu yang terjadi, tentu semua orang akan merasa lebih tenang.     

Terry sendiri lebih menyukai Aleksis bersama Nicolae, walaupun dulu Nicolae adalah musuh bebuyutannya. Ia tak tahu seperti apakah Pangeran Siegfried itu, tetapi yang jelas kalau ada pemuda yang demikian pintar dan baik seperti Nicolae, apalagi anaknya Lauriel, untuk apa mengejar seorang manusia biasa yang sudah lebih tua dan sebentar lagi akan menua dan mati?     

Terry berharap akal sehat Aleksis akan kembali pulih.     

"Uhm... oke. Aku bisa mengajarimu. Aku akan datang ke penthouse besok," kata Nicolae dengan suara yang tak dapat menyembunyikan rasa senangnya.     

"Terima kasih!" Aleksis mengangguk gembira.     

Dari sudut matanya ia bisa melihat pandangan Lauriel yang menyembunyikan rasa bahagia karena Aleksis semakin akrab dengan Nicolae. Dalam hati Aleksis hanya bisa meminta maaf diam-diam kepada ayah angkatnya.     

'Maafkan aku, Paman Rory. Seandainya aku bertemu Nico dulu, mungkin aku akan jatuh cinta kepadanya... Anakmu itu sangat mengagumkan. Tapi aku sudah jatuh cinta kepada Alaric dan kami sudah menikah.. Aku tak bisa membiarkan Papa membawaku pulang sebelum suamiku kembali. Aku harus membuat kalian semua mengira aku menyukai Nico...'     

Ia meminum habis wine-nya lalu meminta diisi kembali. Hatinya gundah sedari tadi. Ia sudah memikirkan rencana baru untuk mengalihkan perhatian keluarganya dari 'Pangeran Siegfried'. Ia akan mendekati Nicolae.     

Beberapa hari lagi ayah dan ibunya akan datang ke Singapura. Ia harus bisa menghilangkan kecurigaan mereka terhadap Pangeran Siegfried... kalau tidak mereka pasti akan memaksa membawa Aleksis pulang.     

"Ya ampuun, sudah hampir jam 11 malam. Sebaiknya kita pulang sekarang, besok aku banyak kerjaan," guman Terry. Ia merentangkan tangannya dan menguap lebar. "Hari ini sungguh sangat melelahkan."     

Semua setuju dengan Terry. Sepuluh menit kemudian mereka sudah kembali ke penthouse dan Aleksis mengantar Terry dan Nicolae ke pintu sambil menggendong anjingnya.     

"Hati-hati di jalan. Sampai besok di kampus."     

"Kau juga istirahat ya," Terry mengacak rambut Aleksis yang sudah rapi lalu kabur ke lift. Adiknya itu hanya bisa mengomel.     

Aleksis masuk ke kamarnya dan menyalakan musik lalu meredupkan lampu. Ia membaringkan Pangeran Siegfried Kecil di kasurnya di sudut ruangan lalu ia sendiri menghempaskan diri di tempat tidurnya. Dengan hati berbunga-bunga Aleksis mengambil ponsel Takeshi dari sakunya dan mulai memencet satu-satunya nomor telepon di sana.     

Alaric mengangkat teleponnya setelah deringan kedua.     

"Hallo Sayang, kenapa baru menelepon? Kau tidurnya malam sekali..." tanya Alaric dengan nada kuatir.     

Aleksis terkikik senang mendengar suara Alaric yang mengkuatirkannya. "Iya, baru bisa tidur. Ada banyak hal yang mengerikan terjadi di sini."     

Ia lalu menceritakan asal mula masalahnya dengan Rosemary dan bagaimana tadi ia sangat kuatir akan terjadi apa-apa dengan Terry. Apalagi Terry adalah kakaknya satu-satunya dan ia tidak bisa membayangkan betapa ia akan sangat sedih bila harus kehilangan Terry.     

"Kakak..?" Alaric teringat beberapa foto yang dia terima tadi siang, saat Aleksis bersama dua orang pemuda. Ia dapat menduga salah satu dari pria itu adalah Kakak Aleksis, karena wajah mereka memiliki kemiripan.     

Hm.., seulas senyum muncul di wajah Alaric.     

Sekarang ia mengerti mengapa Aleksis sangat akrab dengan kedua pemuda itu. Satu adalah adalah kakaknya, dan yang seorang lagi adalah anak dari ayah angkatnya...     

Sekarang ia bisa melihat betapa semuanya berhubungan. Ia tidak perlu menguatirkan apa pun...     

"Jadi bagaimana urusanmu di Inggris? Kapan pulang?" tanya Aleksis kemudian. "Kita bisa ganti ke mode video saja? Aku rindu ingin melihatmu."     

"Kenapa kau harus melihatku?" tanya Alaric pura-pura tidak mengerti. Ia mulai senang menggoda Aleksis.     

"Aku ini orangnya pelupa, kalau kau tidak mau bercakap-cakap lewat video jangan salahkan aku kalau nanti kau pulang aku sudah tidak ingat lagi bentukmu seperti apa..." omel Aleksis. Tanpa menunggu persetujuan Alaric ia memencet tombol proyektor pada ponsel Takeshi. Ia ingin melihat Alaric sedang berada di tempat seperti apa. Sayangnya Alaric tak dapat menerima panggilan videonya dari Aleksis dan membuat gadis itu menjadi sebal. "Kenapa panggilan videoku ditolak?"     

Alaric mendeham, "Maaf aku tidak bisa memakai mode proyektor di sini. Aku sedang ada conference call di ruang meeting. Orang-orang akan pingsan kalau melihat wajahmu tiba-tiba muncul di sini."     

Tanpa sadar Aleksis menutup mulutnya dengan kaget. Astaga... Berarti dari tadi ia sudah mengganggu rapat Alaric dengan orang lain dan ia terus saja menyerocos tanpa menanyakan apa yang sedang suaminya itu lakukan.     

"Astaga... maafkan aku. Seharusnya kalau kau sibuk tinggal bilang, aku tidak akan menelepon," gumam Aleksis dengan rasa bersalah. "Maaf aku tadi tidak bertanya dulu."     

"Ahaha.... tidak apa-apa. Kan aku yang menyuruhmu meneleponku sebelum kau tidur, tentu saja aku harus mengangkatnya." kata Alaric menenangkan.     

"Iya, tapi seharusnya aku SMS dulu untuk menanyakan apakah kau sibuk atau tidak. Hmm.. kalau begitu besok pagi waktu Inggris kau telepon aku ya. Malam waktu Singapura aku yang akan meneleponmu. Semoga besok kita berdua sama-sama tidak sibuk," kata Aleksis akhirnya. "Aku tidak enak mengganggu kau sedang bekerja."     

Dalam hatinya ia sebenarnya malu sekali, sudah mencerocos sendiri selama hampir 15 menit sebelum bertanya Alaric sedang apa.     

"Kau serius? Sudah cukup bicaranya?" tanya Alaric memastikan.     

"Iya, sudah. Besok lagi yaaa.. aku tidur dulu. Selamat rapat. Jaga kesehatan baik-baik." kata Aleksis untuk mengakhiri panggilannya.     

"Itu saja?" tanya Alaric lagi.     

Aleksis tersenyum malu-malu, kemudian berbisik, "Aku mencintaimu."     

"Aku juga mencintaimu. Selamat tidur." kata Alaric sambil tersenyum di ujung sana.     

Ia menutup teleponnya dan kembali menoleh ke arah tengah ruangan, tempat para direksinya di Uni Eropa berkumpul dari berbagai negara dalam panggilan conference. Dari 6 orang yang hadir secara virtual semuanya tampak terkejut dan bertanya-tanya karena tadi selama 15 menit bos mereka tiba-tiba menghentikan rapat untuk menerima panggilan telepon, dan ia tampak tersenyum beberapa kali.     

Mereka hampir tak pernah melihat pria itu tersenyum baik saat ia memakai topengnya dan hari ini setelah melepasnya di depan mereka. Ini sungguh merupakan pemandangan langka.     

Hanya Pavel yang dapat mengira-ngira siapa gerangan yang barusan menelepon bosnya.     

***     

Aleksis bangun dengan perasaan bahagia. Ia tak menyangka tidur setelah mendengarkan suara Alaric ternyata membuat perasaannya sangat senang sehingga ia bisa tidur nyenyak dan bermimpi indah.     

Ia terkikik geli saat mengingat-ingat mimpinya tadi malam. Ia dan Alaric tinggal di sebuah pedesaan cantik di Swiss dan mereka membesarkan segerombolan biri-biri yang lucu, dengan Pangeran Siegfried Kecil berlarian mengejar angsa di lapangan rumput hijau dengan latar belakang pegunungan biru yang puncaknya bersaput salju, dan ada beberapa air terjun di belakang rumah mereka yang indah.     

Mereka mempunyai tiga orang anak yang lincah dan berlarian kesana kemari, merepotkan Alaric untuk menangkapi mereka, sehingga suaminya itu sama sekali tak punya waktu untuk memikirkan bagaimana caranya menguasai dunia... Kehidupannya hanya akan berpusat pada anak-anak mereka yang menggemaskan.     

Hahahaha... sungguh mimpi yang indah sekali bila menjadi kenyataaan, pikir Aleksis.     

Pemikiran itu membuatnya merasa sangat bahagia dan tersenyum sepanjang hari. Lauriel yang melihatnya melamun dengan cengiran yang tidak hilang-hilang saat menghadapi sarapan di meja makan hanya bisa geleng-geleng kepala dan menepuk bahunya saat kepala gadis itu hampir oleng menghantam kursi karena ia asyik melamun.     

"Kau sepertinya sedang senang sekali," komentar Lauriel.     

"Uhmm... ahahaha... masa sih, Paman? Aku kan memang selalu senang," jawab Aleksis sekenanya.     

"Habiskan sarapanmu, Paman yang akan mengantarmu ke kampus. Paman harus memastikan kau tidak kenapa-kenapa di kampus, sampai datang pengawal tambahan untukmu," kata Lauriel sambil mengambil kunci mobil dari atas meja.     

"Ehhh... Paman akan mengantarku? Astaga... tidak usaaahhh.. Aku tak mau merepotkan Paman." kata Aleksis cepat-cepat. "Ada Carl dan Sascha... sudah cukup. Di kampus juga ada Nico..."     

"Tidak merepotkan, kok. Paman hanya ingin memeriksa bagaimana sekolahmu itu mengatur keamanannya, siapa tahu ada yang bisa Paman perbaiki. Apalagi nanti Esso dan Petra akan datang, mereka bisa memberi masukan pengamanan yang lebih baik."     

"Oh... ya, kemarin Paman bilang ada dua wolf pack yang bisa mampir kemari. Keren sekali!"     

Lauriel mengangguk. "Sudah siap berangkat?"     

"Sudahhhh..." Aleksis mencomot beberapa telur dan buah dan memasukkannya ke dalam kotak bekal untuk camilan tambahan lalu buru-buru memakai sepatu. Ia mencium Pangeran Siegfried Kecil dan pamitan pergi.     

"Ahhh.. aku merasa seperti anak sekolahan biasa yang diantar ayahnya ke sekolah..." komentar Aleksis sambil tertawa.     

Lauriel tersenyum mendengarnya. Orang luar pasti tidak akan menyangka mereka adalah ayah yang sedang mengantar anaknya bersekolah, karena mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang pergi ke kampus bersama-sama. Keduanya berjalan bergandengan menuju lift dan turun ke lantai parkir di basement.     

Carl dan Sascha yang siap menunggu Aleksis dengan mobil biasanya tampak terkejut melihatnya gadis itu turun dengan Lauriel.     

"Tuan ikut?" tanya Sascha.     

"Beda mobil. Paman Rory akan menyetir sendiri, kalian ikuti kami dari belakang saja seperti biasa," kata Aleksis cepat-cepat.     

Ia masih ingat waktu kemarin berangkat ke kampus bersama Nicolae dengan mengikuti Carl dan Sascha di mobil Mercedes anti pelurunya, tanpa ia dapat mencegah, Carl yang polos telah membongkar banyak rahasianya tentang Pangeran Siegfried di depan Nicolae.     

Ia tak dapat mengambil risiko itu dengan Lauriel di dalam mobil yang sama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.