The Alchemists: Cinta Abadi

Terry dan Nic (2)



Terry dan Nic (2)

0Hari yang dinanti-nantikan itu pun tibalah. Karena pesawat charter yang mereka pesan terkena badai pasir, Nicolae dan Terry terpaksa harus berkendara ke bandara terdekat dan akhirnya ketinggalan pesawat mereka ke Italia.     

"Apa tidak ada pesawat yang kosong yang bisa kami pesan untuk ke Roma?" tanya Terry kepada petugas check in yang menolak mereka untuk naik ke pesawat yang baru saja berangkat tadi.     

"Maksudnya kursi kosong?" tanya petugas itu membenarkan ucapan Terry. "Uhmm... pesawat berikutnya ke Roma berangkat besok siang."     

Terry menggeleng tidak sabar. "Pesawat yang kosong, aku mau memesan satu pesawat untuk membawa kami ke Roma."     

Nicolae hanya tertawa melihat pandangan bingung si petugas yang mengira pemuda di depannya itu sudah gila karena memesan satu pesawat kosong.     

Terry tidak punya pilihan lain karena mereka tidak dapat meminta dikirim pesawat pribadi untuknya ke Ulaan Bator dari Eropa atau Amerika, sebab jaraknya terlalu jauh dan ketika pesawat itu tiba mereka sudah akan terlambat untuk datang ke pesta penting yang sudah susah payah diadakan Lauriel.     

Petugas itu tampak terpaku tidak dapat berkata apa-apa untuk beberapa lama, hingga Terry terpaksa memanggil atasannya.     

"Ada apa, Tuan?" tanya manajer operasional dengan wajah berkerut. Ia tak mengerti kenapa dua anak muda yang berpenampilan agak lusuh ini memanggilnya sementara anak buahnya berdiri terpaku kebingungan.     

"Kami ketinggalan pesawat ke Roma, padahal ada acara sangat penting yang harus kami hadiri. Kami tidak bisa terbang ke tempat lain dulu dan kemudian lanjut ke Roma. Aku mau menyewa satu pesawatmu untuk membawa kami ke sana. Ada yang kosong?"     

Giliran si manajer yang termangu-mangu mendengar permintaan pemuda tampan nan aneh ini. Secara sepintas lalu Terry dan Nicolae terlihat seperti mahasiswa yang sedang berlibur ala backpacker di Mongolia.     

Pakaian keduanya agak lusuh karena harus melintasi gurun dengan mobil jip untuk mencapai bandara akibat terlambatnya pesawat charter yang mereka pesan. Sama sekali tidak terlihat seperti orang kaya yang mampu memesan pesawat pribadi.     

Akhirnya Terry terpaksa mengeluarkan kartu namanya dan membuat baik manajer dan petugas check in membelalakkan mata mereka karena terkejut.     

Terrence Chan - VP Schneider Group.     

Orang semuda ini adalah wakil presiden di Grup perusahaan raksasa itu? Benarkah???     

Setelah membuat panggilan telepon untuk memastikan semuanya, dengan tergopoh-gopoh sang manajer segera memandu Terry dan Nicolae ke ruang tunggu VVIP dan menyediakan sendiri minuman untuk mereka.     

"Uhmm... saat ini tidak ada pesawat kosong, Tuan. Tapi ada pesawat yang sedang menuju ke Paris dalam dua jam. Kami akan meminta pilot untuk terbang langsung ke Roma dan mengantar Anda berdua, baru melanjutkan ke tujuan semula. Bagaimana, Anda tidak keberatan?"     

Terry mengangguk. "Tidak apa-apa, tetapi apakah penumpangnya juga ikut kami ke Roma? Bukankah mereka akan protes?"     

"Tidak apa-apa. Kami menjelaskan kepada mereka ada situasi darurat sehingga pesawat harus berhenti di Roma."     

"Baiklah, kau bisa menagihkan semuanya ke asistenku, Lee." Terry menyerahkan kartu nama asistennya kepada sang manajer.     

"Oh... tidak apa-apa, Tuan. Kami hanya akan menagihkan biaya bandara saja kepada Anda, karena pendaratan di Roma tadi. Selebihnya, anggap saja sebagai hadiah dari kami untuk Schneider Group."     

Sambil tersenyum manis sekali manajer itu undur diri.     

Nicolae memukul bahu Terry sambil tertawa, "Astaga.. kau ini sudah jadi orang besar sekarang ya..."     

"Hei, kalau tidak begitu, kita tidak akan tiba tepat waktu di pesta ulangtahunmu sendiri ya..." balas Terry sewot. "Sudah kubilang jangan mepet-mepet memesan penerbangan, karena cuaca di Mongolia tidak bisa diprediksi. Gara-gara kau hampir saja aku kehilangan satu bulan gaji untuk memesan pesawat tadi."     

"Baiklah, Bapak VP yang terhormat. Aku akan mendengarkan kata-katamu," kata Nicolae sambil tertawa.     

"Ngomong-ngomong, nanti di Roma kita harus membeli pakaian baru," komentar Terry sambil memandang Nicolae dari kepala hingga kaki dengan sorot mata seperti seorang editor fashion yang kecewa melihat penampilan orang kampung, "Paman Lauriel akan membenciku kalau tahu aku membawamu pulang dengan penampilan seperti gelandangan."     

Nicolae setuju bahwa kali ini petualangan mereka membuat keduanya terlihat lusuh dan menyedihkan. Ia hanya tertawa sambil memukul Terry. "Rupanya kau perlu kaca!"     

"Heii... aku sih tidak perlu tampil ganteng ya, tapi kau. Kau tahu Paman Lauriel mengundang banyak gadis cantik ke pestamu untuk mencarikanmu jodoh?"     

Nicolae menyemburkan wine yang sedang diminumnya ke wajah Terry karena kaget.     

Ia sama sekali tidak mengira ayahnya akan berbuat sejauh itu.     

"A.. apa kau bilang???"     

"Ups...." Terry tampak pura-pura lupa ia barusan keceplosan memberi tahu Nicolae tujuan sebenarnya Lauriel mengadakan pesta ulang tahun itu, sambil melap wajahnya dengan sapu tangan. Ia sudah mendengar dari Aleksis tentang daftar undangan yang mengesankan itu. Begitu banyak gadis cantik yang akan datang... Seharusnya ini menjadi kejutan untuk Nicolae.     

Tetapi seperti biasa, Terry dan mulut besarnya mengacaukan keadaan.     

"Ayah sudah keterlaluan. Dia pikir aku tidak bisa mencari kekasih sendiri?" keluh Nicolae.     

"Uhm... kupikir bukan itu, Nic," kata Terry sungguh-sungguh, "Paman Lauriel takut kau masih patah hati karena adikku. Dia hanya ingin kau terhibur saat datang ke pesta."     

"Oh..." Nicolae akhirnya mengerti.     

"Apa kau masih patah hati?" tanya Terry dengan penuh perhatian.     

Nicolae tidak menjawab. Ia seketika teringat gadis cantik bermata biru hijau yang dulu selalu memenuhi hatinya. Ia mencintai gadis itu dan rela melakukan apa pun untuknya. Tetapi apa daya, ia terlambat, Aleksis telah jatuh cinta kepada pria lain, menikah dengannya dan sekarang sudah memiliki dua anak darinya.     

Nicolae pergi untuk menyembuhkan hatinya, dan selama hampir enam tahun ini ia pergi bertualang keliling dunia untuk menyibukkan diri. Ia berusaha tidak mencari tahu kabar Aleksis sama sekali. Selama tidak ada kabar buruk yang diterimanya, ia tahu gadis itu baik-baik saja.     

Tetapi apakah patah hatinya kini sudah sembuh? Ia sendiri tidak tahu.     

Mereka akhirnya naik pesawat menuju Paris yang dialihkan ke Roma dua jam kemudian. Sepanjang perjalanan Terry enak saja tidur di bangku first classnya, sementara Nicolae resah memikirkan bagaimana ia harus bersikap ketika bertemu Aleksis di pesta ulang tahunnya. Gadis itu pasti datang karena ia adalah anak kesayangan Lauriel.     

Dan ia pasti datang ke pesta bersama anak-anaknya. Nicolae tak tahu apakah ia akan sanggup melihat kedua anak dari laki-laki yang merebut Aleksis darinya. Aaagghhh...     

"Tidurlah... nanti di pesta gadis-gadis itu akan kabur karena mengira kau vampir berkantung mata tebal," dengus Terry sambil membalikkan tubuhnya dan kembali tidur.     

"Vampir? Enak saja." Nicolae menjitak Terry, tetapi akhirnya ia memaksa diri tidur juga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.