The Alchemists: Cinta Abadi

Lima Tahun Kemudian



Lima Tahun Kemudian

0Untuk beberapa lama Marion hanya dapat menatap Jean dengan pandangan menyelidik. Ia sungguh tak bisa meraba apakah Jean sungguh-sungguh atau tidak. Dari matanya, terlihat Jean sangat serius. Suaranya juga terdengar serius.     

Tapi kan...     

Jean sendiri pernah bercerita bahwa ia sangat takut menikah apalagi punya anak karena trauma akibat perceraian orang tuanya.     

Bahkan ia pun putus dengan Billie karena ia tak mau menikah sementara Billie ingin sekali menikah dan membangun keluarga.     

Ahh... apakah mungkin Jean memang sudah berubah?     

Lagipula ini mungkin karena Jean sudah merasa nyaman bersama Marion, ditambah lagi ia tidak merasa didorong untuk memiliki anak. Jean sudah memiliki Terry dalam hidupnya, dan bersama Marion, kelima anjingnya sudah cukup mengisi hidup mereka.     

"Aku tidak suka digantung, kau harus segera memberiku jawaban," desak Jean.     

Astaga... orang ini menyebalkan sekali, pikir Marion. Ia ingat, bukankah Jean justru pernah menggantung hubungannya dengan Billie hingga belasan tahun? Kenapa sekarang justru ia memaksa Marion untuk memberikan jawaban secepatnya?     

"Kenapa buru-buru sekali sih minta jawabannya?" omel Marion "Memangnya kau mati kalau tidak bisa menunggu?"     

Ia menatap Jean dengan sepasang mata menantang, "Aku tidak mau asal menjawab iya. Kau mungkin akan berubah pikiran besok. Mungkin sekarang kau masih merasa euphoria karena tadi kita habis berhubungan intim, jadi pikiranmu masih berkabut."     

Ya, walaupun Marion sangat menyukai Jean...     

Tidak...     

Walaupun Marion jatuh cinta kepada Jean, ia tak mau akal sehatnya dikaburkan oleh lamaran Jean yang tiba-tiba seperti ini.     

Ia sangat tahu bahwa Jean selama ini tidak tertarik menikah.. tentu mengherankan kalau tiba-tiba ia melamar Marion setelah mereka tidur bersama.     

Jean melepaskan kedua tangan Marion yang tadi dijepitnya di dinding dan ia mendesah kecewa.     

"Kau tidak percaya kepadaku," ia mengangguk sedih. "Aku tahu aku punya reputasi buruk karena hubunganku dengan Billie kemarin."     

"Bukan itu..." Marion merasa bersalah, "Aku hanya ingin kau sungguh-sungguh yakin dengan apa yang kau inginkan. Aku sarankan kau untuk pergi dulu dan memikirkan semuanya baik-baik. Aku toh tidak keberatan kalau kita tinggal bersama dan tidak usah membahas pernikahan atau apalah namanya. Kau tahu aku tidak terburu-buru, aku ini seorang alchemist dan sejak dulu kami tidak pernah terburu-buru melakukan sesuatu. Aku hanya tidak ingin kau malu karena mengucapkan sesuatu yang tak dapat kau tepati."     

Jean mengangguk. "Aku mengerti."     

Ia melepaskan Marion dan berjalan ke kamar tamu untuk mengganti pakaian dan mengambil tasnya. Sepanjang itu pula Marion hanya dapat berdiri mematung memperhatikannya.     

Kenapa jadi begini?     

Barusan tadi Jean melamarnya, tetapi Marion hanya ingin agar pria itu memikirkan baik-baik permintaannya dan yakin dulu, dan kini Jean sepertinya ingin pergi...     

Duh... menyebalkan sekali.     

Menyebalkan!     

Jean keluar dari kamar dengan tasnya dan pakaian bepergian, lengkap dengan mantel musim dingin. Ia merangkul Marion sebentar dan mencium keningnya.     

"Aku akan pergi dan memikirkan baik-baik apa yang aku inginkan. Kau benar, aku seharusnya tidak sembarangan bicara," katanya dengan nada suara menyesal.     

Marion hanya menggigit bibirnya dan memandang Jean beranjak pergi.     

***     

LIMA TAHUN KEMUDIAN     

.     

Marion bangun pagi dengan sakit kepala seperti biasanya. Ia minum wine kebanyakan tadi malam bersama Alicia dan kini ia harus merasakan akibatnya. Duh... ia mengutuki dirinya sendiri karena tidak pernah belajar dari pengalaman.     

Tingkat toleransinya terhadap minuman beralkohol itu hanya dua gelas, tetapi setiap kali keluar bersenang-senang bersama Alicia ia akan kebablasan dan minum hingga beberapa gelas lebih banyak.     

Tentu saja ia tidak keluar minum sering-sering, maka kesempatan seperti itu biasanya ia manfaatkan semaksimal mungkin. Di rumah ia harus sangat menjaga kelakuannya, karena....     

"Aaaahhhhhhhhhhh...!!"     

Marion buru-buru melompat bangun dari tempat tidur dan segera berlari ke arah datangnya suara jeritan itu. Ia hampir menubruk Jean yang juga bergegas ke halaman belakang dari dapur. Pria itu mengenakan apron dan dari tubuhnya Marion bisa mencium sup hangover yang enak sekali.     

"Kenapa lagi dengan si Monyet Kecil?" tanya Marion kepada suaminya yang tampak sangat kuatir. Jean hanya menggeleng-geleng, tidak menjawab.     

Pertanyaan Marion segera terjawab ketika mereka tiba di halaman belakang dan menemukan seorang gadis kecil berambut ikal keemasan yang sangat menggemaskan tergantung di dahan pohon dengan pakaian overallnya. Gadis kecil itu tampak menggapai-gapai berusaha memanjat kembali ke dahan tempatnya barusan terjatuh.     

"Astaga, Jean-Marie... kau memanjat pohon lagi?" seru Jean dengan suara tidak percaya. Ia menoleh kepada Marion dengan mengerutkan keningnya, "Sudah kubilang dipotong saja pohonnnya."     

"Aishhh... kau ini. Pemanasan global diakibatkan orang-orang sepertimu yang hobinya memotong pohon," balas Marion pedas. "Seharusnya si Monyet Kecil yang kau ajari supaya tidak memanjat pohon lagi tanpa pengawasan orang dewasa."     

"Ambilkan tangga," kata Jean sambil berusaha menjangkau anaknya yang menggapai-gapai tangannya.     

Dengan setengah menggerutu Marion mengambil tangga segitiga dari gudang dan menaruhnya di samping Jean. Dengan cekatan pria itu memasang tangganya dan naik untuk meraih Jean-Marie. Dengan hati-hati ia mengangkat tubuh gadis kecil itu dari sangkutan dahan dan membawanya turun.     

"Terima kasih, Ayah..." Jean-Marie yang dipanggil Monyet Kecil oleh ibunya mencium pipi ayahnya dengan penuh terima kasih. Tentu saja Jean tak tega memarahi monyet kecilnya ini dan hanya bisa geleng-geleng kepala.     

Jean menggendong Jean-Marie di bahunya dan berjalan kembali masuk ke dapur. Sambil lalu ia mengingatkan Marion bahwa sup hangover telah tersedia untuknya.     

"Minum dulu supnya biar pusingmu hilang," katanya sambil mencium bibir Marion dan menghilang bersama anaknya. Marion hanya bisa mendesah.     

Seulas senyum segera mengembang menghiasi bibirnya dan Marion berjalan mengikuti mereka ke dapur.     

Memang kehidupan di rumah sangat membuatnya sibuk, hingga kesempatan untuk minum-minum di luar bersama Alicia terasa seperti pelepasan penat yang menyenangkan dan ia akan menghibur diri dengan minum berlebihan, tetapi sesungguhnya Marion tak mau menukar apa yang dimilikinya sekarang dengan apa pun. Hidupnya sangat bahagia.     

Jean selalu membiarkannya bersenang-senang dan mencari waktu untuk menenangkan diri, kadang malah ia akan mengajak Marion untuk berkencan hanya berdua saja, meninggalkan si Monyet Kecil dalam asuhan Alicia.     

Kalau Marion pulang karena kebanyakan minum, setiap pagi suaminya itu telah dengan setia menyediakan sup hangover yang sangat enak, dan ia akan mengurusi Monyet Kecil seharian hingga sakit kepala Marion menghilang.     

"Terima kasih," bisik Marion ke telinga Jean setelah ia menghabiskan supnya dan kepalanya terasa ringan dan bahagia.     

Jean hanya mengangguk dan menciumnya. "Tentu saja, Sayang."     

Ia mengacak rambut Marion dan berlalu dengan membawa Monyet Kecil ke kamarnya. "Kau kotor sekali, sekarang mesti mandi lagi untuk ketiga kalinya... Dasar."     

Jean-Marie tertawa manja sambil berusaha melepaskan diri dari tangan ayahnya.     

Marion hanya memandang keduanya dengan penuh haru. Ia ingat lima tahun yang lalu saat ia meminta Jean pergi untuk memikirkan lamarannya baik-baik dan baru kembali setelah ia benar-benar yakin atas apa yang ia inginkan.     

Jean memang pergi dan ia tidak kembali selama berbulan-bulan, yang membuat Marion hampir mengira Jean memang tidak serius dengan ucapannya. Nyatanya Jean kembali di musim panas dan kembali menyatakan cinta, dan kembali meminta Marion menikahinya. Ia benar-benar telah menyelidiki hatinya sendiri dan yakin dengan apa yang diinginkannya.     

Mereka menikah di akhir musim panas dan Jean-Marie lahir setahun kemudian. Hingga kini Marion masih menghindar dari orang-orang alchemist lainnya. Mereka bahkan tidak minta dinikahkan oleh Caspar sebagai ketua klan, dan memilih pernikahan konvensional di kapel manusia biasa.     

Jean berkali-kali mencoba melunakkan hati Marion agar mau menemui Lauriel, tetapi rupanya trauma di hati Marion membekas cukup dalam. Akhirnya Jean hanya bisa menunggu dan berharap suatu hari nanti Marion akan sembuh dan mau menemui teman-temannya.     

Saat ini kehidupan mereka berdua dengan kehadiran Jean-Marie sudah cukup membuatnya bahagia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.