The Alchemists: Cinta Abadi

Aku tidak bercanda, Marion! (17++)



Aku tidak bercanda, Marion! (17++)

0"Kau masih mau sup hangovernya?" bisik Jean sambil memeluk Marion yang berbaring lemas di dadanya. Gadis itu hanya tersenyum malu-malu sambil menggeleng.     

Sakit kepala yang tadi pagi dirasakannya saat baru bangun telah hilang entah kemana. Tadi mereka bercinta beberapa kali hingga keduanya kelelahan. Lelah... tetapi bahagia. Mungkin hormon dopamin yang dihasilkan otaknya akibat kegiatan bercinta mereka sanggup mengusir semua rasa sakit di kepala Marion dan juga kesedihannya.     

Ia tak dapat menggambarkan perasaannya saat ini. Ia merasa tidak ada yang lebih penting di dunia ini baginya daripada Jean, dan tidak ada tempat yang lebih diinginkannya selain di dalam pelukan pria itu.     

Marion sadar ia belum pernah merasa seperti ini sebelumnya. Untuk pertama kalinya ia yakin bahwa ia benar-benar jatuh cinta. Bahkan kekagumannya kepada Lauriel dulu, tidak sebanding dengan perasaannya yang meluap-luap untuk Jean saat ini.     

Pria itu memperlakukannya bagaikan seorang putri. Setiap sentuhan Jean pada tubuhnya membawa aliran listrik yang membuat Marion melayang dalam euphoria. Ciumannya memabukkan dan wangi tubuhnya enak sekali.     

Marion tak henti-hentinya tersenyum saat bibirnya mendesah dan terus menyebut nama Jean ketika pria itu memasukinya berkali-kali dan membawa mereka berdua ke puncak kenikmatan.     

Pria ini bukan hanya kekasih yang ideal di film-film, pikir Marion sambil memandang pria yang barusan menjejalahi tubuhnya dengan begitu ahli. Jean adalah kekasih yang sempurna di dunia nyata. Ia memiliki hati yang baik, penyayang binatang, penyabar, romantis, dan memuaskan di tempat tidur.     

Marion merasa sangat beruntung.     

"Ini sudah sore, kau tidak mau bangun untuk makan atau apa?" tanya Marion kemudian.     

"Astaga... kita lupa memberi makan anak-anak itu," cetus Jean kemudian. Ia dan Marion saling pandang. Keduanya terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri hingga melupakan kelima anjing Marion yang pasti sudah kelaparan karena belum diberi makan dari pagi. Keduanya buru-buru mengenakan kimono lalu berjalan keluar kamar.     

Kelima anjing itu sudah menyambut mereka di depan pintu dengan ekor bergoyang-goyang, sama sekali tidak terlihat lapar. Eh...?     

Marion melihat ada sebuah catatan di meja ruang tamu dan wajahnya memerah saat membaca tulisan Alicia di sana.     

[Aku sudah memberi makan anjing-anjing dan mengajak mereka jalan-jalan. Aku tidak mau mengganggu kalian yang sedang sibuk.]     

Jean hanya tertawa membaca pesan Alicia dan mencium Marion tanpa merasa bersalah, "Kau harus memberinya bonus."     

"Ish... kau ini." Marion malu sekali membayangkan Alicia tahu ia dan Jean seharian mengurung diri di kamar untuk bercinta. Ia tidak tahu apakah ia akan punya muka untuk bertemu gadis itu lagi.     

"Biarkan saja, nanti juga dia terbiasa, anak-anak ini juga akan terbiasa..." Jean mengangkat bahu. "Aku sudah memutuskan untuk membeli rumah tetanggamu yang kosong itu dan pindah ke sini."     

Marion mengerucutkan bibirnya, hendak mengatakan sesuatu, tetapi ia menahan diri.     

Jean yang melihat sikap Marion menjadi penasaran. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya ingin disampaikan gadis itu. "Kenapa? Kau tidak suka aku menjadi tetanggamu?"     

Marion menggeleng.     

"Bukan itu..."     

"Lalu apa?" tanya Jean.     

"Uhm... maksudku... kau toh sudah dua bulan tinggal di sini," Marion menghentikan kata-katanya.     

"Iya, justru karena itu, aku tak mau menjadi tamu lebih lama lagi... aku takut mengganggu privasimu," kata Jean. Ia tahu maksud Marion, tetapi ia ingin mendengar gadis itu mengatakannya sendiri.     

"Kehadiranmu sama sekali tidak mengganggu kok..." Marion lagi-lagi tidak melanjutkan ucapannya. Ia ingin menawarkan Jean untuk pindah saja ke rumahnya, dan tidak usah membeli rumah tetangganya. Tetapi kemudian ia teringat bahwa Jean bahkan tidak pernah tinggal bersama Billie walaupun mereka menjalin hubungan selama hampir 17 tahun.     

"Kau sungguh-sungguh merasa tidak terganggu? Aku ingat setiap kali kita bicara selama dua bulan ini kau selalu mengusirku pergi," kata Jean pura-pura tersinggung.     

"Ish...." Marion hanya bisa memukul bahu pria itu dan menghentakkan kakinya. "Terserahmulah!"     

Jean hanya tersenyum lebar. Ia pun sudah merasa kerasan tinggal di rumah Marion selama dua bulan ini. Ia telah terbiasa dengan lingkungan sekitarnya yang indah dan nyaman, juga terbiasa dengan kelima anjing Marion yang lucu, dan tentunya terbiasa melihat Marion setiap hari saat ia mengantarkan makanan ke kamar gadis itu.     

Dan hari ini jalan telah terbuka bagi mereka untuk menjadi sepasang kekasih. Ia telah menyatakan cintanya kepada gadis itu dan Marion menyambutnya dengan perasaan yang sama.     

Tubuh keduanya pun telah bersatu dan Jean belum pernah merasa sedekat ini dengan seseorang sebelumnya, tidak juga dengan Billie yang pernah bersamanya selama 17 tahun. Tidak hanya Jean dan Marion memiliki wajah yang mirip, kepribadian mereka pun saling mengisi.     

Untuk pertama kalinya dalam hidup Jean merasa ia tidak membutuhkan siapa pun lagi selain wanita cantik yang sedang cemberut di depannya ini.     

"Marion..." kata Jean dengan suara sangat serius.     

"Apa?" tanya Marion masih dengan bibir cemberut.     

"Menikahlah denganku." Jean menatap Marion yang terpaku di depannya tidak percaya pada pendengarannya sendiri.     

PLAK!     

"Apa kau bilang?" Marion tanpa sadar menampar Jean karena kaget.     

Jean yang barusan ditampar Marion membelalakkan matanya karena terkejut. Pipinya tidak merasakan sakit tetapi ia kaget karena Marion menamparnya tanpa sebab.     

"Kalau kau tidak mau... kan bisa bilang tidak. Kenapa harus memukul?" protes Jean kemudian.     

Marion tertegun, kaget atas perbuatannya sendiri. Ia buru-buru mengelus pipi Jean yang barusan ditamparnya dan ia menggeleng-geleng panik.     

"Astaga... maafkan aku, aku tidak sengaja. Tadi aku panik... Aku tidak suka dibercandai seperti itu... Aduh... sakit tidak?" Marion berkali-kali meminta maaf. "Sini aku tiup... biar sakitnya berkurang."     

Jean memegang tangan Marion dan mendorong gadis itu hingga terpojok ke dinding. Dengan cekatan ia menahan kedua tangan Marion di atas kepala gadis itu dengan tangan kanannya, tangan kiri Jean menahan bahu Marion.     

"Ah.. kau ini kenapa sih? Aku kan sudah minta maaf?" desis Marion.     

"Kenapa kau menamparku?" tanya Jean dengan nada sangat serius. Ia menatap Marion lekat-lekat hingga membuat gadis itu tertunduk.     

"Aku... kau membuatku kaget. Kalau bercanda jangan keterlaluan begitu, dong..." protes Marion.     

"Siapa yang bercanda? Coba lihat mataku, apa aku bercanda..." tanya Jean dengan nada sangat serius.     

"Tentu saja kau bercanda. Orang sepertimu mana mau menikah..." Marion mendengus, berusaha melepaskan diri, tetapi entah kenapa tenaganya tidak bisa membuatnya lepas dari pegangan Jean.     

"Kalau kau mau menikah denganku, aku akan pindah ke sini," kata Jean dengan tegas. "Kalau kau tidak mau, aku akan pergi."     

Ia menyentuh dagu Marion dan membuat gadis itu membalas tatapannya. "Aku tidak bercanda, Marion."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.