The Alchemists: Cinta Abadi

Kesedihan Marion



Kesedihan Marion

Sudah dua bulan Marion tidak juga pulih dari kondisinya dan hal itu membuat Jean sangat kuatir. Tanpa diminta ia memutuskan tinggal di rumah Marion untuk membantu-bantu karena ia tak tega melihat gadis itu tinggal sendiri dalam kondisi yang demikian buruk.     

Alicia masih datang membantu seminggu tiga kali, tetapi sebagian besar Jean yang mengurusi anjing-anjing Marion dan membawa mereka jalan-jalan dua kali sehari. Ia juga dengan senang hati memasak makanan untuk mereka dan belanja keperluan rumah, walaupun dengan menutupi wajahnya agar tidak dikenali orang.     

Hubungannya dengan kelima anjjing Marion menjadi sangat erat dan mereka selalu tidur bersamanya di kamar tamu. Jean yang sangat menyukai anjing merasa sangat kerasan tinggal di rumah Marion, dan tidak perlu waktu lama baginya dan semua penghuni rumah untuk terbiasa dengan kehadirannya di sana.     

Sore itu salju turun tanpa diduga-duga. Prakiraan cuaca tidak menyebutkan turunnya salju sehingga Jean tidak menyiapkan mantel yang sangat tebal saat membawa anjing-anjing Marion berjalan-jalan. Ia segera membawa kelima hewan itu pulang agar mereka tidak terjebak kedinginan lebih lama.     

Hmm... cuaca seperti ini cocok sekali untuk membuat glow wine, pikirnya saat menggantung mantelnya di dinding. Ia akan mencoba mengajak Marion bicara dengan menawarkan glow wine. Ia sangat rindu berbincang-bincang dengan gadis itu.     

Selama dua bulan ini ia dapat menghitung berapa kali Marion bicara kepadanya. Hanya 8 kali, dan kesemuanya hanya untuk menyuruh Jean pergi. Pria itu tidak mendengarkannya, tetap berkeras tinggal menemani Marion karena ia ingin memastikan Marion baik-baik saja.     

Sambil bersenandung ia bergegas menuju dapur hendak menyiapkan bahan-bahan membuat glow wine. Kelima anjingnya mengikuti dengan ekor bergoyang-goyang.     

Suara senandung Jean tiba-tiba terhenti ketika ia melihat Marion duduk di kursi makan yang menghadap ke luar dengan pandangan kosong.     

"Hei... kau keluar kamar? Bagaimana perasaanmu? Apa yang kaubutuhkan?" sapa Jean dengan suara lembut. Ia mendekati Marion dan duduk di sampingnya. "Aku mau membuat glow wine. Kau mau?"     

Marion menoleh dan menatapnya cukup lama. Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya gadis itu menemukan suaranya dan menggeleng.     

"Aku tidak mau merepotkanmu lebih jauh... Terima kasih."     

"Aku tidak repot," balas Jean sambil tersenyum lebar, "Aku suka di sini. Anjing-anjingmu juga menyukaiku. Jadi kau mau glow wine?"     

Akhirnya Marion mengangguk.     

Sambil bersiul-siul senang, Jean mengeluarkan semua bahan yang dibutuhkannya dan mulai menyiapkan glow wine kesukaannya.     

Ini sungguh kemajuan besar! Marion akhirnya mau keluar kamar sendiri dan bahkan bicara kepadanya. Jean merasa keadaan gadis itu pelan-pelan akan membaik.     

Setelah glow wine siap, ia menyajikannya di dua buah gelas dengan kue-kue yang sempat dibelinya di kafe. Mereka duduk menikmati minuman panas manis itu sambil menatap butir-butir salju yang melayang turun dari pintu kaca di depan mereka.     

Suasana terasa sangat syahdu.     

"Jean..." setelah keheningan cukup lama, tiba-tiba suara Marion terdengar memecah sunyi.     

"Hmm... ya, Marion?" tanya Jean.     

"Aku baik-baik saja, kau tidak usah menguatirkanku lagi." kata Marion dengan suara tercekat. Ia tidak baik-baik saja, tetapi ia tak mau merepotkan pria itu lebih lama.     

"Hmm..." Jean memutar gelasnya, berusaha mencari kata-kata yang tepat. Ia tak mau diusir dari rumah Marion begitu saja. "Apakah aku tidak boleh ada di sini walaupun kau baik-baik saja?"     

"Kau ..." Marion kehilangan kata-kata.     

"Aku ingin ada di sini bersamamu," kata Jean lagi. Ia memutar kursinya menghadap Marion dan menatap tepat ke mata gadis itu, "Kalau kau tidak menginginkanku, aku akan mengerti."     

Marion menatap sepasang mata kucing yang indah itu dengan dada bergemuruh... Ia merasa sangat bersalah kepada Lauriel dan kepada Aleksis karena menutupi kebenaran, tetapi saat itu ia hanya berpikir bagaimana agar Lauriel tidak terluka, karena membunuh anak kandungnya sendiri.     

Rasa bersalah itu telah menggerogoti hatinya selama dua bulan dan ia tak dapat lagi hidup ceria seperti dirinya yang biasa. Ia tahu Jean jatuh cinta kepada Marion yang cerdas, tangguh, dan sangat menyenangkan, tetapi kini ia merasa sebagai perempuan yang terpuruk dan dipenuhi kepahitan.     

"Aku bukan orang yang menyenangkan saat ini," kata Marion pelan, "Kau tidak akan bahagia bersamaku."     

"Soal itu, biarlah aku yang menilainya," kata Jean. "Aku sedih melihatmu seperti ini... Aku tidak tahu apa yang terjadi kepadamu di Targu Mures... Lauriel mengira mereka melakukan hal jahat kepadamu dan ia sedang mencari mereka untuk membalas perbuatan mereka kepadamu..."     

Sepasang mata Marion tampak berkilat panik, "Jangan! Lauriel tidak boleh melakukan apa pun lagi. Mereka tidak menjahatiku. Malah mereka memperlakukanku dengan sangat baik di sana...."     

Jean keheranan melihat Marion menjadi panik. Ia menggenggam kedua tangan gadis itu dan membelainya lembut, "Ssshhh.... jangan panik... aku akan beri tahu Lauriel agar tidak mengganggu mereka kalau itu yang kau inginkan."     

"Lauriel tidak boleh lagi mengincar mereka. Biarlah semuanya berakhir di sini saja!" cetus Marion. Ia menggeleng-geleng dan kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangan, "Sudah cukup yang terjadi kemarin... Jangan menambah kesedihan lagi..."     

Jean sangat terkejut melihat sikap Marion yang menurutnya tidak masuk akal. Kenapa ia tiba-tiba seperti membela Rhionen Assassins? Bukankah mereka melakukan sesuatu kepadanya hingga ia menjadi sedemikian trauma?     

Ia buru-buru memeluk gadis itu dan menenangkannya, "Ssshh... tenang, ada aku di sini. Beri tahu aku apa yang terjadi sebenarnya. Aku tidak akan menghakimimu apa pun yang terjadi..."     

Marion menatap Jean dengan sepasang mata berurai air mata dan akhirnya ia bicara dengan bibir gemetar, "Jean... Alaric Rhionen adalah anak kandung Lauriel.. Ia dilahirkan Putri Luna sebelum meninggal ... Lauriel tidak tahu ia telah membunuh anak kandungnya sendiri..."     

Jean tertegun mendengar kata-kata Marion dan untuk sesaat ia tak dapat mempercayai pendengarannya sendiri.     

"A.. apa katamu?"     

"Alaric Rhionen tidak tahu Aleksis adalah seorang alchemist, Aleksis juga tidak mengetahui siapa Alaric sebenarnya... Mereka saling mencintai dan telah menikah. Kita telah merampas Aleksis dari suaminya yang sangat mencintainya. Lauriel tidak tahu bahwa ia telah membunuh anak kandungnya sendiri... Waktu itu sudah terlambat utk memberi tahu Lauriel..."     

Jean sangat terkejut mendengar informasi yang tidak diduga-duga ini.     

"Kenapa... kenapa kau tidak memberi tahu Lauriel?" tanyanya dengan suara tercekat.     

Tangis Marion semakin deras mendengar pertanyaan itu, ia tahu seharusnya ia memberi tahu Lauriel. Tetapi saat itu ia sungguh hanya memikirkan bagaimana agar Lauriel tidak terluka... Dan sekarang sudah terlambat.     

"Aku... aku bersalah. Aku membuang tubuh anak itu ke jurang agar tidak dapat ditemukan... agar Lauriel tidak tahu bahwa itu adalah anaknya." Marion menangis tambah sesenggukan, "Aku tak sanggup melihat Lauriel menderita, aku tak mau melihatnya sedih karena telah membunuh anaknya sendiri... Semua itu kulakukan agar ia tidak mengambil kematian."     

Dengan gemetar Marion mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin perak dari balik pakaiannya dan menunjukkannya kepada Jean, "Di dalam liontin ini ada rambut Putri Luna... Kalau Lauriel menguji DNA-nya dengan mayat pemuda itu, ia akan mengetahui kebenarannya... Itulah sebabnya, aku menyembunyikan kalung ini, dan membuang mayat Alaric...."     

Jean melepaskan pelukannya dari tubuh Marion dan ia menatap gadis itu dengan pandangan shock. Ia tidak mengira Marion akan berbuat sejauh itu.     

Dalam hati ia merasa sakit karena menganggap Marion ternyata sebenarnya masih mencintai Lauriel hingga rela menanggung beban seberat ini, menanggung kebohongan hanya agar hati Lauriel tidak terluka...     

"Aku menanggung beban itu selama dua bulan ini..." ucap Marion di sela tangisnya. "Aku mengerti kalau sekarang kau menganggapku sebagai perempuan yang mengerikan... Aku sama seperti seorang pembunuh... Aku telah melukai Aleksis dan Lauriel."     

Jean merasa sangat kasihan kepada Aleksis. Ia membayangkan betapa sedihnya gadis itu saat ia bangun dari koma dan menemukan pria yang ia cintai telah meninggal dibunuh ayah angkatnya sendiri...     

Pantas saja Aleksis sekarang kabur dari rumah...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.