The Alchemists: Cinta Abadi

Kebenaran yang terkuak (1)



Kebenaran yang terkuak (1)

0Pesawat Alaric mendarat di bandara Targu Mures, Rumania. Beberapa mobil sudah menjemput dan membawa para penumpang yang baru tiba itu ke arah perbukitan.     

Alaric membangun sebuah kastil di puncak bukit tempat ia menghabiskan banyak waktu pribadinya. Di hutan kecil dekat kastilnya ia membangun makam yang sangat indah untuk ibunya.     

Sekarang makam itu telah kosong karena ia sudah memindahkannya ke Yorkshire, istana keluarga Linden, tetapi tugunya masih ada dan tampak anggun dikelilingi taman bunga. Kamar besar tempat 'Aleksis' ditaruh menghadap ke taman itu. Musim gugur yang indah membuat pemandangan di sekeliling mereka tampak syahdu dengan daun-daun yang menguning dan oranye.     

Alaric menggendong sendiri 'Aleksis' ke kamar ini dan membaringkannya ke tempat tidur besar bertiang empat yang sangat indah, seperti tempat tidur seorang putri raja. Dokter memeriksa keadaannya sekali lagi dan kemudian meninggalkan mereka.     

Hari sudah sore dan Alaric sangat lelah akibat semua yang terjadi. Ia tertidur di sofa di samping tempat tidur, menunggu 'Aleksis' membuka matanya.     

***     

Sebenarnya Lauriel agak terkejut ketika mengetahui tujuan dari pesawat yang mereka buru bukanlah Bucharest, ibukota Rumania yang menjadi pusat operasi Rhionen Industries itu. Targu Mures merupakan kota kecil dan di masa lalu terkenal dengan legenda drakula dari Transylvania.     

Lauriel sudah beberapa kali ke sana sewaktu ia masih muda dan ia masih ingat situasi kota itu dengan baik. Walaupun sudah ratusan tahun berlalu, masih banyak bangunan-bangunan tua berusia ratusan tahun yang tersebar di seluruh penjuru kota dan daerah-daerah berbukitnya. Ia merasa seolah kembali ke masa lalu saat ia masih bertualang bersama Luna.     

Hmmm... ia ingat bahwa di sini juga jejak terakhir Luna ditemukan. Ia tidak dapat memastikan apa yang terjadi, tetapi Luna memiliki seorang sahabat di Rumania yang bernama Degas.     

Mungkin kekasihnya itu berusaha menyelamatkan diri dari perang ketika seisi keluarganya tewas dengan pergi ke Rumania yang saat itu relatif lebih aman, agar ia dapat meminta bantuan sahabatnya, karena Lauriel sedang jauh berada di Asia.     

Degas tidak pernah bertemu Luna dan baru mendengar kabar kematiannya beberapa tahun kemudian. Saat Lauriel mendatangi Degas di Rumania 18 tahun yang lalu, atas petunjuk dari Alexei, ia harus menelan kekecewaan karena Degas pun tidak mengetahui apa yang terjadi kepada gadis itu.     

Sesungguhnya hati Lauriel kembali merasakan sakit ketika pesawat mendarat dan ia harus melangkahkan kaki ke tanah Rumania. Sudah 18 tahun ia menghindari negara ini.     

Tetapi kini, ia harus membebaskan Marion dan menangkap orang-orang Rhionen Assassins. Ia menduga Alaric juga akan segera tiba. Ia dan timnya dengan sabar menunggu.     

***     

Marion membuka matanya dan menemukan sesosok pria sedang tertidur di sofa di sebelah tempat tidur. Apakah ini Alaric Rhionen itu?     

Ah, tidak. Alaric kan botak dan sudah agak tua, pikirnya. Ini mungkin pengawal yang diperintahkan untuk menjaganya.     

Dengan cepat ia mengamati sekelilingnya dan segera menyadari ia tidak lagi berada di rumah sakit.     

Astaga, berarti orang-orang ini berhasil mengecoh Lauriel dan melarikannya. Hmm... Ia harus segera mengabari Lauriel keberadaannya agar mereka bisa segera mengambilnya dari tangan Rhionen Assassins ini.     

Ia melihat bahwa pakaiannya sudah diganti dengan pakaian baru yang bersih. Hmm... berarti hilang sudah harapan untuk mengaktifkan pelacak di kancing bajunya. Ia meraba rambutnya dan menemukan hanya satu jepit yang masih ada, sementara ia memerlukan dua untuk dirakit menjadi pemancar lokasi.     

Baiklah... langkah terakhir.     

Ia memejamkan matanya beberapa kali dan mengaktifkan alat komunikasi pilihan terakhir yang tidak disukainya, lensa kontak di matanya yang berwarna biru hijau seperti mata Aleksis.     

[Kami sudah dekat, kau akan segera kami jemput.] Ia segera menerima pesan dari Lauriel yang membuatnya lega.     

Oh, tentu saja. Lauriel juga sangat efisien. Marion tidak heran saat mengetahui teman-temannya tidak pernah jauh darinya. Sayangnya, ia tidak bisa membalas pesan Lauriel karena alat komunikasinya hanya berlaku satu arah. Ia ingin memberi tahu mereka bahwa ia baik-baik saja dan mereka tak usah menguatirkannya.     

[Kami menunggumu di arah timur 500 meter dari kastil. Kalau kau tidak keluar dalam satu jam, kami akan masuk.]     

Hmm.. oke, Marion melihat sekitarnya dan menyadari bahwa selain pria yang sedang tidur di sofa samping tempat tidurnya ini, tidak ada penjagaan lain yang harus ia kuatirkan. Ia akan pergi diam-diam, tetapi kalaupun pria ini terbangun, Marion tentu akan dapat menghadapinya sendirian.     

Ia bangun pelan-pelan dan duduk di tempat tidur, berusaha tidak membuat suara sama sekali, tetapi ternyata pemuda itu sangat awas. Ia segera membuka mata dan saat melihat Marion duduk di tempat tidur, ia buru-buru bangkit dan bersimpuh di kaki tempat tidur.     

"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya dengan suara paling lembut yang pernah didengar Marion. Gadis itu hanya dapat menatapnya dengan pandangan terkesima. Ia tadi tidak memperhatikan wajah pria itu dan sekarang ia terkejut melihatnya ternyata mengenakan topeng kulit berwarna hitam, menutupi sebagian besar wajahnya.     

Alaric menyadari pandangan Marion yang menyamar sebagai Aleksis terpaku melihat wajahnya. Ia sadar gadis itu merasa tidak nyaman dengan topeng yang ia kenakan.     

Alaric tersenyum tipis lalu duduk di samping Aleksis palsu dan mengambil tangan kanan gadis itu, kemudian menyentuhkannya ke wajahnya.     

"Dokter bilang kau mungkin agak linglung dan belum bisa langsung mengingat semua yang terjadi, itu wajar untuk orang yang sempat koma seperti dirimu. Aku hanya senang melihat kau baik-baik saja." Ia memejamkan matanya dan membiarkan tangan 'Aleksis' mengusap wajahnya.     

Marion mulai merasa tidak nyaman. Pria ini sepertinya sangat mencintai Aleksis, pikirnya. Bukankah ini salah satu assassin anak buah Alaric Rhionen? Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah Ia juga diam-diam berhubungan dengan Aleksis?     

"Kenapa kau memakai topeng?" tanya gadis itu kemudian dengan suara lirih. Ia harus mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. "Maaf, aku tidak bisa mengingat siapa dirimu."     

Alaric membuka matanya dan mengangguk, "Tidak apa-apa, aku akan menunggu sampai ingatanmu pulih. Tapi mulai sekarang aku tidak lagi akan merahasiakan apa pun darimu. Aku minta maaf karena walaupun kita menikah, aku belum percaya kepadamu untuk menceritakan yang sebenarnya. Maafkan aku, sungguh."     

Menikah?!     

Pikiran Marion memusing. Ia tidak tahu Aleksis menikah dengan pria ini.     

Apakah orang tuanya tahu? Apakah Lauriel tahu???     

SIAPA SEBENARNYA LAKI-LAKI INI??     

Bukankah dia hanya...     

Bukankah Alaric Rhionen adalah ...?     

"Uhm ... aku kehilangan ingatanku karena kecelakaan itu. Bisakah kau ceritakan kepadaku siapa dirimu?" Marion menatap sepasang mata keunguan itu dengan penuh pertanyaan. Hmm ... matanya terasa familiar. Jangan-jangan Alaric Rhionen yang mereka lihat selama ini bukanlah Alaric yang sebenarnya, melainkan....     

Alaric mengangguk. "Tentu saja, aku akan menceritakan semuanya. Tidak ada lagi rahasia di antara kita."     

Ia menepuk-nepuk tangan Aleksis palsu dengan lembut dan memulai ceritanya.     

"Namaku Alaric Rhionen. Kita bertemu pertama kali di kereta malam di Thailand, waktu itu kau sedang bertualang dengan ayah angkatmu, Paman Rory. Aku membantumu mencarinya, umurmu waktu itu baru 2,5 tahun, kau adalah anak paling menggemaskan yang pernah kulihat. Sejak kita pertama bertemu, kau sudah memanggilku Pangeran Siegfried. Kau lucu sekali .... 9 tahun kemudian kau hampir diculik oleh komplotan perdagangan manusia di Singapura dan kita bertemu lagi. Saat itu kau juga kehilangan ingatan sementara dan aku tidak dapat menemukan keluargamu. Tetapi lagi-lagi kau memanggilku Pangeran Siegfried, itulah sebabnya aku dapat menghubungi Paman Rory-mu. Kita berpisah setelah satu minggu bersama. Aku tidak mengira selama 8 tahun kau terus memikirkanku dan bahkan mencariku ke Singapura."     

Alaric menatap Aleksis palsu dengan pandangan penuh cinta. Sementara gadis itu hanya mendengarkan ceritanya dengan hati yang semakin teraduk-aduk. Ini benar-benar Alaric Rhionen, dan yang sebelumnya mereka lihat itu adalah Alaric palsu!     

"Aku menutup hatiku dari siapa pun selama puluhan tahun, tetapi kau berhasil menembus masuk. Kau adalah wanita pertama yang mencintaiku begitu dalam dan membuatku mengalami perasaan-perasaan yang tidak pernah kukenal sebelumnya. Singkatnya, aku jatuh cinta kepadamu, dan kau pun demikian. Perasaan yang kita miliki untuk satu sama lain begitu kuat dan mengguncang, hingga kau memintaku menikahimu sesudah empat hari saja kita berhubungan ..."     

Marion menekap mulutnya sambil berseru tertahan. Ia tidak menduga hubungan Aleksis dan Alaric ternyata sedekat itu. Mereka bahkan sudah menikah!     

"La ... lalu, apa yang terjadi. Apa yang belum kau ceritakan kepadaku?" tanya Marion dengan suara gemetar. Semua informasi ini membuat hatinya terguncang.     

Ini semua kesalahan.     

Selama ini Wolf Pack berusaha melepaskan Aleksis dari pengaruh Alaric Rhionen...     

Sementara mungkin Alaric Rhionen mengira ia benar-benar harus menyelamatkan Aleksis dari tangan orang jahat.     

"Aku mengenakan topeng sejak 7 tahun lalu, dengan alasan wajahku rusak parah akibat kecelakaan, dan kau percaya itu. Tetapi yang sebenarnya adalah ..." Alaric menghela napas panjang dan pelan-pelan membuka topengnya, "Sebenarnya aku ingin menutupi kenyataan bahwa aku tidak menua. Kau pikir aku adalah seorang lelaki buruk rupa berusia 40-an. Tetapi sebenarnya, aku lebih tua dari itu ... Aku dilahirkan pada tahun 1945."     

Marion menjerit kaget saat melihat wajah Alaric tanpa topengnya. Ini bukanlah seorang pria tua maupun berwajah cacat. Yang dilihatnya duduk di sampingnya adalah seorang pria muda yang tampan dengan wajah agak pucat tetapi kulitnya sehalus salju, ia bahkan terlihat mirip perempuan karena garis-garis wajahnya yang halus.     

Sepasang matanya yang berwarna keunguan terlihat misterius, menambah kesan unik dari rambutnya yang berwarna platinum keunguan.     

Ini bukan penampilan seorang manusia biasa. Pria ini pasti merupakan seorang Alchemist, batin Marion.     

Inikah rahasia yang disimpan Alaric selama ini?     

Tentu saja, sekarang semuanya masuk akal.     

Tentu saja ia mengetahui rahasia kaum Alchemists... Ia sendiri adalah bagian dari manusia abadi itu.     

"Aku biasanya menghilang dan mengganti identitas setelah beberapa puluh tahun, tetapi proyekku yang terakhir terlalu penting untuk kutinggalkan, maka aku memilih untuk menutupi jati diriku di balik topeng. Semua bawahanku di perusahaan mengira aku memang berwajah cacat, sama seperti semua orang. Di satu sisi, itu membuatku lebih mudah bergerak karena tidak ada yang mengetahui wajah asliku." Ia tersenyum menenangkan dan mengusap pipi Aleksis palsu yang tampak pucat karena terkejut, "Kau ... tidak peduli wajahku cacat, kau mencintaiku tanpa syarat. Aku seharusnya tidak membiarkanmu pergi tanpa mengetahui siapa diriku yang sebenarnya. Kau tidak tahu betapa aku hampir menjadi gila saat aku mengira kau telah meninggal, tanpa pernah mengetahui kebenarannya."     

"Oh, Alaric ..." Marion menggigit bibirnya dengan perasaan kalut.     

Ini semua kesalahan.     

Mereka ternyata saling menyerang demi Aleksis...     

"Satu hal lagi yang kau perlu tahu tentang diriku, aku tidak menua, bukan karena kesalahan medis atau mutasi gen yang tidak wajar, seperti yang selama ini aku kira, ternyata aku adalah bagian dari kaum Alchemists - kau pasti tidak pernah mendengar tentang mereka - mereka adalah kelompok masyarakat yang tersembunyi. Mereka ada di sekitar kita, dan menguasai dunia ... dan aku akhirnya menemukan jejak keluargaku. Aku mengetahui siapa ibuku. Wajahku ini ... mereka bilang sangat mirip dengan wajah ibuku. Aku sekarang tidak lagi membenci wajahku."     

Marion menatap Alaric dengan mulut terbuka. Ia hendak berkata-kata tetapi tidak ada kata yang mampu keluar.     

"Si ... siapa ... ibumu?" tanyanya kemudian dengan susah payah.     

"Namanya Luna, dia adalah seorang putri dari Inggris. Ia meninggal saat melahirkanku di Rumania, tetapi sebelum ia meninggal ia memaksa bidan untuk menggunting sedikit rambutnya untukku." Alaric menyentuh liontin yang menggantung di leher Aleksis, tadi ia sematkan saat gadis itu tertidur, lalu membukanya perlahan, "Ini rambut ibuku. Lihat, sama dengan rambutku, bukan?"     

Marion menatap jalinan rambut itu dengan hati terguncang. Tangannya menutup bibirnya dengan kaget saat pandangannya bergantian menatap rambut Luna dan wajah Alaric. Tidak diragukan lagi. Alaric memang anak Lauriel.     

"Kau ... kau tahu siapa ayahmu?" tanyanya kemudian.     

"Hmm .. ya, tapi aku tidak terlalu mempedulikannya. Namanya Lauriel. Ia seorang petualang yang tidak mengurusi kehidupan duniawi. Kau tidak perlu memikirkannya. Ia tak menginginkanku, maka aku pun tidak menginginkannya." Alaric menatap wajah Marion yang kini bersimbah air mata. "Hei, kenapa kau menangis? Kau takut kepadaku? Aku memang berbeda darimu, aku bukan manusia biasa, tetapi aku masih tetap Alaric yang sama. Aku tetap suamimu ... kumohon jangan takut kepadaku."     

Marion baru menyadari bahwa Alaric masih belum mengetahui bahwa Aleksis adalah seorang Alchemist juga. Alaric bahkan tidak mengetahui bahwa Paman Rory dan Lauriel adalah orang yang sama, dan bahwa ia sebenarnya sudah pernah bertemu langsung dengan ayahnya.     

Oh, Alaric ... malangnya dirimu.     

Ini semua kesalahan besar.     

Lauriel ternyata sedang menyerang anak kandungnya sendiri....     

Marion buru-buru bangkit dan keluar dari ruangan tempat ia dirawat. Pikirannya bergerak cepat mencari cara untuk memberitahukan kepada Lauriel apa yang sebenarnya terjadi. Ia tidak boleh terlambat.     

"Aleksis ...! Kau mau kemana? Kau masih sakit!" Alaric buru-buru mengejarnya. Ia bingung dengan keanehan sikap gadis yang dikiranya sebagai Aleksis itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.