The Alchemists: Cinta Abadi

Kebenaran yang Terkuak (2)



Kebenaran yang Terkuak (2)

0Marion yang biasanya dapat berpikir jernih entah kenapa hari ini tak dapat memikirkan berbagai taktik dan siasat apa pun untuk menipu Alaric. Ia terlalu terguncang untuk dapat duduk diam dan menganalisis situasi.     

Satu hal yang pasti, ia tak mau Alaric sampai mengetahui penyamarannya sebagai Aleksis. Pria itu pasti akan sangat sakit hati saat mengetahui gadis yang diselamatkannya adalah Aleksis palsu yang merupakan suruhan ayahnya sendiri. Semakin lama Marion bersamanya ia takut penyamarannya akan semakin cepat terbongkar.     

Alaric tidak boleh tahu ayahnyalah yang selama ini mengincarnya...     

Marion tak dapat membayangkan betapa buruknya hubungan kedua pria itu nantinya jika sampai Alaric tahu yang sebenarnya.     

Lauriel pasti akan sangat menyesal, tetapi penyesalannya akan terlambat. Alaric pasti akan sudah sangat membencinya...     

"Alaric..!" Tiba-tiba Marion berbalik dan mengangkat kedua tangannya memberi tanda agar Alaric tidak mengikutinya lagi, "Aku perlu sendirian. Mohon jangan ikuti aku kalau kau mencintaiku. Aku butuh waktu memproses semua ini..."     

Ia harus melepaskan diri dari Alaric, lalu mencari jalan untuk segera menemui Lauriel.     

Alaric terpaku di tempatnya.     

Beberapa belas pria berpakaian serba hitam sudah mengelilingi mereka dengan sikap siaga. Pemuda itu mengangkat tangan kanannya dan mereka semua mengangguk lalu meninggalkan Alaric dan Marion,     

"Tenanglah... aku akan membiarkanmu sendiri. Jangan berlari seperti itu, aku tidak akan mengejarmu," kata Alaric dengan suara sangat lembut.     

Ia mengerti semua yang ia sampaikan tadi terlalu mengejutkan bagi siapa pun yang mendengarnya. Ia tidak heran 'Aleksis' yang kaget segera hendak mencoba pergi. Ia harus memberi gadis itu waktu untuk memikirkan baik-baik semuanya.     

Seperti yang sudah ia janjikan kepada dirinya sendiri, walaupun Aleksis tidak mengingatnya, ia akan terus berusaha membuat gadis itu kembali jatuh cinta kepadanya. Ia akan menunggu sampai kapan pun.     

Marion melihat para pengawal yang sudah meninggalkan mereka menjadi agak lega. Ia tidak memegang senjata dan kecil kemungkinannya untuk lolos dari situ seorang diri. Ia harus bisa memanfaatkan cinta Alaric kepada Aleksis untuk memberinya keleluasaan bergerak.     

Tetapi saat memandang sepasang mata ungu yang penuh cinta itu, hatinya merasa sangat bersalah. Pria ini sangat mencintai Aleksis dan mau melakukan apa pun untuknya, tetapi kini Marion justru memanfaatkan cintanya yang tulus dan menipunya.     

Selama hidupnya melakukan berbagai misi yang tidak semuanya bersih, baru kali ini Marion merasa bersalah. Ia teringat kepada Aleksis yang sedang terbaring koma dan pasti sangat ingin didampingi oleh pria yang ia cintai. Kini pria yang dicintai Aleksis itu justru sedang menjadi sasaran penyerangan oleh ayah kandung dan ayah angkatnya.     

"Alaric... aku..." Marion menelan ludah.     

Ia hampir saja membuka rahasianya dan memberi tahu Alaric bahwa Aleksis yang asli ada di Swiss.     

Ah, tidak boleh. Jangan dulu. Situasinya sekarang sedang sangat buruk. Ia tak tahu apa yang akan dilakukan oleh Alaric bila tahu ia ditipu.     

Tanpa sadar Marion menyentuh kalung di lehernya dan teringat di situ ada rambut Putri Luna.     

Sebaiknya ia menemui Lauriel diam-diam, memberitahunya apa yang terjadi sebenarnya dan menunjukkan bukti rambut kekasihnya ini, lalu mereka semua harus mundur dari situ, meninggalkan Alaric sendiri.     

Setelah mereka tiba kembali di Swiss, Lauriel harus mencari cara untuk meminta maaf kepada anaknya dan mempertemukannya kembali dengan Aleksis yang asli.     

Ya... itu satu-satunya cara.     

"Ya, Sayang? Ada apa? Apa yang kau inginkan?" tanya Alaric dengan sabar.     

"Aku perlu waktu sendiri... tolong jangan ikuti aku." Marion menatap Alaric dengan pandangan memohon. "Aku berjanji aku akan kembali, tetapi saat ini aku perlu pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Kau percaya kepadaku?"     

Alaric mengangguk, "Tentu saja."     

Ia berdiri di tempatnya dan membiarkan Marion berjalan pelan-pelan keluar dari pintu menuju taman bunga tempat tugu makam ibunya berada. Alaric hanya menatap kepergian gadis itu dengan pikiran berkecamuk antara ingin mengikutinya atau membiarkannya sendiri.     

***     

Marion berusaha menjaga langkahnya terlihat masygul dan seolah tanpa rencana. Selama 10 menit pertama ia masih terus mengamati sekitarnya dan memastikan ia memang tidak diikuti.     

Ternyata Alaric serius dengan ucapannya. Sama sekali tidak satu pun pengawalnya yang mengikuti Marion. Penglihatan dan pendengaran gadis itu sangat tajam dan ia akan tahu kalau ada yang membuntutinya.     

Ah, ini melegakan. Ia bisa dengan tenang menemui teman-temannya dan mengajak mereka pergi dari situ. Sebentar lagi semua kekacauan ini akan bisa mereka bereskan.     

Dan, oh... Marion bisa membayangkan betapa bahagianya Lauriel jika ia mengetahui ternyata ia memiliki anak satu lagi dari Putri Luna. Apalagi Alaric memiliki wajah yang sangat mirip dengan mendiang kekasihnya itu.     

Saat sedang berjalan ke arah selatan, tanpa sengaja pandangan Marion tertumbuk pada sebuah tugu indah dengan dua patung malaikat di kiri kanannya. Mirip tugu makam, tetapi tidak ada nisannya.     

Marion melangkah mendekati tugu itu dan meraba tulisan yang terpahat di atasnya.     

[Kaulah perempuan terbaik di dunia.]     

Tanpa sadar setetes air mata jatuh membasahi pipi Marion saat membaca tulisan itu. Ia menyadari tugu ini tentu dibuat oleh Alaric untuk ibunya. Marion ingat bahwa jejak Luna berakhir di Rumania dan Lauriel tak mampu menemukannya sama sekali.     

Ternyata Luna meninggal di sini, dan ia meninggalkan putranya seorang diri, yang kemudian hidup terjerumus ke dunia hitam.     

Kalau mengingat cerita Nicolae dan apa yang terjadi kepada Alaric, Marion kini bisa menyimpulkan bahwa Nicolae lahir terlebih dulu dan diselamatkan oleh dokter rumah sakit. Sementara Alaric lahir kemudian, sebelum ibunya meninggal dan Luna memaksa bidan menggunting rambutnya untuk meninggalkan jejak.     

Alaric kemudian hidup sendiri dan menyimpan potongan rambut ibunya sebagai kenang-kenangan, tanpa mengetahui ia memiliki seorang kakak dan ayah. Kehidupan yang keras membuatnya menjadi seperti dirinya sekarang ini... Pimpinan Rhionen Asassins.     

Sungguh anak yang malang... pikir Marion sedih.     

Ia segera menghapus air matanya dan bergegas ke arah tempat pertemuan yang disebutkan Lauriel. Ia harus dapat tiba di sana sebelum Alaric curiga karena ia pergi terlalu lama.     

Ia sudah tak sabar memberi tahu Lauriel apa yang terjadi.     

Marion berjalan dengan langkah-langkah cepat. Ia segera menyadari bahwa tempat yang dimaksud Lauriel adalah puncak sebuah tebing. Rupanya mereka akan menjemputnya dengan helikopter, makanya ia disuruh pergi ke tempat tinggi agar dapat terlihat dengan mudah.     

Sedikit lagi...     

"Aleksis..."     

Marion sudah hampir tiba di puncak tebing ketika tiba-tiba ia mendengar suara panggilan Alaric di belakangnya. Oh, rupanya pemuda itu mengikutinya karena ia sudah pergi terlalu lama....     

Dan dari balik tebing tiba-tiba terlihat sebuah helikopter siluman melayang naik.     

Lauriel sudah tiba!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.