The Alchemists: Cinta Abadi

Veritaserum Lauriel



Veritaserum Lauriel

0Alaric memandang lewat jendela mobil dengan pandangan tidak berminat. Setelah dua bulan ia tinggalkan, ia sama sekali tidak merasa seperti pulang ke rumah ketika ia tiba di Singapura.     

Ia memang tidak pernah merasakan keterikatan dengan tempat mana pun, hingga Aleksis masuk dalam kehidupannya.     

Saat ia berangkat ke Inggris dua bulan lalu, hatinya begitu berat, dan untuk pertama kalinya ia merasa seolah ia pergi meninggalkan rumah. Hal itu membuatnya cukup terkejut, karena ini adalah perasaan yang sama sekali asing baginya. Mungkin ia merasa meninggalkan rumah karena ia meninggalkan Aleksis waktu itu.     

Tak terhitung sudah berapa kali ia menyalahkan diri sendiri karena tidak membawa Aleksis bersamanya. Keadaan mereka saat itu memang sulit, karena Aleksis belum mau memberi tahu keluarganya tentang Alaric. Gadis itu masih menunggu saat yang tepat.     

Saat yang tepat itu tidak pernah datang.     

Setidaknya sampai akhirnya Alaric mendengar kabar bahwa Aleksis kembali ke Singapura dan sekarang baik-baik saja.     

Tetapi entah kenapa, saat melayangkan pandang dan memperhatikan setiap sudut jalan yang ia lalui menuju ke Bukit Timah, ia tetap tidak merasa pulang ke rumah.     

Apakah ini karena tidak ada Aleksis bersamanya?     

Ia mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Takeshi. Hmm... tidak diangkat.     

Alaric mulai curiga. Takeshi tak pernah tidak mengangkat teleponnya kalau Alaric yang menghubungi. Alaric kemudian menghubungi Rosalind yang ia ketahui sedang bersama Takeshi.     

Juga tidak diangkat.     

Ada apa ini?     

Ia lalu menghubungi Pavel yang selalu bisa diandalkan dan segera mengetahui apa yang terjadi.     

"Rosalind kemarin membuat keributan dan ia bersama Takeshi berhasil ditangkap polisi, Tuan." Suara Pavel terdengar penuh penyesalan. "Aku masih menyelidiki di mana mereka ditahan."     

Penjelasan Pavel membuat Alaric terkejut. Takeshi dan Rosalind adalah dua orang assassin di level phoenix yang termasuk sangat tangguh. Mereka TIDAK pernah tertangkap sebelumnya. Apa yang membuat mereka kini bisa jatuh ke tangan polisi?     

"Hmm... begitu kau menemukan mereka, segera kirimkan pengacara untuk membebaskan mereka dari tahanan." Alaric terdiam sejenak. "Siapa yang sedang ada di sekitar ini?"     

"Kai sedang ada di Australia, Tuan. Anda ingin memanggilnya?" Pavel tampak memeriksa sesuatu kemudian menambahkan, "Mischa juga sedang ada di Vietnam."     

Alaric tampak memikirkan sesuatu. Di mobil belakangnya masih ada serombongan pengawal yang mengikuti. Juga ada Pavel di Singapura. Apakah ia sungguh membutuhkan tambahan anak buah? Sesuatu di kepalanya seolah memperingatkannya ada hal berbahaya yang menantinya.     

"Baiklah, panggil Kai dan Mischa saja."     

Ia kembali melamun di sepanjang perjalanan pulang ke rumah.     

***     

Lauriel dan Marion tiba di rumah sakit dan menemui Neo yang sedang beristirahat setelah operasi yang menyelamatkan nyawanya. Endo yang sedang duduk di samping tempat tidur segera bangkit ketika melihat Lauriel masuk.     

"Lauriel, kau sudah datang?" sapanya.     

"Hmm... " Lauriel duduk di samping tempat tidur dan memeriksa keadaan Neo yang sedang tidur. Ia mengangguk-angguk pelan lalu mengeluarkan beberapa pil dari dalam saku jaketnya dan menyerahkannya kepada Endo. "Kau berikan ini begitu Neo bangun. Ia akan pulih dengan cepat."     

"Terima kasih."     

"Aku dan Marion akan menginterogasi kedua assassin itu, kau bisa menyusul kami kalau Neo sudah bangun." Lauriel lalu bangkit dan berjalan keluar diikuti Marion. Endo hanya bisa mengangguk.     

Satu jam kemudian Lauriel dan Marion sudah berada di Bayfront dan masuk ke dalam gudang kosong yang dijaga oleh para anak buah Max.     

Pavel masih tak dapat mengetahui keberadaan Takeshi dan Rosalind karena keduanya sudah diamankan ke luar kantor polisi atas perintah Marion. Kini Lauriel sendiri yang akan menginterogasi mereka.     

Max menyambut kedatangan Marion dan ia menatap Lauriel dengan pandangan bertanya-tanya. Kehadiran Lauriel memang selalu memberikan aura mengintimidasi kepada orang yang terbiasa menghadapi kekerasan.     

Orang normal hanya akan melihatnya sebagai pemuda berusia 20-an yang acuh tak acuh, sementara orang seperti Max yang dapat segera menilai cara berjalan ringan namun penuh kewaspadaan Lauriel mau tak mau akan memperhatikan lebih teliti.     

Marion mengangkat sebelah alisnya ke arah Max lalu mengunjukkan dagunya ke arah Lauriel, membuat Max sadar bahwa pria yang baru datang itu bukan orang sembarangan. Kalau Marion yang demikian mengagumkan saja tampak begini hormat kepadanya, tentulah pria itu orang yang sangat penting.     

Akhirnya tanpa sadar sikap Max juga menjadi hormat kepada Lauriel saat ia membawa mereka masuk ke dalam dan menunjukkan tawanan mereka. Rosalind duduk di lantai dengan tubuh diikat rantai besar ke tiang di tengah ruangan. Takeshi ditaruh di ruangan lain dan sedari awal Marion sudah memastikan agar mereka tidak sampai dapat saling bicara.     

Saat mendengar langkah-langkah kaki mendekat, Rosalind mengangkat wajahnya yang cantik dan menatap sinis pada orang-orang yang datang. Ia sama sekali tidak terlihat takut. Gadis itu juga tidak mengeluarkan sepatah kata pun.     

"Kalian boleh pergi," kata Lauriel tanpa menoleh, dan Marion segera memberi tanda kepada Max dan anak buahnya untuk meninggalkan ruangan.     

Semula Max ingin membantah. Sebagai kepala keamanan Billie Yves ia ingin tahu apa motif Rosalind menembak bosnya. Tetapi melihat ekspresi Marion yang menjadi gelap akhirnya ia mengangguk dan membawa anak-anak buahnya berjaga di luar.     

Lauriel membungkuk di depan Rosalind dengan bertumpukan lututnya. Rosalind mengira pria itu akan menginterogasinya dengan menanyakan namanya, siapa yang mengirimnya, dan apa motivasinya... Ternyata semua dugaannya salah.     

"Di mana Alaric Rhionen?" tanya Lauriel tidak berbasa-basi.     

Seketika wajah Rosalind menjadi pias. Dari caranya bertanya, pria di depannya ini sepertinya sudah tahu banyak dan ia tampak memiliki kesabaran yang sangat tipis. Rosalind menolak menjawab dan menggigit bibirnya sambil membuang muka.     

Orang-orang ini tahu banyak tentang kami, pikirnya. Kalau tidak, tak mungkin pertanyaan pertama yang diajukannya justru tentang pimpinan Rhionen Assassins.     

"Kau mau aku menyiksanya, Lauriel?" tanya Marion dengan suara dingin. Rosalind pelan-pelan menoleh ke arah datangnya suara dan segera mengingat gadis yang kemarin pura-pura pingsan di tangan Takeshi, padahal sebenarnya ia menjebak Takeshi dan dirinya ... lalu melumpuhkan mereka dengan racun.     

Si... siapa mereka sebenarnya?     

Suara Lauriel terdengar sebeku es, tetapi ia tidak berniat memberikan siksaan fisik kepada Rosalind. Setidaknya, tidak sekarang.     

"Tidak usah, Marion. Kebetulan Aldebar dan aku sedang mengembangkan ramuan baru yang akan sangat berguna untuk situasi seperti ini." Lauriel mengeluarkan sebuah botol kecil dari sakunya dan membuka tutupnya.     

Rosalind menoleh untuk mengetahui apa yang dimaksud Lauriel dan tiba-tiba saja Lauriel telah mencengkeram wajahnya dan memaksanya meminum isi botol itu.     

"Ughhh..." Walaupun ia berusaha dengan susah payah melepaskan diri, Rosalind tak dapat menahan kekuatan Lauriel. "A ... apa ini?"     

Marion hanya berdiri memperhatikan tindakan Lauriel dan menunggu apa yang akan terjadi.     

Lauriel mengambil kursi dan duduk di depan Rosalind yang terlihat berusaha memuntahkan cairannya tetapi gagal. Isi botol Lauriel telah masuk ke perutnya. Rosalind seketika merasakan matanya berkunang-kunang dan kepalanya pusing.     

Lalu semuanya menjadi gelap.     

"Apa yang kauberikan kepadanya, Lauriel?" tanya Marion.     

"Veritaserum. Serum kebenaran. Aku tak perlu susah payah menyiksanya untuk berkata jujur. Ia takkan sanggup berbohong." Lauriel menatap Rosalind yang terbaring pingsan dan mencoba mengira-ngira berapa usia gadis itu dan bagaimana bisa ia menjadi seorang pembunuh.     

"Ah, menarik." cetus Marion, "Aku boleh minta sedikit?"     

"Untuk apa?" tanya Lauriel.     

Marion hanya merengut, tidak menjawab. Ada sangat banyak hal yang dapat dilakukan dengan serum kebenaran. Ia bisa memasukkannya diam-diam ke minuman Lauriel dan mencari tahu apakah ia pernah sedikit saja memikirkan Marion selama ini.     

Atau ia bisa membuat Jean berkata jujur apakah ia dan Billie kembali bersama, atau tidak.     

Astaga, Marion! Kau ini bisa fokus tidak, sih?? Ia memarahi dirinya sendiri.     

Rosalind mengerang kesakitan dan membuka matanya. Saat pandangannya tertumbuk pada Lauriel ia mengerang penuh kemarahan. Lauriel sama sekali tidak mempedulikannya. Suaranya terdengar sangat dingin ketika ia berbicara.     

"Baiklah, mari kita mulai."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.