The Alchemists: Cinta Abadi

Cincin Putih Putri Luna



Cincin Putih Putri Luna

0Alaric hanya dapat memperhatikan Nicolae dan Aleksis berdansa dari jauh. Hatinya ikut merasa sedih untuk kakaknya yang dilihatnya sangat mencintai Aleksis. Bila itu laki-laki lain, ia pasti sama sekali tidak akan bersimpati dan dengan segala cara akan mengusirnya.     

Tetapi Alaric sadar, selama sepuluh tahun saat ia tidak ada dalam kehidupan Aleksis, Nicolae-lah yang ada di sana. Hatinya sedih memikirkan bahwa sesungguhnya waktu yang dijalani Nicolae bersama Aleksis jauh lebih lama daripada waktu Alaric dan Aleksis bersama, yang hanya satu minggu.     

Hati kecilnya sangat bersyukur karena selama ini, ternyata Aleksis masih menyimpan cinta kepadanya. Kalau gadis itu sudah beralih ke lain hati, yang tentunya sangat wajar terjadi mengingat Alaric hanya bersamanya selama satu minggu sebelum terpisah untuk sepuluh tahun, Alaric tidak tahu apakah ia akan sanggup menyaksikan gadis yang dicintainya itu membangun rumah tangga bersama lelaki lain.     

Kalau sampai ia datang terlambat, dan Nicolae terlanjur menikah dengan Aleksis... dan kemudian juga mempunyai anak-anak darinya, tentu akan lebih mudah membatalkan pernikahan mereka yang hanya berumur satu minggu itu, daripada memisahkan Aleksis dari Nicolae.     

Memikirkan ini ia hanya dapat menarik napas panjang dan menghabiskan wine bergelas-gelas.     

Aku butuh minuman yang lebih keras dari ini, pikirnya.     

Lauriel yang melihat kegelisahan Alaric datang menghampiri anaknya dan mengajaknya duduk bersama. Ia hendak membicarakan acara esok hari yang telah disiapkan untuk pernikahan Aleksis dan Nicolae, yang kini tentu tak dapat lagi dilaksanakan.     

"Kemarilah..." kata Lauriel sambil menepuk kursi di sebelahnya. Ia lalu memberi tanda agar pelayan membawakan wiski dan dua buah gelas. Ia pun merasa membutuhkan minuman yang lebih keras.     

Dengan patuh Alaric duduk di sampingnya dan menerima gelas dari ayahnya. Keduanya duduk bersama memperhatikan kemeriahan pesta dan sama-sama tersenyum. Mereka sama-sama tidak menyukai keramaian, tetapi kali ini keduanya dapat menoleransinya karena mereka dikelilingi kerabat dekat saja.     

"Besok hampir semua anggota klan akan datang, untuk menyaksikan pernikahan," kata Lauriel sambil meneguk habis wiskinya. "Kita harus melakukan sesuatu."     

"Aleksis tidak boleh menikah dengan Nicolae," kata Alaric tegas. "Aku akan membawanya pergi."     

"Aish... kau ini cepat marah ya," komentar Lauriel. "Wajahmu seperti Luna, tapi sifatmu sangat mirip denganku. Tapi bahkan aku sudah tidak cepat marah seperti dulu."     

Ia tersenyum bangga saat mengatakan itu. Memang benar, ia segera menyadari bahwa walaupun wajah Alaric sangat mirip dengan kekasihnya, sifat pemuda itu sangat menuruni sifat-sifatnya, bahkan kini orang-orang yang lewat dapat melihat bahwa gaya berpakaian mereka mirip dan cara duduknya juga serupa.     

Alaric tersenyum sungkan. Ia pun sudah menyadari hal yang sama. "Aku hanya ingin bersikap tegas. Sudah jelas tidak akan ada pernikahan, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi."     

"Bukan itu maksudku..." Lauriel melambaikan tangannya, "Kau dan Aleksis dulu menikah diam-diam, kan? Kenapa tidak menikah betulan saja besok dan mengumumkannya di depan semua anggota klan? Bukankah itu lebih baik?"     

Alaric tertegun mendengar kata-kata Lauriel. Ia sama sekali tidak memikirkan hal itu.     

Menikah dengan Aleksis di depan umum?     

Ia sadar bahwa pernikahan sederhana yang mereka berdua lakukan sepuluh tahun lalu di kapel 24 jam di Sentosa sama sekali tidak layak untuk wanita seberharga Aleksis. Gadis itu berhak mendapatkan acara pernikahan yang paling megah dan paling meriah, di mana semua orang memberikan restu dan mendoakan kebahagiaannya... dan Aleksis dapat menjadi ratu sehari yang dikagumi banyak orang.     

"Lagipula besok bagaimanapun semua tamu akan tetap datang. Akan aneh kalau mereka datang hanya untuk acara makan-makan..." kata Lauriel lagi.     

Alaric melemparkan pandangannya ke arah Aleksis yang masih berdansa dan bercakap-cakap dengan Nicolae, dan akhirnya ia mengangguk. "Aku tak dapat memutuskannya sendiri. Sebaiknya kita tanyakan kepada Aleksis, apa yang ia inginkan."     

Lauriel mengangguk setuju. Akhirnya setelah lagu berakhir dan orang-orang yang berdansa melepaskan diri dari pasangan dansanya, Lauriel menggamit Aleksis dan Nicolae untuk duduk bersama. Ia juga mengajak Finland dan Caspar untuk membicarakan nasib anak-anak mereka.     

"Ini, minum dulu penawarnya," kata Nicolae sambil menyerahkan gelas berisi minuman putih kepada Aleksis. Ia sendiri kemudian meminum penawar dari gelasnya. Beberapa menit kemudian keduanya sudah kembali berubah menjadi diri mereka semula. Caspar dan Finland pun melakukan hal yang sama.     

"Baru kali ini aku merasa penemuan Aldebar ada yang berguna," komentar Caspar sambil tertawa.     

"Pesta besok pasti akan meriah dengan minuman pesta Aldebar ini," Finland mengangguk setuju.     

"Uhm... ngomong-ngomong soal pesta besok, kita harus membicarakan apa yang akan kita lakukan dengan acara pernikahan yang sudah disiapkan untuk Aleksis," kata Lauriel kemudian. Finland dan Caspar saling pandang.     

"Hmm... ya, rasanya sudah jelas, Aleksis akan menikah dengan Alaric di depan klan. Kita tidak mungkin melanjutkan pernikahannya dengan Nicolae," Caspar menoleh ke arah Nicolae dengan pandangan simpati, "Nicolae tidak keberatan, kan?"     

Pemuda yang dimaksud hanya menggeleng, "Aku setuju dengan Paman. Sekarang terserah mereka."     

Ia menatap Alaric dan Aleksis bergantian.     

"Aku akan menyerahkan semuanya kepada Aleksis," kata Alaric tegas. "Aku tidak mau memutuskan sendiri."     

Kini semua mata tertuju pada gadis itu. Mata Aleksis tampak berkilauan karena haru saat ia mengangguk, "Aku mau menikah kembali dengan Alaric..."     

Alaric mengangguk setuju dan meremas tangan gadis itu dengan lembut. Walaupun ia tidak menyukai keramaian, tentu ia dapat mengalah demi Aleksis dan pernikahan mereka sendiri.     

"Kalau sudah begitu, rasanya tidak ada yang perlu dikuatirkan," Caspar menoleh ke arah Alaric dan menatapnya dalam-dalam, "Karena kalian sudah menikah, tentu aku harus menerimamu sebagai menantuku. Tetapi ini bukan berarti aku setuju dan menerima pandangan-pandanganmu mengenai masa depan klan."     

Alaric mengangguk, "Aku mengerti."     

"Baiklah... kita selesaikan pesta ulang tahun Aleksis dan setelah itu kita semua beristirahat dan bersiap untuk acara pernikahan besok."     

Alaric seketika teringat bahwa ia bahkan tidak mengetahui bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Aleksis, dan ia kembali merasa sedih.     

"Maafkan aku, tidak membawa hadiah apa-apa untukmu. Aku tidak tahu sekarang hari ulang tahunmu," katanya sambil menggenggam tangan Aleksis lebih erat. "Aku berjanji yang berikutnya, aku tidak akan pernah lupa."     

"Ah... tidak apa-apa, lagi pula itu salahku yang memalsukan data-dataku," Aleksis tersenyum manis sambil mengusap pipi Alaric dengan penuh kasih sayang.     

"Uhm... sebentar, aku punya sesuatu untukmu," kata Alaric tiba-tiba. Ia membuka kancing atas bajunya dan menunjukkan sebuah kalung kulit dengan gantungan sebuah cincin kecil berwarna putih yang melingkari lehernya. Ia melepaskan kalungnya dan menaruh cincin tersebut di telapak tangan Aleksis, "Kau ingat, 18 tahun yang lalu kau memberikan ini kepadaku. Kau bilang ini adalah milikmu yang paling berharga..."     

Aleksis terpukau melihat cincinnya yang diberikan Lauriel sebagai hadiah kepadanya dan kemudian diberikannya kepada Alaric 18 tahun lalu ternyata masih disimpan pemuda itu.     

"Astaga... kau masih menyimpannya? Kupikir ini sudah hilang..."     

Alaric menggeleng, "Aku menyimpannya, dan selama ini cincin ini juga menjadi harta milikku yang paling berharga, karena aku memperolehnya darimu. Sekarang aku ingin memberikannya kembali kepadamu. Cincin secantik ini harusnya dipakai orang secantik dirimu..."     

Alaric tersenyum hangat, sesuatu yang hampir tidak pernah ia lakukan, dan memasangkan cincin itu di jari manis Aleksis. "Ini pas sekali..."     

Seruan tertahan Lauriel membuat keduanya keheranan dan mengangkat wajah. Mereka melihat wajah pria itu tampak sangat terkejut dan diliputi keharuan.     

"Itu... itu cincin Luna, yang kuhadiahkan kepadanya saat aku melamarnya..." kata Lauriel. "Aku menemukan cincin itu di tangan seorang gadis yang meninggal di reruntuhan mansion keluarganya yang diserang bom dan selama seratus tahun aku mengira dia adalah Luna yang sudah meninggal. Aku lalu memberikan cincin itu kepada Aleksis karena aku sangat menyayangi Aleksis dan aku pikir tidak ada perempuan lain yang pantas mengenakan cincin Luna... Ternyata Aleksis malah memberikannya kepadamu belasan tahun lalu tanpa sepengetahuanku..."     

Alaric dan Aleksis sama-sama terkejut mendengar penjelasan Lauriel. Ternyata selama ini, Alaric telah menyimpan cincin ibu kandungnya sendiri. Dan kini ia kembali menghadiahkannya kepada gadis yang ia cintai.     

Rasanya mengharukan sekali... Selama ini cincin ibunya telah bersama dengannya selama 18 tahun.     

Ini memang takdir, pikirnya.     

"Sekarang cincin ibu sudah kembali kepada pemilik yang tepat," kata Alaric kemudian sambil mencium tangan kanan Aleksis yang barusan dipasanginya cincin. "Aku sangat bahagia."     

Nicolae dan orang tua keduanya hanya bisa menoleh ke arah lain ketika Alaric dan Aleksis tidak dapat lagi menahan diri dan mendaratkan ciuman ke bibir masing-masing. Keduanya sangat terharu dan rindu akibat perpisahan yang demikian lama.     

"Ahem... kalau begitu pembicaraan kita sudah selesai. Besok kita tinggal bersiap-siap untuk pesta pernikahan," kata Lauriel akhirnya.     

Semua mengangguk setuju.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.