The Alchemists: Cinta Abadi

Alaric dan Aleksis



Alaric dan Aleksis

0Kalau saja takdir tidak mengambil Aleksis dari sisinya, mungkin mereka pun dapat memiliki anak seperti ini.     

Pemikiran itu membuatnya menjadi semakin sedih dan hampir saja menampakkan wajah berduka di depan Altair. Akhirnya ia menarik napas panjang dan memutuskan untuk menjauh. Kalau bersama anak ini lebih lama lagi ia akan semakin teringat akan kemalangannya sendiri dan betapa takdir sedang mempermainkannya dengan tanpa mengenal kasihan.     

"Hmm.. kau tidak dicari orang tuamu?" tanyanya kemudian.     

"Ah... iya, aku sudah minta izin bermain kemari sambil menunggu anjing kami datang. Papa tahu aku di sini kok..."     

"Anjing?" tanya Alaric tertarik.     

"Iyaaa... Papa bilang kami boleh punya anjing baru kalau kami membantunya menulisi kartu undangan. Hari ini anjing kami akan datang." Wajah Altair tampak bersinar-sinar gembira dan kebahagiaannya seakan menular, membuat Alaric ikut tersenyum.     

"Aku senang mendengarnya. Kau beruntung. Aku tidak pernah punya hewan peliharaan," kata Alaric. Ia hanya memelihara tanaman karena tanaman tidak akan mati bila sering ditinggalkan, pikirnya.     

Anak ini kelihatannya memiliki keluarga yang sangat bahagia.     

"Wahhh... kasihan sekali. Paman boleh kok bermain dengan anjing kami kalau dia sudah datang." Altair memegang tangan Alaric dengan penuh simpati. "Kami memiliki anjing yang lucu sekali, tetapi ia sudah meninggal karena tua, makanya sekarang Papa memberikan kami anjing yang baru."     

"Hmm... terima kasih. Nanti aku akan mampir kalau anjing kalian sudah datang," kata Alaric sambil tersenyum. Ia balas memegang tangan anak itu dan untuk sesaat mereka berpegangan tangan seperti itu, tanpa merasa canggung sedikit pun.     

"Paman tamu di sini? Aku belum pernah melihatmu," tanya Altair lagi.     

Alaric mengangguk. "Aku datang terlalu awal, jadi aku akan berjalan-jalan dulu di sekitar sini."     

"Ah.. oke. Kalau paman suka memancing, di sebelah sana ada danau, di sini banyak kupu-kupu, dan di sebelah itu ada hutan kecil yang banyak kelincinya."     

"Terima kasih. Kalau begitu aku pergi dulu." Alaric melepaskan tangannya dan mengangguk ke arah Altair lalu berjalan meninggalkan anak itu dengan kedua tangan masuk ke dalam saku. Ia tidak mau berlama-lama di sana karena ia takut menjadi semakin menyukai anak itu.     

Altair hanya memandangi punggung Alaric yang menjauh meninggalkannya. Kepalanya miring ke kiri memperhatikan gerak-gerik pria itu dan sesaat kemudian seulas senyum menghias wajahnya. Altair menyadari paman yang barusan mirip dengannya.     

Sekilas orang akan mengira ia adalah perempuan karena wajahnya yang memiliki gurat-gurat halus, tetapi tubuhnya yang tinggi besar terlihat sangat gagah dan maskulin.     

Tentu paman itu sewaktu kecil juga sering dikira perempuan sepertiku, pikir Altair sambil mengangguk-angguk. Tetapi kini setelah dewasa, tentu orang tidak lagi salah mengira ia perempuan karena tubuhnya yang tinggi besar itu. Berarti, nanti kalau aku sudah dewasa, aku pun bisa terlihat seperti dia. Sungguh gagah dan mengesankan!     

Pikiran itu membuat perasaan Altair menjadi senang dan sambil bersenandung ia berjalan pulang ke istana keluarga Medici.     

***     

Halaman kastil mulai dipenuhi mobil-mobil tamu yang datang dan satu persatu keluarga besar Schneider tiba untuk merayakan acara ulang tahun Aleksis, sebelum ia menikah besok. Flora dan Louis datang pertama membawa beberapa botol wine terbaik dan buket bunga diikuti kedua anak mereka, Garnet dan Alexandrite bersama istri-istri mereka.     

Kedatangan mereka disambut oleh Kara dan Jadeith di depan pintu dengan wajah-wajah gembira. Kara yang telah menjadi kekasih Jadeith selama beberapa tahun tampak sangat senang ia dapat bertemu dan diperkenalkan kepada orang tua Jadeith. Mereka langsung saling merangkul dan berbincang-bincang dengan hangat.     

Mobil mewah yang mengantar Ned dan Portia tiba kemudian. Aleksis yang sudah mendengar tentang kedatangan mereka buru-buru keluar dari dalam kastil untuk menyambut mereka secara pribadi.     

"Selamat datang, Bibi Portia... Paman Ned..." Ia membungkuk hormat ala bangsawan dengan sikap sempurna, sehingga membuat Portia sesaat tertegun melihatnya.     

Aleksis mengenakan gaun berwarna merah membalut tubuhnya yang indah dan memamerkan sepasang kakinya yang jenjang. Wajahnya yang cantik jelita tidak mengenakan riasan sama sekali hingga terlihat sederhana namun sangat mempesona.     

Rambutnya yang tebal berwarna madu tergerai indah di punggungnya membingkai wajahnya dengan sempurna dan bahkan Portia yang terkenal sebagai perempuan paling cantik di klan Alchemist menjadi kagum melihatnya.     

"Selamat sore," Portia tersenyum manis menatap gadis cantik bertata-krama sempurna di depannya itu. "Siapa namamu?"     

"Namaku adalah Aleksis Schneider, aku putri ayahku," jawab Aleksis sambil tersenyum ramah. "Caspar Schneider."     

"Oh...." Portia dan Ned saling pandang keheranan.     

Tepat saat itu mobil yang membawa Alaric tiba di halaman dan berhenti tepat di sebelah mobil Ned. Alaric yang sudah melihat orang tua angkatnya ada di sana segera keluar untuk menghampiri mereka.     

"Ayah, Ibu..." Ia menyapa mereka. Portia dan Ned menoleh ke arahnya, dan saat itu barulah Alaric melihat gadis yang tadi sedang berbicara dengan kedua orang tua angkatnya.     

Seketika langkahnya terhenti dan ia terpaku di tempatnya. Tubuhnya serasa membeku dan Alaric tak dapat melepaskan pandangannya dari gadis itu.     

"Eli... kau ternyata datang juga," Portia tersenyum kepadanya. "Ini adalah Aleksis Schneider, sang pengantin perempuan. Calon menantu Lauriel."     

Alaric untuk sesaat mengira ia sedang berada di Holodeck karena tiba-tiba ia melihat sosok Aleksis berdiri di depannya. Matanya seketika menjadi berkunang-kunang.     

Sementara itu, Aleksis telah melihat pria yang baru datang itu dan seketika ia merasa terkesan.     

Inikah anak angkat Portia dan Ned yang terkenal itu? pikirnya. Barusan pria ini memanggil mereka ayah dan ibu.     

"Aku akan mencari Paman Rory agar menemui kalian, ia pasti akan senang sekali." Aleksis mengangguk ramah dan mempersilakan tamu-tamunya masuk.     

Bukan hanya wajahnya... tubuhnya... suaranya juga... semua seperti Aleksis.     

Alaric menjadi kebingungan.     

"Silakan masuk, semuanya. Paman Rory sangat menyesal ia lupa mengundang kalian ke acara beberapa tahun yang lalu. Ia memang tidak pandai mengadakan pesta. Bibi Portia harap maklum... "     

Paman Rory? Kepala Alaric seketika menjadi berat.     

Portia dan Ned mengangguk dan mengikuti Aleksis ke dalam istana. Kesan pertama mereka tentang gadis itu sangat menyenangkan dan rasa kesal Portia kepada Lauriel menjadi sedikit berkurang karena mendengar penjelasannya.     

"Lalu di mana calon suamimu?" tanya Portia kemudian. Sekarang ia menjadi penasaran ingin melihat anak Lauriel yang akan menikah besok. Ia ingin tahu seperti apa orangnya, yang dipilih Lauriel untuk menjadi pewarisnya itu.     

"Oh... Nic ada di belakang, aku akan memanggilnya juga..." Aleksis memanggil pelayan yang segera membawakan minuman dan menyajikannya kepada ketiga tamunya itu dan kemudian ia minta diri. "Aku akan segera kembali. Silakan bersantai dulu. Ayah dan ibu juga sudah hampir tiba."     

Ketika ia menghilang di balik pintu, barulah kesadaran Alaric kembali, bersamaan dengan air mata yang menggenang di kedua mata ungunya yang cemerlang.     

Tanpa diperintah oleh otaknya, sepasang kakinya telah berlari mengejar bayangan tubuh Aleksis yang baru saja menghilang.     

Ini bukan mimpi!     

Ini bukan fitur fantasi di Holodeck!     

Ia sedang berada di Kastil Medici dan barusan ia melihat Aleksis...     

Aleksis yang akan memanggilkan Paman Rory-nya...     

Paman Rory-nya ternyata adalah Lauriel sendiri...     

"Eh.. Eli, kau mau kemana?" tanya Portia kebingungan. Tetapi Alaric tidak menjawab, menoleh pun tidak.     

Fokusnya adalah mencari Aleksis. Ia tidak boleh kehilangannya lagi!     

Ketika ia tiba di luar, Alaric menemukan dirinya berada di lorong yang kosong. Aleksis sudah menghilang dari pandangannya.     

"Kemana Aleksis...?" tanyanya dengan nada mendesak kepada seorang pelayan yang lewat. Gadis itu terkejut sesaat tetapi cepat menunjuk ke arah sebuah bangunan di seberang taman. Alaric segera berlari ke sana.     

"Paman Rory... Bibi Portia sudah datang. Apakah Paman ada di perpustakaan?"     

Alaric mendengar suara Aleksis sedang memanggil Rory ketika ia tiba di pintu perpustakaan. Matanya terpejam berusaha menikmati keindahan suara yang sangat ia rindukan itu. Otaknya segera menghubungkan semua informasi sepotong-sepotong yang tersimpan dalam memorinya dan kini ia mengerti apa yang terjadi.     

Ini memang Aleksisnya...     

Kini ia mengerti mengapa Aleksis dulu sangat merahasiakan identitasnya. Bukan karena ia merupakan seorang anak haram Kurt Van Der Ven... melainkan karena ia adalah seorang alchemist.     

Kini ia mengerti mengapa Caspar sangat marah dan mengejarnya, mengira ia bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Aleksis... Caspar adalah ayah kandung gadis itu.     

Kini ia mengerti bahwa Lauriel, ayahnya, adalah Paman Rory, ayah angkat Aleksis... dan ia mengejar Alaric Rhionen karena alasan yang sama dengan Caspar, menganggapnya bertanggung jawab atas kecelakaan Aleksis, karena anak buahnya membasmi kelompok mafia Sungai Hitam waktu itu...     

Ini semua adalah kesalahpahaman yang sangat buruk...     

Dan ini membuatnya terpisah dari Aleksis selama sepuluh tahun.     

Aleksis pasti mengira ia sudah tiada, sama seperti ia mengira Aleksis telah meninggal...     

Sehingga setelah sepuluh tahun akhirnya Aleksis melanjutkan hidup dan besok akan menikah dengan pria lain...     

Setetes air mata sudah mengalir jatuh ke pipi pria kesepian yang selalu mengira dirinya sebatang kara itu.     

"Paman Rory tidak ada di sini, rupanya," gumam Aleksis. Ia menaruh tangannya di pinggang dan mencoba memikirkan di mana kira-kira Lauriel berada saat ini.     

"Aleksis..." Tiba-tiba dari belakangnya terdengar sebuah suara serak yang memanggil nama Aleksis dengan begitu khimad, seolah memanjatkan doa. "Apakah kau Aleksis Makela...?"     

Aleksis mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah suara. Keningnya berkerut, entah kenapa suara ini terdengar familiar.     

"Aleksis Makela? Apakah kau Aleksis Makela?" tanya orang itu sekali lagi dengan nada mendesak.     

Aleksis tertegun melihat laki-laki muda di depannya yang menatapnya dengan pandangan penuh emosi. Pria itu tampak sangat mengesankan dengan pakaian pesta kasual yang dibuat khusus untuknya, dihiasi berbagai lencana dan emblem kebangsawanan dari keluarga Lewis dan Baden, dan keluarga lain yang tidak dikenali Aleksis.     

Oh, rupanya anak angkat Ned dan Portia yang terkenal itu... Mengapa ia mengejarku ke sini? pikir Aleksis keheranan.     

Tadi ia hanya sempat melihatnya sekilas, karena pikirannya teralihkan pada persiapan pesta dan mencari Lauriel. Kini saat pria itu berdiri tegap di depannya, dengan jarak yang semakin lama semakin sempit, Aleksis dapat mengamatinya dengan lebih baik.     

Orang ini memiliki penampilan yang unik sekali, pikir Aleksis kagum.     

Rambut pemuda itu berwarna platinum blonde, tampak sedikit berantakan membingkai wajahnya yang sangat tampan dengan garis-garis simetri sempurna. Sepasang matanya berwarna ungu cemerlang menatap Aleksis lekat-lekat, membuat gadis itu merasa sedikit canggung.     

"Apa aku mengenalmu?" tanya Aleksis keheranan. Ia belum pernah bertemu pria ini sebelumnya, tetapi ada sesuatu pada dirinya yang terasa familiar. "Kurasa kita belum pernah bertemu sebelumnya..."     

"Apakah namamu Aleksis Makela? Aku sudah lama mencarimu..."     

"Namaku Aleksis Schneider. Kenapa kau mencariku? Apa kita kenal?" tanya Aleksis sambil menyipitkan mata. Melihat pemuda itu tidak juga menjawab, akhirnya Aleksis mengangguk, "Aku... memang pernah menggunakan nama Aleksis Makela."     

"Oh..." Pria itu tertegun, seolah kehilangan kata-kata saat Aleksis mengkonfirmasi pertanyaannya. Ia menatap Aleksis lama sekali, dan tanpa sadar seulas senyum lalu terukir di wajahnya. "Kau sekarang jauh lebih cantik."     

"Terima kasih..." Aleksis mulai merasa tidak nyaman. Ia tahu dirinya cantik, sejak dulu kecantikannya sudah banyak menimbulkan masalah. Kini ia tidak berniat berlama-lama bicara dengan orang asing yang memuji kecantikannya saat ia akan segera menikah. "Kalau tidak ada hal yang penting yang mau dibicarakan, aku mesti kembali menemui tamu-tamu."     

Ia membungkuk sedikit ala putri bangsawan dan berjalan melewati Alaric hendak keluar dari perpustakaan.     

"Kau tidak boleh menikah dengan orang itu..." Tiba-tiba kembali terdengar suara pria itu dari belakangnya. Nadanya sangat mendesak. "Kau sudah punya suami."     

Langkah Aleksis terhenti. Ia menoleh dan menatap pria itu dengan tajam. Baru sekarang ia memperhatikan bahwa mata ungunya terasa sangat familiar.     

Apakah... apakah orang ini memiliki hubungan keluarga dengan Alaric? Dari mana ia tahu Aleksis telah menikah?     

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Aleksis dengan suara bergetar. "Suamiku sudah meninggal."     

Pria itu menggigit bibirnya menahan emosi dan menggeleng pelan, "Maafkan aku..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.