The Alchemists: Cinta Abadi

Undangan Pernikahan



Undangan Pernikahan

0Alaric tidak pernah peduli dengan gosip yang beredar di luaran tentang dirinya. Selama empat tahun terakhir ini ia fokus pada pekerjaannya dan tujuannya menguasai dunia. Hal-hal selain itu tidak penting baginya.     

Sehingga ketika semua berita hiburan kembali mengait-kaitkannya dengan penari balet terkenal Elien Mikhailova, ia tidak mengambil tindakan apa pun untuk menyangkal atau mengonfirmasi.     

Sejak EIien menjadi ambassador Virconnect tiga tahun lalu dan selalu hadir di mana pun ada acara yang disponsori oleh Splitz, orang-orang mengira hal itu terjadi karena sang superstar balet tersebut memiliki hubungan spesial dengan Elios Linden.     

Pihak manajemen Eilen sangat senang dengan semua publisitas yang diperolehnya karena gosip-gosip tersebut, sementara manajemen Splitz menganggap hal tersebut bagus untuk citra bos mereka yang sering dianggap publik sebagai orang dingin dan tidak menyukai manusia.     

Sejak bocornya beberapa dokumen tahun lalu tentang berbagai program Rhionen-Meier Industries (RMI) yang secara signifikan mengurangi lapangan pekerjaan bagi manusia dan mempersulit manusia untuk bersaing dengan sistem AI, mulai timbul berbagai gerakan di seluruh dunia yang memprotes keberadaan Rhionen-Meier Industries di negara mereka.     

Setiap hari ada saja demo di depan kantor perwakilan RMI yang menuntut mereka untuk membatalkan sistem automasi terbaru, hal itu hampir menjadi pemandangan biasa. Alaric tidak pernah peduli.     

Minggu ini ia sedang berada di New York untuk mengurusi berbagai proyek RMI di Amerika dan ketika mobilnya masuk ke pintu masuk menuju tempat parkir RMI di basement ia melihat beberapa ratus orang berunjuk rasa di depan gedung membawa berbagai spanduk dan papan berisi pernyataan protes mereka.     

"Ini demo apa lagi?" tanyanya kepada Aleksis.     

"Hmm... ini dari perusahaan jaringan supermarket terbesar di Amerika. Mereka sudah mengurangi tenaga kerjanya sebanyak 80 persen karena program automasi kita telah membantu mereka berhemat sangat banyak dengan menjadikannya lebih efisien. Serikat karyawannya mengorganisir protes ke semua kantor cabang kita di Amerika."     

"Hmm.. Dasar bodoh," gerutu Alaric pelan. Yang bersalah adalah perusahaan jaringan supermarket tersebut yang telah memecat banyak karyawannya tanpa memberikan kompensasi memadai, tetapi mereka justru menyalahkan RMI, karena menyediakan sistem automasi yang membuat mereka kehilangan pekerjaan.     

Yang bersalah, menurut Alaric adalah para karyawan rendahan yang tidak memerlukan ketrampilan lain yang berguna, yang dapat memberikan mereka pekerjaan lebih baik yang tidak dapat digantikan mesin.     

Yang bersalah adalah orang tua mereka yang memiliki anak tanpa dapat menjamin mereka memperoleh pendidikan dan ketrampilan yang akan menjamin penghidupan mereka.     

Yang bersalah adalah masyarakat yang membiarkan manusia berkembang biak tanpa mampu bertanggung jawab atas kehidupan mereka di planet ini.     

Dan demikian seterusnya.     

"Selamat pagi, Tuan. Anda memiliki tamu pagi ini," sapa resepsionis lantai 50 ketika melihat Alaric keluar dari lift. Wajahnya tampak berseri-seri seolah ia merasa menjadi pembawa berita gembira yang pasti akan membuat Alaric senang.     

"Tamu?" Alaric mengerutkan keningnya. Ia tidak menunggu siapa pun. "Siapa?"     

"Katanya ini kejutan." Resepsionis membukakan pintu ke dalam ruangan Alaric dan berdiri sambil tersenyum berharap diberi pujian. Alaric sangat jarang datang ke kantor di New York dan ia berharap dapat memberikan kesan baik bagi bosnya ini.     

"Selamat pagi." Terdengar suara renyah menyapa Alaric dari dalam ruangannya dan sesaat kemudian tampak seorang gadis sangat cantik bangkit dari sofa. "Aku mendengar kau sedang ada di kota ini, jadi aku memutuskan untuk mampir..."     

Alaric menatap Elien yang berdiri dengan penampilan terbaiknya dan tampak tersenyum berseri-seri menatapnya.     

Resepsionis sudah menutup pintu, memberikan waktu bagi sang bos besar dan gadis yang digosipkan sebagai kekasihnya itu untuk berduaan. Dalam hati ia merasa sangat senang menjadi pembawa berita gembira, kekasih tuan besar sedang menunggunya di dalam dan memberi kejutan.     

"Ada apa?" tanya Alaric sambil menaruh ponselnya di meja kerjanya.     

"Tuan mau minum kopi? Aku bisa menyiapkannya," Elien bergerak ke meja kopi dan mulai mengambil cangkir dan menuangkan kopi untuk Alaric. Dengan cekatan ia mengantar kopi tersebut dan menyerahkannya kepada Alaric.     

Alaric menerimanya dan menaruhnya di meja.     

"Maafkan aku datang tiba-tiba. Aku hanya ingin memberi kejutan karena mendengar Anda sedang ada di New York." Elien berdiri di depan Alaric, sangat dekat darinya. Wajahnya tampak sangat cerah dan gembira. "Aku ingin mengucapkan terima kasih."     

Alaric tidak mengatakan apa-apa, ia menunggu Eline menyelesaikan kata-katanya. Gadis itu tampak sedikit kecewa karena Alaric tidak menanggapi ucapannya, namun demikian senyum di wajah cantiknya tidak berubah.     

"Terima kasih karena Tuan telah mengangkat karierku setinggi ini. Terima kasih atas semua dukungan dan kepercayaan yang diberikan kepadaku untuk menjadi bagian dari sejarah, menjadi ambassador Virconnect."     

Alaric mengangguk. "Baiklah."     

Elien menatap Alaric dengan pandangan rumit, "Uhm... aku tak tahu bagaimana harus membalasnya."     

"Tidak perlu. Kurasa dunia perlu melihat keindahan, dan keindahan tarianmu membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik," jawab Alaric. Ia memang seorang pria yang memiliki cita rasa seni tinggi dan saat pertama melihat penampilan Elien di Ritz Gala, ia menganggap gadis itu cukup berbakat untuk didukung dan menjadi wajah dari Virconnect.     

Elien tampak berseri-seri mendengar ucapan Alaric yang dianggapnya sebagai pujian.     

"Te.. terima kasih..." Tanpa sadar, karena terlalu gembira ia mendekat dan memegang lengan Alaric, "Anda sangat baik. Aku merasa tersanjung."     

Wajahnya menjadi tersipu-sipu.     

"Elien..." Alaric mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu. "Kau boleh pergi sekarang."     

Elien tampak terkesiap. Ia mengangguk buru-buru, "Iya, aku tahu Anda sibuk. Mohon maaf sudah mengganggu sepagi ini."     

Ia mengeluarkan sebuah kartu dari tasnya lalu meletakkannya di meja Alaric. "Nanti kalau Anda sudah tidak sibuk.. aku akan sangat senang bisa menunjukkan rasa terima kasihku kepadamu."     

Ia lalu berjalan keluar dan tersenyum sambil membungkuk sekali lagi sebelum menghilang di balik pintu.     

Alaric melirik kartu di mejanya dan menghela napas. Itu adalah kartu akses ke Presidential Suite di salah satu hotel mewah di New York. Dengan acuh ia menyapu kartu itu dengan tangannya hingga jatuh ke tempat sampah.     

"Kali ini dia sudah keterlaluan," komentar Aleksis dari jam tangan Alaric. "Semakin tahun dia semakin berani. Sekarang dia sudah terang-terangan menggoda Anda untuk tidur bersamanya. Memangnya dia pikir dia itu siapa??"     

Alaric tidak mengacuhkan kata-kata Aleksis. Ia duduk di kursinya dan mulai membaca beberapa laporan yang masuk dari stafnya untuk dibawa ke dalam rapat bersama presiden sambil makan siang nanti.     

"Tuan selalu membiarkan gosip tentang Anda dan Elien di luaran sana sih, sehingga ia semakin berani."     

"Aleksis, aku harus berkonsentrasi membaca laporan ini."     

"Ugh..." Aleksis masih mengomel panjang pendek tetapi Alaric tidak mengacuhkannya. Setelah setengah jam membaca laporan dan membuat beberapa catatan, Alaric beristirahat dan meregangkan tubuhnya.     

"Aleksis, tumben kau belum membuatkanku kopi," tegurnya. Biasanya setelah setengah jam secara otomatis asistennya itu sudah mengatur agar mesin kopi mengeluakan secangkir kopi segar untuk Alaric. Tetapi ini sudah hampir 40 menit dan ia belum mencium wangi kopi yang biasanya.     

"Tuan, Nyonya Portia bilang ia perlu bicara dengan Anda." Aleksis tidak mengacuhkan pertanyaan Alaric.     

"Hmm... ada apa?" tanya Alaric.     

"Mana kutahu? Aku tidak diprogram untuk membaca pikiran manusia," omel Aleksis.     

Alaric hanya geleng-geleng mendengarnya. Ia lalu memencet tombol Virconnect di mejanya dan sesaat kemudian ia sudah melihat ruang tamu megah di istana Lewis yang sangat dikenalnya.     

"Selamat siang, Ibu. Asistenku bilang kau perlu bicara?"     

Ia bisa melihat wajah Portia yang terlihat antara shock, marah, kecewa dan kaget. Tidak biasanya Portia begini, pikirnya.     

"Aku baru mendapat undangan pernikahan." Suara Portia terdengar bergetar ketika ia menunjukkan sebuah kartu berukiran indah di tangannya. Alaric menjadi tambah penasaran melihat sikap Portia yang aneh.     

"Lalu?" tanyanya dengan sabar.     

"Ini undangan pernikahan putra Lauriel Medici dan putri Caspar Schneider!" seru Portia kesal. "Apakah Lauriel mempunyai anak dari perempuan lain?"     

Alaric tertegun mendengar kata-kata Portia.     

Ayahnya... mempunyai anak laki-laki selain dirinya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.