The Alchemists: Cinta Abadi

Kebahagiaan Lauriel



Kebahagiaan Lauriel

0Setelah memperoleh restu dari orang tua Aleksis, Nicolae dan Aleksis mendatangi Lauriel yang sedang berada di konservasinya di Kenya. Pria itu tampak sangat terharu ketika mendengar kabar gembira tersebut. Ia bahkan tidak menyembunyikan air mata yang menetes perlahan dari sepasang mata biru-hijaunya saat ia memeluk Aleksis dan mengangkatnya ke udara.     

"Anak perempuanku... anak kesayanganku... Aku sangat gembira mendengarnya!" bisik Lauriel tak henti-hentinya. "Aku senang kau menemukan kebahagiaanmu..."     

Nicolae sadar bahwa ayah kandungnya lebih menyayangi calon istrinya daripada dirinya sendiri, karena Lauriel telah ikut membesarkan Aleksis sedari bayi, dan bahkan ikut menyaksikan kelahirannya.     

Ia hanya tersenyum simpul melihat sikap ayahnya yang tampak emosional. Ia tahu, kebahagiaan Aleksis sangat penting bagi Lauriel, dan kalau sampai Nic menyakiti Aleksis, Lauriel tidak akan segan-segan membunuhnya dengan tangannya sendiri.     

Benar saja. Setelah menurunkan Aleksis ke tanah, Lauriel mendekati Nicolae dan menepuk bahunya, "Kau jaga Aleksis baik-baik, ya. Jangan sampai aku dengar kau membuatnya menangis sekali pun."     

"Ahahaha... ini siapa anak kandung dan siapa yang menantu sih?" kata Nicolae dengan nada bergurau. "Tenang saja, Ayah... Aku akan menjaga Aleksis dengan nyawaku. Aku tidak akan membiarkan setetes pun air matanya jatuh."     

"Bagus." Lauriel tersenyum puas.     

[[Author nangis sesenggukan di pojok. Duh, Babang Nic kamu ini baiiiiik banget...]]     

"Oh ya... jangan lupa mengundang Ned dan Portia ke pesta pernikahan kalian. Ayah waktu itu benar-benar lupa mengundang mereka. Kau harus bertemu juga keluarga dari pihak ibumu. Portia adalah sepupu Luna," kata Lauriel sebelum ia masuk ke dapur dan sesaat kemudian keluar dengan sebotol sampanye terbaik dan tiga buah gelas. "Mari kita bersulang untuk hari bahagia ini."     

Ketiganya bersulang dengan gembira lalu duduk di beranda mengamati matahari terbenam sambil membicarakan acara pernikahan yang akan digelar sebulan kemudian. Kara yang efisien membantu mengatur segala sesuatunya, hingga pasangan mempelai bisa duduk tenang dan hanya fokus pada undangan.     

"Kami berencana mengadakan pernikahan pada hari Minggu tanggal 3 Oktober, sehari setelah ulang tahun Aleksis," kata Nicolae menerangkan rencana mereka. "Jadi pada hari Sabtunya kita bisa mengadakan acara temu keluarga terlebih dulu. Kurasa itu momen baik untuk memperkenalkan diri kepada semua kerabat."     

"Ide bagus," jawab Lauriel. Ia tak henti-hentinya tersenyum sepanjang sore itu. Lauriel yang pendiam dan dingin, sekali ini tampak sangat gembira tidak seperti biasanya. Ia tak henti-hentinya memeluk Aleksis yang duduk di sampingnya dan mengacak-acak rambut gadis itu seperti waktu ia masih kecil. "Astaga.. Aleksis sekarang sudah besar. Sebentar lagi menjadi pengantin."     

Aleksis merasa sangat terharu melihat antusiasme ayah angkatnya. Ia baru menyadari betapa pentingnya bagi Lauriel untuk hadir dan merestui pernikahannya. Ia sangat menyesal karena 10 tahun lalu ia menikah diam-diam dengan Alaric, dan kemudian malah mengakibatkan tragedi yang melukai hati sangat banyak orang.     

Ia merasa sedikit lega karena pernikahannya dengan Nicolae direstui kedua keluarga mereka dan berjalan sebagaimana mestinya. Kini setelah memiliki anak sendiri, Aleksis merasakan betapa ia pun akan terluka dan sedih jika salah satu anaknya nanti menikah diam-diam dan tidak melibatkannya dalam hidup mereka.     

Sungguh dulu Aleksis masih terlalu muda dan egois, hanya memikirkan dirinya sendiri.     

"Kalian tidak mau menjelajah keluar?" tanya Lauriel setelah mereka makan malam. "Pemandangan di seputar konservasi ini sangat indah di malam hari. Aku akan tidur lebih cepat, kalian bersenang-senang saja ya..."     

Lauriel tentu sengaja mengatakan ia hendak tidur lebih cepat untuk memberikan waktu berduaan bagi pasangan itu. Aleksis dan Nicolae tidak membawa si kembar ke Kenya karena mereka sedang dibawa oleh Rune untuk menjadi kelinci percobaannya, sama seperti ia dan London dulu sering menjadi kelinci percobaan Paman Aldebar.     

Nicolae dan Aleksis saling pandang dan tersenyum simpul mendengar kata-kata Lauriel.     

"Kami tidak apa-apa, kok. Banyak waktu untuk berduaan nanti," kata Nicolae kepada ayahnya, "Kami punya waktu seumur hidup untuk bersama."     

Lauriel menatap Nicolae dengan pandangan yang penuh makna.     

"Anakku, dulu ayah pun mengira akan memiliki waktu selamanya dengan ibumu, karena sebagai kaum Alchemist aku selalu merasa waktu ada di tangan kita. Itu adalah kesalahanku yang terbesar, yang kusesali hingga kini." Lauriel menghela napas panjang, saat mengenang betapa singkatnya waktu yang ia miliki bersama kekasihnya, Luna. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, karena itu nikmati dan hargai apa yang sedang kita jalani sekarang... Orang bijak berkata, 'Yesterday was the past. Tomorrow is the future. Today is a gift, that why it's called the present.'"     

[[Hari kemarin adalah masa lalu, hari esok adalah masa depan, dan hari ini adalah hadiah. Itulah sebabnya hari ini disebut present/gift/hadiah.]]     

Nicolae tertegun. Ia bukannya menganggap remeh kebersamaannya dengan Aleksis sekarang, tetapi ia memang tidak merasa harus terburu-buru dalam segala sesuatu. Ia tahu Aleksis sudah menerima cintanya dan mereka akan segera menikah.     

Anak-anak Aleksis juga sudah menganggapnya sebagai ayah mereka sendiri, sama seperti ia sudah menganggap mereka sebagai anak-anaknya. Semuanya sudah berlangsung seperti yang ia dambakan sejak dulu.     

Sebulan lagi dan mereka akan menjadi keluarga yang sesungguhnya. Nicolae sama sekali tidak merasa tergesa-gesa. Ia bahkan belum pernah mencium Aleksis di bibir ataupun tidur dengannya, walaupun mereka memiliki banyak kesempatan.     

Biarlah semua terjadi secara alami dan pada waktu yang tepat, pikirnya.     

Namun, kini ucapan Lauriel yang diucapkan dengan demikian sungguh-sungguh terasa mengena di hatinya. Ia memang tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Lauriel yang telah hidup selama hampir enam abad tentu tidak sembarangan bicara. Ia hanya berbagi pengalamannya sendiri, dan ia tak ingin Nicolae dan Aleksis menyesal.     

"Aku mengerti..." kata Nicolae kemudian sambil tersenyum. Ia lalu bangkit dan menarik tangan Aleksis agar ikut bersamanya keluar. "Kita dengarkan kata ayah."     

Aleksis hanya tertawa mendengarnya, tetapi dengan patuh ia mengikuti langkah Nicolae keluar.     

"Kami jalan-jalan dulu, Paman Rory," kata Aleksis sebelum menghilang di balik pintu. Lauriel hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia masuk ke ruangannya dan melanjutkan minum wine-nya.     

Malam ini ia sangat bahagia. Ia ingin merayakannya dengan minum sendirian.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.