The Alchemists: Cinta Abadi

Keharuan di Bawah Aurora



Keharuan di Bawah Aurora

0Kedatangan dua anak muda yang sangat tampan ke Schneider Tower di pusat kota Manhattan itu menarik sangat banyak perhatian para karyawan dan tamu yang datang ke sana.     

London yang sudah mulai bekerja di kantor pusat Schneider Group di Berlin sudah menduga sambutan yang akan diterimanya seperti itu. Ia ingat hari pertama ia masuk para karyawan perempuan tak henti-hentinya mencuri pandang ke arahnya.     

Kini ia datang ditemani adiknya Rune yang jauh lebih menarik perhatian karena rambutnya yang pirang indah tergerai hingga ke bahunya dan sepasang mata biru yang agak sipit dan menimbulkan kesan misterius.     

Penampilannya acuh namun terlihat sangat modis dengan pakaian keluaran rumah mode termahal. Rune memang agak flamboyan, mengikuti Aldebar, walaupun penampilannya masih terlihat wajar, tidak seperti Aldebar yang senang memakai pakaian kuno dari masa lalu.     

"Selamat siang, Tuan Chan sudah menunggu kami di atas," kata London dengan ramah kepada resepsionis di lobi.     

"Selamat siang, Tuan. Nama Anda siapa?" tanya si resepsionis dengan sopan.     

London dan Rune saling pandang lalu keduanya mengangkat bahu. Ayahnya telah mengizinkan mereka keluar dan menyebut identitas mereka sebagai anak-anak keluarga Schneider. Karenanya tanpa ragu London menyebutkan namanya.     

"Aku London Schneider. Ini adikku, Rune Schneider."     

"Uhmm... bagaimana mengejanya?" tanya resepsionis itu sambil mengetik di komputernya.     

"L-O-N-D-O-N dan Schneider seperti nama gedung ini." jawab London dengan sabar. "Dan ini adikku, Rune, R-U-N-E, dan nama belakangnya juga Schneider."     

"Seperti gedung ini?" gadis itu mengulangi kata-kata London.     

"Iya. Ini gedung punya keluargaku." jawab London acuh tak acuh.     

Resepsionis itu saling pandang dengan rekannya dan seketika wajahnya terlihat menjadi pucat. "A... Anda benar-benar dari keluarga Schneider?"     

"Iya, benar. Tolong beri kami akses ke kantor Presiden, ya."     

"Ba.. baik, Tuan." Dengan sigap resepsionis itu menelepon ke asisten Terry di lantai paling atas dan memberi tahu bahwa ada dua orang muda yang mencari sang presiden.     

"Silakan mereka masuk. Tuan sudah menunggu mereka dari tadi." Jawaban asisten Terry membuat kedua resepsionis itu buru-buru mempersilakan London dan Rune masuk ke lift dan memberi akses ke lantai paling atas.     

Setelah kedua pemuda itu menghilang di balik lift, kedua petugas resepsionis hanya dapat mendecak kagum.     

"Astaga.. kau lihat anak-anak pemilik Group? Tampan sekali!!"     

"Iya, mereka seperti bukan manusia!"     

Setibanya di lantai 50 keduanya langsung dipandu menuju ke ruangan Terry yang sangat luas dan mewah, di bagian paling ujung. Presiden baru Schneider Group segera menyambut mereka di pintunya dan membawa mereka ke dalam.     

"Selamat datang!" Terry mengeluarkan sebotol minuman dan tiga gelas. "Sudah hampir selesai jam kantor. Sudah bisa minum."     

London dan Rune mengangguk. Masing-masing menerima gelas dari Terry dan meminum isinya.     

"Aku dengar mereka akan menggunakan teknologi Virconnect untuk menyiarkan acaranya," kata London. "Paman Aldebar meminta kami untuk mengadakan penelitian saat acara berlangsung agar kami dapat menganalisis beberapa kelemahan Virconnect."     

"Ya, aku juga tertarik datang ke Ritz Gala karena fitur Virconnect itu," Terry kemudian tersenyum sendiri, "Sekaligus menerima penghargaan sepuluh besar pria paling diidamkan di dunia. Ah, pasti kalian sudah tahu itu."     

London dan Rune menggeleng, "Mama bilang itu hanya penghargaan konyol."     

"Eh, tidak konyol ya..." protes Terry. "Ibu menganggapnya konyol karena walau sesukses apa pun Paman Caspar, ia belum pernah masuk nominasi ini."     

"Itu tidak benar," cetus London. "Ayah sepuluh kali memenangkan penghargaan konyol ini sejak tahun 2010. Ia tidak pernah menerimanya."     

SEPULUH KALI?     

Jiwa kompetitif Terry menjadi bangkit. Ia baru pertama masuk dalam nominasi ini dan walaupun Finland menyebutnya konyol, Terry tetap menganggap penghargaan ini penting. Apalagi melihat para saingannya yang masuk nominasi tahun ini.     

Ia tidak boleh kalah dari Presiden termuda di dunia William Holmes dari Malta, lalu Niels si pangeran putra mahkota Swedia, Elios Linden pimpinan Rhionen-Meier Industries, dan beberapa tokoh terkemuka dunia lainnya.     

Kalaupun ia tidak menang tahun ini, ia harus kembali masuk nominasi tahun depan hingga SEBELAS TAHUN berturut-turut agar ia dapat mengalahkan rekor Paman Caspar.     

"Kalian sudah siap tampil setampan mungkin ke acara Ritz Gala?" tanya Terry kemudian. London dan Rune hanya tertawa mendengarnya.     

Mereka membahas beberapa hal seputar pekerjaan lalu pulang ke penthouse di Hotel St. Laurent. Sambil menunggu acara penting itu dimulai, London dan Rune mengikuti Terry ke berbagai acara kalangan atas untuk memperkenalkan adik-adiknya.     

Dua hari kemudian, pesta Ritz Gala pun tiba.     

***     

Setelah empat hari berada di Reykjavik dan berburu Aurora setiap malam, akhirnya Aleksis, Nicolae dan si kembar berhasil melihat Aurora Borealis yang luar biasa indah.     

Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan keempatnya ketika melihat berbagai warna terang berlari dan berkejar-kejaran di langit malam. Mereka melihat warna hijau dan biru mendominasi langit selama mereka duduk terpaku di atas kap mobil, seolah tersihir oleh pesona Aurora.     

"Ini, aurora terindah yang pernah kulihat," bisik Aleksis tanpa sadar.     

Nicolae hanya mengangguk tanpa dapat berkata-kata. Ia telah beberapa kali melihat aurora selama hidupnya yang menginjak satu abad hidup di muka bumi ini. Satu kali di Islandia, dua kali di Norwegia, dan sekali di Finlandia.     

Tetapi baginya, tidak satu pun dari pengalamannya itu dapat dibandingkan dengan perasaan yang kini mengisi dadanya hingga penuh. Ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidupnya, berbagi pemandangan paling indah di dunia bersama gadis yang ia cintai dan kedua anak yang dianggapnya seperti anaknya sendiri.     

Ia berharap seandainya waktu dapat dibekukan dan mereka bisa ada di sini selamanya.     

Ia tak dapat lagi menahan perasaannya dan perlahan-lahan melingkarkan tangannya ke pinggang Aleksis. Dengan sangat khimad ia memeluk gadis itu dan mencium rambutnya. Aroma citrus dari tubuh Aleksis selalu membuatnya terpesona.     

"Aleksis... " ia berbisik dengan suara sangat lembut, "menikahlah denganku."     

Aleksis terpaku di tempatnya. Ia tidak menolak saat Nicolae memeluknya karena sebenarnya ia sudah mulai merasakan kedinginan setelah berjam-jam ada di luar dalam suhu di bawah nol dan ia hanya mengenakan jaket tipis.     

Ia tahu suatu hari nanti pertanyaan ini akan datang, ketika Nicolae memintanya untuk menjadi istrinya. Semua orang sudah tahu bagaimana perasaan pemuda itu kepadanya. Semua orang mengharapkan Nicolae melamar Aleksis dan kemudian mereka menikah.     

Tetapi Aleksis sama sekali tidak mengira Nicolae akan memintanya secepat ini. Mereka baru 4 bulan bertemu kembali sejak Nicolae pulang.     

"Kau tidak usah jawab sekarang," Nicolae merapikan rambut Aleksis dengan lembut. "Aku hanya ingin kau tahu perasaanku. Aku ini laki-laki sederhana yang mengatakan apa yang aku pikirkan. Dan malam ini aku berpikir betapa aku akan menjadi pria paling berbahagia di dunia kalau kau menjadi istriku. Aku tidak bermaksud apa-apa... hanya mengungkapkan isi hatiku. Kau tidak perlu menjawabnya sekarang atau bahkan sepuluh tahun lagi..."     

Aleksis memejamkan mata dan membayangkan Alaric yang hingga kini wajahnya tidak ia ketahui. Ia hanya melihat wajah Alaric saat usianya 12 tahun dan hal itu sudah 14 tahun yang lalu. Daya ingatnya tidak sebagus orang-orang lain dan kini ia tak dapat membayangkan wajah Alaric seperti apa.     

Saat melihat Altair, ia hanya berharap anaknya itu akan cepat besar supaya Aleksis dapat segera melihat wajah suaminya pada diri putranya itu, untuk mengobati kerinduannya.     

Ia hanya bersama dengan Alaric Rhionen untuk waktu yang sangat sebentar, walaupun ia sempat terobsesi kepada pria itu selama 8 tahun. Mereka memiliki dua orang anak bersama, tetapi selain itu, Aleksis dan Alaric sudah tidak memiliki apa pun lagi sejak kematiannya 6 tahun yang lalu.     

Aleksis bahkan tidak dapat mengunjungi makamnya karena Alaric dikremasi dan abunya ditebar di lautan lepas.     

Di sini, di sampingnya kini berdiri seorang pemuda yang sangat mencintainya, dan sudah menunggunya selama bertahun-tahun, bersedia melakukan apa pun untuknya, bahkan rela melindunginya dengan mengorbankan nyawa. Pria yang sama yang juga memperlakukan Altair dan Vega seperti anak-anaknya sendiri...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.