The Alchemists: Cinta Abadi

Liburan ke Islandia



Liburan ke Islandia

0Islandia adalah salah satu tempat terbaik di dunia untuk melihat Cahaya Utara yang disebut juga Aurora Borealis. Aurora Borealis mengambil namanya dari Aurora, dewi fajar dari peradaban Romawi, dan Boreas, nama Yunani untuk angin utara.     

Pada malam musim dingin yang terang dan jernih di Islandia, manusia dapat menikmati tarian Aurora Borealis di langit malam yang terlihat begitu mempesona.     

Aleksis pernah berburu Aurora bersama Lauriel beberapa kali dan hanya berhasil melihatnya satu kali dan itu menjadi pengalaman yang tak terlupakan seumur hidupnya.     

Seluruh langit malam yang jernih berhiaskan milyaran bintang, dan di kaki langit hingga ke setengah permukaan langit malam di bagian utara tampak kilatan demi kilatan cahaya berwarna hijau dan oranye yang terlihat seperti magis. Sungguh membuat Aleksis terpana dan hampir tak dapat bernapas.     

Aleksis sangat ingin Altair dan Vega merasakan apa yang ia rasakan dulu, maka perjalanan kali ini ke Islandia membuatnya sungguh bersemangat. Untuk memberikan pengalaman yang utuh, Nicolae dan Aleksis sengaja menggunakan pesawat komersial milik Schneider Group dan berbaur dengan manusia biasa, seperti yang dibiasakan oleh Lauriel.     

Dua orang pengawal pribadi sudah disiapkan untuk mengawasi mereka dari jauh, kalau-kalau terjadi sesuatu. Aleksis tidak ingin anak-anaknya melihat mereka selalu dikawal kemana-mana, karena itu ia lebih ketat meminta para pengawalnya agar tidak menampakkan diri.     

Kini dengan kehadiran Nicolae ia sudah merasa jauh lebih tenang. Mereka turun dari pesawat di bandara Reykjavik dan bersiap untuk memulai petualangan baru di Islandia.     

"Kenapa ayahmu tidak memiliki hotel di Islandia?" tanya Nicolae penasaran sambil menunggu tas mereka diantarkan oleh kru pesawat. "Schneider Group punya hotel di mana-mana."     

"Oh, ayahku tidak suka dingin," jawab Aleksis. "Ia hanya membangun hotel di tempat yang ia suka datangi. Ia sangat jarang ke Islandia. Itu praktis sudah seperti kutub."     

"Ah, sayang sekali. Padahal kau suka dingin," komentar Nicolae. Ia memperhatikan Aleksis masih tidak mengenakan mantel apa pun di luar jeans dan kemeja putih tipisnya. Tubuhnya selalu terlihat sangat indah mengenakan pakaian apa pun, dan kini di antara ratusan gadis yang berlalu lalang di bandara dengan tubuh gendut akibat mantel musim dingin yang tebal, ia terlihat semakin mencolok.     

Daya tahan Aleksis terhadap dingin dari dulu selalu mengagumkan. Sebaliknya dengan Nicolae yang kini sudah merapatkan sweater dan mantelnya akibat rasa dingin. Si kembar pun demikian. Wajah keduanya sangat bahagia tetapi juga sangat kedinginan.     

"Kalian kedinginan? Siapa yang mau olahraga menghangatkan badan?" tanya Nicolae kepada Altair dan Vega. Ia lalu merentangkan kedua tangannya.     

"Aku mau!" seru Vega. Ia lalu melompat dan melingkarkan lengannya ke lengan kanan Nicolae yang terentang lalu berayun dengan gembira seolah di dahan pohon. Wajahnya tampak sangat gembira.     

Altair mengikuti dan mengayunkan diri ke lengan kiri Nicolae.     

"Aku tidak mau berjalan. Biar paman saja yang membawa kami begini," kata Vega dengan manja.     

Aleksis hanya memijat keningnya melihat adegan itu. Berarti ia yang bertanggung jawab mengurusi tas mereka kalau Nicolae sudah disibukkan oleh si kembar.     

Ketika petugas maskapai memberikan dua koper kecil mereka kepadanya, Aleksis segera mendorong kedua koper itu mengikuti Nicolae yang berjalan dengan si kembar menggantung seperti monyet di masing-masing tangannya.     

Aleksis mendengar dari Terry bahwa Paman Jean mempunyai seorang anak perempuan yang setahun lebih muda dari anak-anaknya ini, dan bocah itu pun kelakuannya seperti monyet kecil sehingga ia diberi julukan Monyet Kecil oleh orang tuanya.     

Hmm... apakah semua anak zaman sekarang mereka seperti monyet? pikir Aleksis bingung. Ia ingat ketika London dan Rune masih kecil, mereka sama sekali tidak seperti itu. Keduanya sangat suka memelihara dan bermain dengan biri-biri mereka.     

Aleksis tidak dapat membayangkan kalau sampai Altair, Vega, dan si Monyet Kecil bertemu... Mungkin seisi rumah akan dibuat sangat gaduh oleh mereka.     

"Tunggu aku, ya," serunya sambil berjalan mengejar Nicolae yang sudah berjalan melintasi separuh terminal. Aleksis mengomeli dirinya sendiri yang tidak fokus dan malah melamun. "Kalian jalannya cepat sekali."     

Nicolae berbalik dan tersenyum menunggunya datang mendekat. Pemandangan pemuda itu mengangkat dua bocah berumur lima tahun yang menggelayut manja di kedua tangannya membuatnya menjadi pusat perhatian.     

Banyak gadis yang mengagumi betapa kuatnya pemuda tampan itu, hingga dapat dengan mudah mengangkat masing-masing anak dengan satu tangan.     

"Heii... kau di sini?" Tiba-tiba terdengar sebuah suara renyah menyapa Nicolae dari belakangnya. Seorang gadis berpakaian mewah dengan mode mantel terkini datang tergesa-gesa menghampiri Nicolae. "Aku sudah memperhatikanmu sejak tadi dan aku tidak percaya ini benar-benar kau. Aku harus mendekat untuk memastikan. Halloo... sampai kapan kau akan di Reykjavik?"     

Nicolae menoleh dan mendapati Kit Blue sedang menatapnya dengan mata berbinar-binar. "Oh, hai... kami sedang berlibur. Rencananya akan di sini selama seminggu."     

Saat itu Aleksis sudah tiba dan seketika matanya tampak berkilat kesal melihat Kit Blue tiba-tiba muncul di tempat yang tidak diduganya.     

Kenapa sih, gadis ini tidak diam saja di hotel esnya? pikir Aleksis sebal.     

"Sayang, kau jalannya cepat sekali," seru Aleksis tiba-tiba. Ia sudah melihat pandangan memuja di mata Kit saat menatap Nicolae, dan seketika ia terpikir untuk membuat Kit kesal. Aleksis tersenyum manis sekali dan berjalan ke samping Nicolae, lalu dengan dibuat-buat menyandarkan kepalanya ke bahu pemuda itu. "Eh.. kau bertemu kenalan? Siapa dia?"     

Nicolae merasakan dadanya berdebar-debar ketika tanpa diduga Aleksis menyandarkan kepalanya begitu saja di bahunya. Tumben, pikirnya. Ia senang sekali, dan tak dapat menyembunyikan ekspresi bahagianya.     

"Eh.. iya, sepertinya begitu." Nicolae menoleh kepada Kit, "Uhm... aku lupa, siapa namamu?"     

Seketika wajah Kit yang tadi terkejut melihat kehadiran Aleksis menjadi merah karena marah saat Nicolae ternyata sama sekali tidak mengingat namanya.     

Ia sungguh berpikir bahwa ia cukup cantik dan meninggalkan kesan sehingga pangeran dari keluarga Medici ini seharusnya ingat kepadanya.     

Ternyata Nicolae malah menanyakan namanya!     

Kit sungguh sangat marah. Dengan menghentakkan kaki ia berbalik dan meninggalkan mereka tanpa menjawab pertanyaan Nicolae.     

"Kenapa dia?" tanya Nicolae bingung. "Orang aneh. Tahu-tahu tadi dia menyapaku, tapi tidak mau memperkenalkan dirinya."     

Aleksis tertegun melihat sikap Nicolae. Rupanya pemuda itu memang sungguh tidak mengingat Kit sama sekali. Padahal mereka cukup lama mengobrol di pestanya waktu itu.     

"Kau sungguh tidak ingat dia?" tanya Aleksis. "Dia itu tamu brengsek yang kumaksud. Ayahnya memiliki hotel es. Kalian cukup lama mengobrol di pestamu."     

"Oh... benarkah?" Nicolae mengangkat bahu. "Tidak ingat."     

Tentu saja, di mata Nicolae selalu hanya ada Aleksis, mana bisa dia memperhatikan ataupun mengingat gadis lain. Mereka semua tidak pernah berarti baginya.     

"Astaga.. baiklah." Aleksis hanya tersenyum simpul mendengar jawaban polos Nicolae. Berarti kekesalannya selama berbulan-bulan ini tidak ada artinya, ketika ia bolak-balik mengatakan kepada Nicolae untuk tidak menginap di hotel es di Islandia.     

Nicolae bahkan tidak ingat dengan Kit!     

Dalam hati Aleksis hanya tertawa diam-diam. Ia dapat membayangkan betapa kesalnya Kit hari ini.     

"Anak-anak, kalian turun dari tangan Paman Nic, Mama butuh bantuannya membawa koper," omel Aleksis.     

"Aku saja yang membawa koper!!" seru Vega dan Altair berbarengan sambil meloncat turun dari tangan Nicolae. Sebelum Aleksis dapat mencegah, keduanya telah merebut masing-masing satu koper dari kedua tangannya.     

"Lho.. kenapa kalian yang bawa?" tanya Aleksis keheranan.     

Ia hendak protes lebih lanjut ketika Nicolae sudah menyelipkan tangan kirinya dan menggenggam tangan kanan Aleksis untuk mengajaknya melanjutkan berjalan keluar terminal menuju mobil jemputan mereka.     

"Sssh.. sudah, jangan cerewet," kata Nicolae sambil mengeratkan genggamannya.     

Akhirnya dengan patuh Aleksis mengikuti langkah Nicolae menyusul kedua anaknya yang sudah jauh di depan menggiring koper mereka.     

Pemuda tampan yang romantis dan gadis cantik berpakaian serba tipis di tengah dinginnya udara Islandia di musim dingin itu menarik perhatian banyak orang, tetapi hanya sebentar, karena mereka dengan cepat telah menghilang saat mobil jemputan mereka tiba.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.