The Alchemists: Cinta Abadi

Keputusan Aleksis



Keputusan Aleksis

0Ketika Aleksis selesai mandi ia terkejut melihat kedua anaknya ternyata masih bangun dan sedang mengobrol dengan Nicolae.     

"Lho...? Bukannya tadi kalian sudah tidur? Kenapa sekarang bangun?" Tanpa sadar ia merapatkan kimononya yang tadi ia pakai sembarangan. Astaga... Ia lupa kalau ada pria lain di kamar ini. Selama ini ia terbiasa hanya berdua dengan kedua anaknya hingga tanpa sadar ia hanya mengenakan handuk dan menyampirkan kimononya begitu saja.     

Nicolae menoleh dan terkesiap melihat kecantikan Aleksis yang begitu menawan dengan rambutnya yang masih basah dan digelung ke atas. Sepasang kakinya yang jenjang terlihat berkilauan diterpa sinar bulan dari jendela besar di sampingnya.     

Oh Tuhan... Aleksis semakin hari semakin bertambah cantik, pikir Nicolae.     

"Paman Nic... hei.." Altair melambai-lambaikan tangannya di depan Nicolae yang masih terpana. "Paman kok jadi mematung begitu?"     

Nicolae tersentak dan menoleh, "Eh.. iya, maaf, Paman sedang kagum. Ibumu cantik sekali."     

Ia mengomeli dirinya sendiri karena tak juga dapat bertindak elegan dan menyembunyikan perasaannya. Kenapa ia begini lemah sebagai laki-laki? Mengapa ia tak bilang saja bahwa ia sedang melamunkan sesuatu dan tidak sadar akan sekelilingnya?     

Wajahnya memerah saat ia mengangguk ke arah Aleksis.     

"Uhm... tadi anak-anak bangun dan mencarimu. Aku lalu mendongeng sedikit kepada mereka biar mereka terhibur," jawabnya sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal. "Aku akan pergi sekarang. Selamat malam anak-anak. Ingat, besok kita jalan-jalan, ya?"     

Ia buru-buru bangkit dari tempat tidur dan minta diri. Aleksis, Altair dan Vega menatap kepergiannya dengan sorot mata yang menunjukkan ekspresi berbeda. Aleksis merasa bersalah, dan Altair serta Vega tampak kehilangan.     

"Baiklah, sekarang kalian tidur. Mama akan menaruh pakaian mama untuk dicuci, besok kita akan pulang."     

Ia mencium kedua anaknya dan bergegas keluar mencari pelayan untuk mencucikan pakaiannya yang kotor. Sebelumnya ia harus mencari white wine dulu untuk menghilangkan noda red wine yang mengotorinya.     

***     

Keesokan harinya, Aleksis bangun dan segera menyadari bahwa kedua anaknya telah menghilang dari kamar.     

"Astaga... kemana kedua bocah itu?" pikirnya saat dengan panik mencari Altair dan Vega di balik lemari, di kamar mandi, dan di seputar kamarnya. Saat Aleksis keluar kamar ia melihat pakaiannya telah terlipat rapi di kabinet kecil yang ada di depan pintu. Dengan cepat ia berganti pakaian lalu mencari anak-anaknya ke luar kastil.     

"Nyonya, apakah Anda mencari tuan muda dan nona muda?' tanya pelayan yang lewat dan melihat wajah panik Aleksis. "Mereka sedang berjalan-jalan ke bukit di belakang kastil untuk menangkap kupu-kupu. Mereka akan kembali sebentar lagi untuk sarapan."     

"Oh, begitu ya?" Aleksis mengangguk. Hatinya mulai tenang. Sebaiknya ia menikmati segelas minuman panas untuk menenangkan diri, pikirnya.     

Dengan langkah tenang ia berjalan ke ruang makan besar yang terletak di tengah kastil dan menghadap ke taman buatan sangat indah yang dikelilingi tembok-tembok bangunan kastil dengan dua buah menara itu. Biasanya Lauriel akan menghabiskan paginya di sana kalau ia tinggal di sini.     

"Selamat pagi, Paman Rory," sapa Aleksis sambil mencium pipi ayah angkatnya lalu mengambil duduk di sampingnya. "Anak-anak dan Nic sedang jalan-jalan, ya?"     

"Benar. Mereka keluar pagi sekali. Sebentar lagi juga pulang."     

Baru saja Lauriel selesai berkata-kata, dari ujung lorong tampak Nicolae muncul menggendong Vega dan Altair ikut di sampingnya. Mereka tampak ceria sekali.     

"Mamaaaaa.... aku disengat lebah!!" Vega langsung mengadu saat ia melihat ibunya.     

"Astaga.. kau tidak apa-apa?" tanya Aleksis sambil berdiri dan mengambil Vega dari gendongan Nicolae. Ia melihat tangan anaknya bengkak akibat sengatan lebah dan segera mengelus-elusnya dengan penuh kasih sayang.     

"Sebentar aku ambilkan obat anti gigitan serangga," kata Nicolae. Ia menghilang dan kembali lima menit kemudian dengan botol salep kecil. Setelah membersihkan luka gigitan di tangan Vega, ia mengoleskan salep tersebut dengan lembut sambil membujuk-bujuk Vega agar melupakan sakitnya.     

Aleksis menyaksikan itu semua dengan penuh terima kasih. Ia dapat melihat betapa Nicolae sangat menyayangi anak-anaknya walaupun mereka baru bertemu.     

"Apakah Paman dokter? Kelihatannya tenang sekali seperti dokter," komentar Altair yang sedari tadi memperhatikan betapa cekatan Nicolae merawat adiknya.     

Nicolae mengangguk, "Paman Nic memang dokter, tetapi sekarang sudah tidak bekerja sebagai dokter. Paman hanya akan menjadi dokter untuk kalian saja, kalau kalian terluka digigit serangga atau jatuh dari pohon..."     

"Wahhh... keren sekali!! Kami sudah ada dokter pribadi di rumah, tapi orangnya nggak asyik seperti Paman. Dokter Parker sudah tua dan membosankan..." keluh Altair. Ia lalu menoleh kepada ibunya, "Mama, kita dokternya ganti saja ya, aku mau Paman Nic saja yang menjadi dokter keluarga kita... Boleh yaaaaa??"     

"Aku mau Paman Nic yang menjadi dokter keluarga kita." Vega kini ikut memegangi tangan ibunya dan memohon seperti Altair.     

Aleksis merasa terdesak. "Eh... tidak bisa, Paman Nic itu sangat sibuk. Selama ini dia bertualang keliling dunia sampai tidak bisa pulang. Kalau kalian memintanya tinggal untuk menjadi dokter kita, Mama akan merasa tidak enak kepadanya. Kalian jangan meminta hal yang aneh-aneh, dong."     

Keduanya menjadi cemberut.     

"Paman akan pergi bertualang lagi meninggalkan kami ya?" tanya Vega kepada Nicolae dengan sepasang mata berlinang.     

"Aku akan sedih sekali kalau Paman pergi." Altair menambahkan.     

Nicolae tertegun, melihat betapa kedua anak ini sangat menyukainya dan menjadi sedih saat mendengar ia akan pergi. Ia menjadi tidak tega melihat dua pasang mata bocah-bocah menggemaskan itu kini tampak seperti mata anak-anak anjing yang sedih.     

"Uhm... kalau Mama kalian meminta Paman Nic untuk tinggal, maka Paman tidak akan pergi lagi." Akhirnya Nicolae menjawab dengan sungguh-sungguh. "Paman hanya akan pergi kalau Mama Aleksis ingin Paman pergi."     

Ia menatap Aleksis sambil tersenyum dan mengangguk. Ia sudah bertekad untuk tinggal dan ada bagi Aleksis saat hatinya pulih dan bisa menerima cinta yang baru. Tetapi tentu saja keputusan ada di tangan gadis itu. Nicolae tidak akan memaksakan dirinya untuk tinggal di sini kalau Aleksis tidak menginginkannya.     

Semuanya kembali kepada Aleksis.     

Gadis itu menatapnya dengan pandangan rumit. Ia mengerti maksud Nicolae dan ia pun sadar bahwa sejak pertama kali mereka bertemu, Nicolae telah menyimpan perasaan cinta kepadanya. Perasaannya tidak berubah setelah bertahun-tahun dan setelah apa yang terjadi di masa lalu.     

Ia bahkan kini menambahkan rasa cinta itu bukan hanya kepada Aleksis, tetapi juga kepada dua anaknya.     

Aleksis sadar, baik orangtuanya, maupun Lauriel sama-sama memendam harapan agar ia dan Nicolae dapat bersatu dalam pernikahan, namun mereka tak pernah memaksakan kehendak mereka.     

Nicolae pun tidak pernah memaksa. Ia tetap setia ada untuk Aleksis dan memberinya ruang seluas-luasnya untuk sembuh dan semoga nanti dapat membuka hatinya.     

Aleksis sadar, semua orang benar, bahwa ia takkan pernah lagi menemukan pria yang lebih baik dari Nicolae. Pemuda itu sangat mencintainya, sangat setia, ia memiliki hati yang baik dan kepribadian yang menyenangkan dan hangat. Ia pun sudah berkali-kali membuktikan dirinya siap membela Aleksis bahkan dengan nyawanya.     

Ia menggigit bibirnya dan merenung sesaat. Anak-anaknya membutuhkan sosok ayah, dan Nicolae dapat memberikan sosok itu, apalagi ia terlihat sangat menyayangi Altair dan Vega. Anak-anaknya pun memuja Nicolae.     

Aleksis sadar bahwa tadi malam mereka sudah bersekongkol dengan Nicolae agar diizinkan menginap di sini oleh Aleksis. Lagipula... sudah hampir enam tahun berlalu sejak kematian Alaric. Aleksis harus belajar merelakannya dan mulai menerima kenyataan.     

"Jadi..?" Nicolae mengulang pertanyaannya dan menatap Aleksis dalam-dalam, "Kau mau aku pergi, atau tetap di sini?"     

Ada empat pasang mata yang sekarang menatap Aleksis dan menunggu jawaban darinya. Nicolae, Altair, Vega, dan Lauriel memandang Aleksis dan menantikan kata-kata keluar dari bibir gadis itu.     

Semuanya berharap gadis itu akan menjawab iya.     

Akhirnya Aleksis mengangguk pelan, "Kalau Paman Nic tidak keberatan tinggal di sini, Mama akan senang sekali."     

Seulas senyum segera menghiasi wajah Nicolae yang tampan. Ia bahagia sekali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.