The Alchemists: Cinta Abadi

Alaric bertemu Pavel



Alaric bertemu Pavel

0Alaric yang merasa ditatap berlebihan oleh Sophia menoleh ke arah sepupunya dan mengerutkan keningnya.     

"Kau mau mengatakan sesuatu?" tanyanya kepada Sophia. Gadis itu terhenyak dan cepat-cepat menggeleng.     

"Uhmm... tidak aku sedang teringat sesuatu, sama sekali tidak penting," jawab Sophia. Ia berusaha terdengar santai lalu mengalihkan perhatian pada wine yang dibawanya. "Ayo minum... ini adalah champagne spesial yang berasal dari anggur yang dipanen pada tahun kelahiranmu. Umurnya sudah genap 100 tahun. Rasanya istimewa."     

Ned mengangguk dan seorang sommelier segera membawakan pembuka botol wine dan membuka sumbatnya. Dengan anggun sommelier itu menuangkan sedikit ke gelas untuk dicicipi tuan rumah. Setelah Ned mengangguk puas, barulah ia menuangkan masing-masing ke gelas mereka.     

Portia memimpin mereka bersulang dengan mengangkat gelasnya, "Untuk 100 tahun yang akan datang."     

"Untuk calon pemimpin baru kita." Sophia menambahkan.     

"Untuk masa depan." Ned mengangguk.     

Alaric mengangguk sedikit, "Terima kasih."     

Portia menatap anak angkatnya dengan pandangan sendu sambil menghabiskan isi gelasnya. Ini adalah pertama kalinya ia bertemu Alaric sejak ia sembuh dan ia merasa ada sangat banyak hal yang berubah. Salah satunya adalah Alaric sekarang hampir tidak pernah tersenyum. Padahal kalau tersenyum ia terlihat mirip sekali dengan ibunya.     

Portia hanya bisa menghela napas. Mungkin Alaric perlu waktu lagi untuk membangunkan hatinya. Tubuhnya sudah sembuh seperti sedia kala, tetapi hatinya tidak.     

Mereka melanjutkan perbincangan tentang rencana pesta tahun baru yang akan menjadi ajang bagi Ned dan Portia untuk mengumumkan pewaris mereka, dan dukungan terbuka mereka kepada Alaric untuk menjadi pemimpin klan.     

Sepanjang makan siang itu Sophia menjadi tidak berkonsentrasi. Ia terus memikirkan nama Aleksis, anak perempuan Caspar. Benarkah anak itu sudah mati? Ha, kebetulan sekali. Sophia sangat membencinya. Anak itulah penyebab Alexei dihukum mati menjadi manusia biasa.     

Walaupun ia dan Alexei sering berselisih, namun darah lebih kental daripada air dan Sophia sangat menyayangi kakaknya. Ia masih sering diam-diam datang ke Swiss dan memperhatikan Alexei dari jauh. Kakaknya itu sekarang tinggal sendirian di sebuah mansion di puncak bukit dengan banyak pelayan.     

Sophia pernah mampir dan berpura-pura menjadi turis yang tersesat, namun Alexei sama sekali tidak mengenalinya. Perasaan kehilangan satu-satunya keluarganya yang tersisa sungguh menyesakkan hati Sophia, dan dendamnya kepada keluarga Caspar kembali membara.     

Hmm.. dari pembicaraan mereka, jelas sekali bahwa Alaric tidak tahu bahwa Aleksis adalah anak perempuan Caspar, Ned dan Portia juga tidak tahu. Sophia harus berterima kasih kepada Caspar yang sangat protektif dan belum mengumumkan anak-anaknya kepada umum.     

Lauriel juga pasti tidak mengetahui Alaric adalah anaknya, sebab bila ia tahu, tidak mungkin ia akan membantu Caspar membunuh anak kandungnya sendiri. Sophia harus memastikan apa yang terjadi di masa lalu antara Alaric dan Aleksis dan mengapa mereka bisa saling tidak mengetahui apa yang terjadi.     

Hahaha. Ada untungnya juga aku menyerahkan bisnis keluargaku kepada Alaric, pikir Sophia gembira, sekarang aku akan punya waktu untuk menyelidiki keluarga Caspar. Pasti ada informasi yang dapat kugunakan untuk menjatuhkannya...     

"Makan siangnya enak sekali, terima kasih sudah mengundangku," Sophia bangkit berdiri setelah menghabiskan hidangan penutupnya. "Aku ada urusan penting. Saatnya aku pamit."     

"Hmm..." Alaric mengangguk.     

"Baiklah. Kalau begitu aku tunggu di Glasgow bulan depan untuk menyiapkan pesta tahun baru itu," kata Portia sambil memeluk Sophia.     

Sophia berjalan anggun keluar ruang makan. Pikirannya sibuk dengan berbagai skenario dan rasa ingin tahu. Ia sudah tidak sabar untuk mengunjungi Caspar dan mencari tahu apa yang terjadi.     

Hmm... ia harus memastikan dulu pria itu tidak sedang bersama istrinya yang cemburuan.     

***     

Setelah makan siang selesai, Alaric pamit untuk menemui perwakilan manajemen atas dari Splitz, perusahaan media yang kini dipimpin langsung oleh Pavel.     

Mereka akan meluncurkan pengalaman digital baru untuk para penggunanya dan mereka ingin mempresentasikannya kepada Alaric. Sebelum ke sana ia akan memotong rambutnya dulu karena ia tidak ingin fokus mereka tertuju pada rambut panjangnya dan wajahnya yang halus seperti perempuan.     

Ini juga merupakan saat pertama kali ia bertemu Pavel setelah bertahun-tahun. Pavel sekarang sudah berusia 45 tahun dan akhirnya menikah dengan seorang gadis biasa yang ia temui di kedai kopi.     

Pertemuan mereka cukup unik karena mereka selalu datang di jam yang sama. Gadis itu seorang penulis yang mencari inspirasi dengan menonton orang-orang yang berlalu lalang di kedai setiap pagi dan Pavel selalu membeli kopinya tepat lima menit sesudah gadis itu datang. Setelah bertemu selama 365 hari berturut-turut, akhirnya Pavel menanyakan namanya dan mereka mulai berbincang-bincang.     

Sande, nama gadis itu, sama sekali tidak mengetahui masa lalu Pavel sebagai seorang mantan assassin. Ia bahkan tidak tahu bahwa Pavel adalah CEO Splitz hingga saat Pavel melamarnya setahun kemudian. Mereka kini mempunyai seorang anak laki-laki berusia 3 tahun yang kadang ikut Pavel ke kantor dan menjadi idola semua karyawan.     

Hari ini Max, anak Pavel ikut ayahnya ke kantor, karena Pavel sangat ingin memperkenalkan dirinya kepada Alaric. Ketika mendengar kedatangan Alaric di depan gedung, dengan antusias Pavel turun dari ruangannya ke lobi bersama Max dan menyambut kedatangan bosnya dengan sukacita.     

"Selamat datang, selamat siang, Tuan. Senang sekali melihat Tuan sudah kembali sehat," sapa Pavel sambil membungkuk dalam-dalam. Para direktur yang mengikutinya saling pandang keheranan dan terpaksa ikut membungkuk. Kalau bos mereka begitu menghormati anak muda yang baru datang ini, maka mereka tidak punya pilihan selain ikut memberi hormat.     

Dalam hati mereka bertanya-tanya, siapa gerangan tamu yang baru datang ini. Mereka belum pernah melihatnya sebelumnya.     

"Selamat siang, Pavel. Apakah ini Max?" tanya Alaric sambil mengangguk ke arah anak laki-laki Pavel yang sama sekali tidak mirip ayahnya. Bocah itu mengingatkannya kepada Mischa karena sama-sama memiliki rambut ikal yang indah dan wajahnya tampan berseri-seri.     

Pavel mengerti maksudnya dan mengangguk senang, "Iya, ini Max. Dia memang mirip ibunya. Ayo Max, beri salam kepada Tuan Ala ..."     

"Selamat siang, Max. Namaku Elios Linden. Senang bertemu denganmu." Alaric memotong ucapan Pavel agar tidak menyebut nama aslinya.     

Pavel segera menyadari kesalahannya dan mengangguk, "Ya.. ini Tuan Elios Linden. Ayo beri salam."     

"Selamat siang." Max menyapa dengan suara tegas dan menyenangkan. Rupanya kepribadian anak sekecil itu telah mulai terlihat. Ia sangat menyenangkan, tidak seperti Pavel yang pendiam dan cenderung ketus.     

"Kau pandai sekali, Max." Alaric mengangguk dan mengacak rambut anak itu. Ia lalu melihat sekelilingnya. "Bisa kita mulai?"     

"Tentu saja, Tuan." Pavel buru-buru menghalau anak buahnya agar memberi jalan kepada Alaric untuk masuk ke aula pertemuan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.