The Alchemists: Cinta Abadi

Monyet Kecil, di situ kau rupanya!



Monyet Kecil, di situ kau rupanya!

0Setelah rapat selesai satu persatu direkturnya mengundurkan diri. Semula mereka berdiri hendak menjabat tangan Alaric, tetapi ia sudah mengangkat tangannya dan mempersilakan mereka keluar. Ia masih tidak mau disentuh.     

Setelah mereka keluar dari ruang pimpinan, para direktur itu segera membahas apa yang baru saja terjadi di dalam. Semuanya masih merasakan shock dan seolah tidak percaya atas perkembangan yang terjadi. Topik bahasan paling panas adalah Elios Linden dan segala kemisteriusannya.     

Dalam waktu tidak terlalu lama berita dan gosip tentang pimpinan Meier Group telah sampai ke semua karyawan dan menyebar hingga ke luar perusahaan. Semua orang tidak sabar menyaksikan sepak terjang sang pemimpin baru.     

"Kita bertemu di tempat Ned dan Portia," kata Alaric sambil berlalu meninggalkan Sophia. Ia hendak berkeliling kota sebentar dengan mobilnya dan melihat-lihat. Janji makan siangnya masih satu jam lagi.     

"Aleksis, di mana tempat terbaik untuk menikmati udara segar?" tanya Alaric sambil menunggu lift membawanya turun ke lantai dasar.     

"Yang jelas tidak di London," Aleksis terdengar menahan tawa. "Tingkat polusi di sini sudah sangat mencemaskan."     

"Aku tidak perlu asisten yang sok tahu," kecam Alaric. "Jawab saja pertanyaanku."     

"Ugh.. kau ini memang tidak sabaran. Aku belum selesai bicara," Aleksis terdengar merajuk. "Orang bilang tempat terbaik menikmati udara segar di London adalah taman di seputar Hotel St. Laurent."     

Alaric tahu jaringan hotel St. Laurent adalah milik Schneider Group dan mereka terkenal sangat memperhatikan lingkungan dan kualitas hidup para tamunya, yang membuat semua hotel St. Laurent di seluruh dunia menjadi pilihan orang kalangan atas untuk menginap.     

Kalau bisnis Alaric dengan Meier Group dan Rhionen Industries menguasai jaringan media, farmasi, persenjataan dan teknologi, maka Schneider Group berfokus pada investasi dan perbankan, infrastruktur, transportasi dan pariwisata.     

Keduanya hanya terjun di satu industri yang sama, yaitu teknologi luar angkasa, dan bisa dibilang bersaing cukup ketat dalam menguasai dunia baru ini. Alaric tahu, kalau ia sungguh-sungguh ingin menguasai dunia, ia juga harus menguasai Schneider Group entah bagaimana caranya.     

"Bawa aku ke taman Hotel St. Laurent," perintah Alaric. Aleksis dengan sigap mengatur tujuan mobil mereka menuju lokasi yang diinginkan tuannya.     

Ketika tiba di sana, Alaric melangkah keluar mobil saat Aleksis mengatur mobilnya untuk mencari parkir sendiri. Kedua android yang mengawalnya berjalan santai menemani Alaric dengan menjaga jarak beberapa meter darinya.     

Hotel St. Laurent London adalah hotel termegah di Inggris saat itu dan di sekelilingnya ada sebuah taman yang indah sekali, sesuatu yang sangat jarang ada di kota-kota besar dunia saat ini.     

Alaric harus mengakui bahwa taman itu dibuat dengan penuh detail dan memberikan suasana begitu sehat dan segar bagi orang yang masuk ke dalamnya.     

Saat ia berjalan ke dekat air mancur di tengah taman, langkahnya terhenti saat ia melihat ada beberapa tanaman bonsai yang demikian indah tertata manis di dekat kolam ikan koi, membuatnya teringat sebuah tempat yang sangat ia sukai di Singapura.     

Tempat itu memiliki sangat banyak kenangan baginya, walaupun ia hanya tinggal di sana sebentar bersama Aleksis.     

Hmm.. ia harus kembali berkebun, pikirnya. Rumahnya sekarang memiliki taman yang sangat indah, tetapi tidak ada satu pun tanaman yang dia urus sendiri. Sudah waktunya untuk kembali melakukan hal yang ia sukai.     

Alaric duduk di bangku taman dan merenung, memperhatikan sekelilingnya.     

Inilah dunia yang ia tinggalkan selama beberapa tahun. Ia mempunyai sangat banyak rencana untuk dunia ini. Pertama-tama ia harus mengukuhkan kedudukannya kembali di Rhionen Industries dan masuk ke dalam klan Alchemist.     

"Paman..."     

Suara seorang anak perempuan membuatnya tergugah dari lamunan. Alaric menoleh dan mendapati seorang anak perempuan berusia sekitar 4 tahunan berdiri di sampingnya dengan wajah gelisah.     

"Ada apa, Adik kecil?" tanya Alaric dengan suara lembut. Ia kasihan melihat anak itu tampak ketakutan dan gelisah. "Kau tersesat?"     

Anak itu mengangguk. "Aku tadi berlari menghindari ibuku karena ibuku galak sekali. Tapi sekarang aku tak bisa menemukannya. Aku menyesal sudah pergi..."     

Alaric mengamati bocah cantik berambut ikal keemasan dengan wajah jenaka itu. Saat ini wajahnya terlihat cemas, dan matanya yang bulat besar hampir dihiasi air mata, membuat Alaric tidak tega. Ia selalu memiliki tempat khusus di hatinya untuk anak kecil, maka ia tersenyum manis sekali untuk menenangkannya.     

"Hmm... aku akan membantu mencari orang tuamu. Pegang tanganku, kita akan mengelilingi taman ini." Dengan penuh perhatian ia menggenggam tangan gadis kecil itu dan menuntunnya menyusuri taman indah itu. Untuk mengurangi kecemasan si bocah, ia mengajak anak itu bicara tentang apa saja.     

"Siapa namamu?"     

"Namaku Jean-Marie, Paman." jawab anak perempuan itu, suaranya terdengar mulai tenang. Ia tahu pria yang bersamanya ini akan membantunya menemukan orang tuanya.     

"Nama yang cantik sekali," puji Alaric. Ia sama sekali tak keberatan menyentuh Jean-Marie dan karena bocah itu jalannya lambat, ia bahkan kemudian menggendong anak itu di bahunya. "Kalau kau ada di tempat tinggi kau akan bisa lebih mudah mencari ibumu."     

"Ahhh... terima kasihh, Paman. Aku paling suka kalau ayah menggendongku di bahunya seperti ini!!" seru Jean-Marie penuh sukacita ketika tubuhnya berpindah ke bahu Alaric. Suaranya yang tadi serak karena kuatir, berubah menjadi ceria dan penuh semangat.     

Sungguh anak yang sangat menyenangkan, pikir Alaric. Untuk sesaat ia mengenang Aleksis dan berandai-andai jika gadis itu masih hidup, mereka mungkin dapat membicarakan untuk punya anak bersama. Tentu akan sangat menyenangkan memililki manusia kecil menggemaskan seperti Jean-Marie di rumah.     

Ugh... ia buru-buru menyingkirkan pikiran itu. Tanpa sadar ia selalu menimbulkan sakit hati pada dirinya sendiri setiap berandai-andai seperti itu.     

Seperti yang selalu ia katakan kepada asistennya, Luna, ia tahu bahwa kesuksesan akan menjadi miliknya, tetapi tidak kebahagiaan, jadi lebih baik ia melupakan keinginan-keinginan konyol seperti tadi, dan fokus pada tujuan besarnya.     

"Mamaaaaa....!!" Jean-Marie berseru dengan sekuat tenaga ke segala arah memanggil ibunya.     

"Psshh... jangan membuat keributan di tempat umum," kata Alaric. "Ini bukan di hutan, ya. Kita bisa mengelilingi taman ini untuk mencari ibumu, dan kalau masih belum ketemu kita bisa mendatangi pusat informasi agar ibumu diberi tahu."     

"Oh... maafkan aku, Paman..." Jean-Marie sadar memang ia terlalu sembarangan, dan taman indah ini memang bukan hutan. Walaupun ia boleh berlaku seperti monyet kecil di rumah, bukan berarti ia bisa seenaknya di tempat umum.     

"Tidak apa-apa. Aku akan membawamu ke pusat informasi sekarang," jawab Alaric. Namun, belum sempat ia beranjak, tiba-tiba terdengar suara panggilan dari belakangnya.     

"Monyet Kecil! Di situ kau rupanya!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.