The Alchemists: Cinta Abadi

Keluarga si Monyet Kecil



Keluarga si Monyet Kecil

0Alaric menoleh ke samping dan menemukan seorang pemuda tampan berwajah campuran Oriental datang menghampiri mereka dengan senyum lebar.     

Pemuda ini mengenakan pakaian kasual dan kacamata yang membuatnya terlihat seperti seorang mahasiswa. Alaric tertegun sesaat karena merasa wajah pemuda itu seperti familiar tapi ia tak ingat di mana pernah melihatnya.     

"Ayaaaaaahhhhh...!" jerit Jean-Marie sambil menggapai-gapaikan tangannya ke arah Jean yang hari ini sengaja tampil sangat kasual agar tidak ada orang yang mengenalinya sebagai bintang film Jean Pierre Wang yang meninggal beberapa tahun lalu dalam kecelakaan ski.     

Jean berjalan dengan langkah cepat menghampiri Alaric yang menggendong Jean-Marie, wajahnya terlihat lega sekali.     

"Ssshh.. ingat tadi Paman bilang ini bukan hutan," tegur Alaric dengan suara halus. Dalam sekejap Jean-Marie diam dan ikut berbisik.     

"Ayaahh... pssshhh... aku senang ayah menemukanku sebelum Ibu..." bisik gadis kecil itu saat Jean mengangkat kedua tangannya dan menerima Jean-Marie dari Alaric.     

"Kau membuat ibumu kuatir setengah mati," kata Jean sambil menggendong Jean Marie dengan tangan kanannya."     

"Ibu tadi marah-marah sih, makanya aku kabur. Tadi aku kan hanya berusaha menyelamatkan ikan-ikan yang tenggelam itu." Suara Jean Marie terdengar merajuk. "Kasihan ikannya..."     

"Astaga.. Jean-Marie..." Jean tidak pernah bisa marah kepada anak perempuannya, apalagi kalau si Monyet Kecil sedang kumat polosnya begini. Ia sadar di umur anaknya yang sudah menginjak 4 tahun ini, ada begitu banyak hal yang belum diketahui gadis kecil itu. Selama hidupnya ia habiskan di rumah mereka dan desa seputaran rumah saja di Swiss.     

Perjalanan jauh yang mereka lakukan kali ini adalah yang pertama kalinya setelah Jean-Marie lahir. Selama ini Marion mengucilkan diri dari dunia dan tidak mau bertemu orang luar maupun bepergian.     

Jean memahami kondisi istrinya yang masih menyimpan trauma atas peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu, dan ia dengan sabar menunggu serta mendukung Marion agar mengambil waktu untuk memulihkan diri.     

Penantiannya selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil dan sejak tahun lalu Marion mulai bersedia berjalan-jalan ke seputaran tempat lain di Swiss, dan minggu ini mereka bahkan sudah merencanakan perjalanan ke tiga negara untuk membukakan cakrawala dunia bagi Jean-Marie.     

Paris adalah kota besar pertama yang mereka kunjungi sebelum London, dan setelah ini mereka akan melanjutkan perjalanan ke New York.     

Alaric hanya menonton interaksi ayah dan anak yang menurutnya lucu itu sambil tersenyum tipis. Jean-Marie adalah anak yang sangat menggemaskan. Ia takkan pernah lupa bahwa panggilan anak itu adalah Monyet Kecil. Sungguh lucu dan rasanya tepat sekali mengingat tingkah bocah itu yang tidak bisa diam.     

"Uhm... terima kasih kau telah membantu anakku. Bagaimana aku dapat membalas kebaikanmu?" tanya Jean kepada Alaric dengan pandangan penuh terima kasih. "Oh ya.. maaf, sudah merepotkan."     

Alaric menggeleng pelan, "Tidak apa-apa. Aku hanya kebetulan lewat. Kau punya anak yang sangat lucu. Jaga dia baik-baik."     

Alaric melambaikan tangannya dan memberi tanda ia tak ingin memperpanjang situasi itu lalu beranjak pergi sebelum Jean dapat mengatakan apa-apa lagi. Aleksis dengan sigap menghubungi mobilnya agar segera menjemput di depan taman.     

Janji makan siang Alaric bersama Ned dan portia sudah hampir tiba dan ia harus segera berangkat ke sana. Alaric berjalan meninggalkan Jean yang hanya dapat memandangnya keheranan.     

Orang ini sangat mengesankan, pikir Jean dalam hati. Sesuatu di benaknya mengatakan pria yang barusan menolong anaknya itu adalah seorang Alchemist, tetapi ia tak mau bertindak tidak sopan dan asal menyapa, karena itu ia diam saja.     

Alaric yang berjalan ke arah mobilnya hampir saja bertubrukan dengan seorang gadis yang berlari tergesa-gesa menuju ke arah Jean dan Jean-Marie.     

Seperti biasa tubuhnya secara refleks menghindar hingga mereka tidak sampai bersentuhan. Gadis itu menoleh sekilas dan kemudian tertegun melihat Alaric yang berjalan tenang menuju mobilnya.     

"Marion! Aku menemukan si Monyet Kecil, dia takut kau marahi karena menyelamatkan ikan-ikan yang tenggelam itu," kata Jean sambil tersenyum geli. Ia berjalan mendekati istrinya yang masih menatap kepergian mobil yang membawa Alaric dengan kening berkerut. Jean yang melihat sikap Marion yang aneh ikut mengangguk, "Orangnya memang agak unik ya... Aku belum pernah melihat orang seperti dia."     

"Eh..." Marion tersadar dan mengangguk ke arah Jean. "Kau benar."     

Ia tidak jadi memarahi Jean-Marie yang telah membunuh tiga ekor ikan dari kolam hotel dengan mengeluarkan mereka dari air, pikirannya sibuk memikirkan pria yang tadi hampir berpapasan dengannya. Sulit bagi Marion untuk melupakan wajah itu walaupun sudah hampir enam tahun.     

Ia merasa pikirannya sudah tidak waras karena ia merasa melihat Alaric di mana-mana. Minggu lalu saat mereka di Paris, ia seperti melihat orang yang juga berwajah mirip dan ini membuatnya berkeringat dingin dan hampir terkena serangan panik.     

Marion tahu ia belum sepenuhnya sembuh dari rasa traumanya. Namun ia memaksakan diri dan berpura-pura tidak apa-apa di depan Jean. Ia tidak tega membuat Jean cemas. Suaminya itu telah sangat sabar menunggunya pulih hinga bertahun-tahun lamanya, dan perjalanan mereka kali ini seharusnya menjadi pengalaman menyenangkan bagi mereka sekeluarga.     

Setelah dari Paris dan London, mereka akan ke New York untuk menjenguk Terry. Marion tak ingin keluarganya terkungkung selamanya hanya tinggal di desa mereka di Swiss karena ia trauma dan tak mau bertemu orang lain.     

Ugh... ia harus kuat. Ia terus meyakinkan dirinya bahwa semua bayangan orang-orang yang dilihatnya mirip Alaric hanyalah tipuan pikirannya yang membuatnya trauma. Ia harus dapat mengalahkan pikiran-pikiran negatif itu dan menjadi kuat demi keluarganya.     

Itu bukan Alaric Rhionen.     

Aku hanya membayangkan yang tidak-tidak.     

Aku harus pulih, demi keluargaku.     

Marion menarik napas panjang lalu mencium Jean dengan penuh kasih dan merangkul pinggangnya.     

"Uhmm..." Jean memejamkan matanya menikmati ciuman mesra istrinya. Ketika ia membuka mata dan tersenyum lebar, ia bertanya, "Ini untuk apa?"     

"Untukmu, karena kau sangat sabar menghadapiku," jawab Marion dengan lembut. Ia berjalan menggandeng Jean yang masih menggendong anak mereka kembali ke hotel. "Aku sakit kepala dan perlu istirahat. Kita kembali ke hotel ya..."     

"Tentu saja, Sayang. Aku juga harus memberi nasihat yang saaaaangat panjang kepada Jean-Marie bahwa ikan yang tenggelam tidak perlu diselamatkan," kata Jean sambil menoleh ke arah anaknya yang pura-pura tidak mendengar ucapannya dan menutup kedua telinganya dengan tangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.