The Alchemists: Cinta Abadi

Selamat pagi, Tuan. Selamat ulang tahun.



Selamat pagi, Tuan. Selamat ulang tahun.

0Keluarga Schneider masih belum mengumumkan ketiga anak dan pewaris mereka, sehingga tidak ada satu pun di antara tamu pesta yang mengetahui siapa Aleksis sebenarnya kecuali keluarga tuan rumah dan Wolf Pack yang hadir.     

Kini kehadiran Aleksis dan kedua anaknya bersama tuan rumah mulai mengundang pertanyaan siapa gadis itu sebenarnya. Usianya terlihat masih sangat muda, dan anak-anaknya juga masih kecil.     

Mengingat tidak ada pernikahan di antara klan Alchemists yang diumumkan selama 10 tahun terakhir, selain pernikahan Endo dan Billie Yves, mereka menduga gadis ini adalah seorang manusia biasa yang diangkat anak oleh Lauriel. Mungkin Lauriel kasihan kepadanya karena hidupnya malang harus menjadi ibu tunggal dengan dua anak kecil.     

Pandangan bermusuhan gadis-gadis ini kini berubah menjadi merendahkan karena mereka menganggap Aleksis tidak setara dengan mereka yang merupakan keturunan Alchemists murni. Mereka tidak membutuhkan ramuan keabadian untuk dapat menikah dengan si pewaris keluarga Medici. Tetapi gadis di depan itu... huh.     

Jangan-jangan ia menggoda Nicolae karena ingin hidup abadi, ia dan anak-anaknya!     

Kasak-kusuk di antara mereka sampai ke teling Terry yang merasa sebal karena adiknya digosipkan seperti itu. Semuanya gara-gara Caspar masih tidak mau mengumumkan anak-anaknya ke muka umum.     

Ingin sekali rasanya Terry menjitaki orang-orang itu satu persatu dan memberi tahu mereka bahwa Aleksis sama sekali bukan seperti yang mereka gosipkan. Tetapi ia hanya dapat mengepalkan tinjunya tanpa bisa melakukan apa-apa. Ia tahu bahwa ia tak boleh mendahului Caspar.     

Setelah mengucapkan beberapa patah kata lagi, akhirnya Lauriel secara resmi menutup pesta ulang tahun Nicolae dan mengucapkan terima kasih kepada semua tamu yang datang.     

Satu persatu tamu datang menghampiri Lauriel dan Nicolae dan mengucapkan salam lalu beranjak pulang. Hingga saat terakhir kedua bocah kembar yang menggelayut di tangan Nicolae masih setia menempel kepadanya. Sepintas lalu ia terlihat seperti ayah keduanya karena wajah mereka yang mirip dan ketiganya memiliki warna mata yang sama persis.     

Setelah mengancam anak-anaknya bahwa ia akan meninggalkan mereka di kastil Medici bersama Nicolae, Aleksis menjadi menyesal karena ia menyadari bahwa ia tidak akan tahan berpisah dengan mereka. Ia hanya dapat memandang ketiganya dari jauh sambil berusaha menenangkan pikirannya sendiri.     

Seharusnya dari tadi ia menghindar saja.     

Dasar Aleksis, kau tidak pernah berpikir panjang... kecamnya kepada diri sendiri. Seharusnya begitu tadi Nicolae datang, ia sudah bisa melihat bahwa pria itu masih menaruh hati kepadanya dan ia harusnya tahu diri dan menghindari Nicolae sebisa mungkin.     

Gadis itu sekarang hanya bisa menarik napas panjang dan menyaksikan kedekatan Nicolae dengan kedua anaknya.     

Aleksis enggan mengakui, tetapi ia sadar Altair dan Vega merindukan sosok ayah, sehingga kehadiran Nicolae yang tiba-tiba seperti ini membuat mereka terkesan dan tanpa sadar memproyeksikan kerinduan mereka akan ayah mereka kepada Nicolae     

Oh... anak-anakku yang malang, pikir Aleksis sedih.     

Ia masih belum sanggup menceritakan apa yang terjadi kepada Altair dan Vega. Ia tak ingin mereka membenci Kakek Rory dan Kakek Caspar, atas kesalahpahaman yang demikian buruk yang telah terjadi.     

Selama ini Terry, bahkan London dan Rune telah berusaha memenuhi figur ayah bagi Altair dan Vega. Tetapi tentu rasanya tidak sama. Terry adalah orang yang sibuk, dan London serta Rune sendiri masih bersikap kekanakan akibat umur mereka yang muda.     

Oh, Alaric... anak-anakmu tumbuh tanpa sosok ayah, dan mereka sangat membutuhkanmu...     

Tanpa sadar air mata menetes ke dua pipi Aleksis. Ia telah berjanji selama beberapa tahun terakhir ini untuk tidak menangisi Alaric lagi, karena ia harus dapat menguatkan diri untuk anak-anaknya.     

Tetapi hari ini melihat betapa Altair dan Vega menggelayut manja pada Nicolae dan tampak ingin terus berada di dekatnya, Aleksis kembali menjadi sedih.     

Seandainya semudah itu baginya untuk melupakan Alaric dan jatuh cinta kepada Nicolae...     

***     

Ruangan yang sangat besar itu suhunya diatur secara otomatis dan kini barometer ruangan menunjukkan 18 derajat celsius, persis seperti yang disukai penghuninya. Jendela besar dari lantai hingga langit-langit ditutupi gorden black out yang membuat suasana gelap dan terasa seperti gua yang sangat nyaman.     

Pelan-pelan terdengar suara kicauan burung dan bunyi-bunyi alam yang menyejukkan hati, semula lembut dan semakin lama semakin jelas. Ruangan yang gelap juga perlahan berubah menjadi terang seiring dengan terdengarnya alarm otomatis yang berbunyi seperti kicauan burung dan bunyi alam tadi. Gemericik air yang menenangkan juga terdengar sayup-sayup entah dari mana.     

Kehidupan seolah dimulai di kamar besar bernuansa serba putih itu. Di tengah ruangan, di atas tempat tidur megah berwarna putih, berbaring seorang pemuda tampan berambut platinum keunguan yang membingkai wajah bergaris halus miliknya. Ia sedang tidur dengan tenang.     

Sekilas pandang orang akan mengira sosok itu adalah seorang perempuan karena rambutnya yang panjang dan wajahnya yang lembut, tetapi saat diperhatikan, tubuhnya yang tinggi besar dan kukuh dengan otot yang pas menghiasi bahu, lengan dan dadanya, segera membuat sosoknya terlihat sangat maskulin.     

Saat suara burung berkicau dan gemericik air terdengar, pelan-pelan sepasang matanya terbuka, menampakkan bola mata biru keunguan yang sangat menarik. Orang yang menatap ke sepasang mata itu akan merasa tenggelam ke dalamnya.     

Alaric memejamkan matanya kembali dan menikmati bunyi-bunyian yang ia sukai itu dan menyiapkan pikirannya untuk bangun dengan hati yang tenang.     

Hmmm... tidurnya akhir-akhir ini mulai membaik.     

Sejak ia bangun dari koma beberapa bulan yang lalu, ia harus sangat banyak menyesuaikan tubuhnya agar terbiasa dengan suasana yang baru. Ia butuh waktu untuk mengingat semua yang terjadi dan tentu saja melatih tubuhnya agar dapat berfungsi seperti biasa. Setelah empat bulan, ia mulai merasa menjadi dirinya sendiri.     

"Selamat pagi, Tuan. Selamat ulang tahun," Terdengar suara seorang perempuan yang merdu menyapanya.     

Alaric mengerutkan keningnya sesaat dan kemudian mengangguk. Ini adalah kali pertama ulang tahunnya terasa penting. Selama 100 tahun ia hidup di dunia ini, ia selalu membenci hari kelahirannya, karena kelahirannya adalah hari kematian ibunya.     

Tanggal 1 Agustus adalah tanggal yang ia peringati setiap tahun dengan menyalakan lilin dan merenung mengenang perempuan yang telah 100 tahun meninggalkannya itu.     

Luna Linden, adalah seorang gadis paling cantik yang pernah dilihatnya, saat Alaric akhirnya melihat wajah ibunya lewat berbagai lukisan di istana Portia dan foto-foto lama.     

Ia juga sudah mendengar sepak terjang ibunya yang mengagumkan dan membuatnya terharu. Seandainya perang tidak terjadi, tentu Putri Luna masih akan menjelajahi bumi dengan lincah dan penuh kegembiraan.     

"Terima kasih Luna. Aku tidak mengira akan dapat hidup hingga usia 100 tahun, tapi ternyata... kau lihat sendiri, aku masih ada." kata Alaric kepada asisten digital pribadinya yang sedari tadi menyapa dan mengurusinya sejak bangun.     

"Saya harap Tuan akan hidup untuk ulang tahun seratus tahun dari sekarang, dan hidup Tuan akan selalu dipenuhi kebahagiaan dan kesuksesan." balas Luna dengan suara merdunya.     

"Hmm... kesuksesan, mungkin," Alaric bangkit dari tempat tidur dan segera mengambil poci kopi yang sudah secara otomatis tersedia di meja di sampingnya dan menuangkan secangkir espresso untuk dirinya. "Tapi kebahagiaan.. rasanya tidak. Aku takkan pernah bahagia."     

Ia meneguk espressonya dan teringat pada seraut wajah cantik yang dihiasi sepasang mata biru hijau jenaka yang selalu dirindukannya. Alaric berusaha menghilangkan bayangan wajah itu dan berfokus pada cangkir kopinya.     

"Kebahagiaan itu ada pada sudut pandang, Tuan." balas Luna yang masih tidak mau menyerah memberikan ujaran-ujaran positif pada majikannya.     

"Hmm... kau cerewet sekali," komentar Alaric setelah menghabiskan dua cangkir espresso. Ia lalu bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.     

Pintu kamar mandi terbuka secara otomatis dan shower menyala sesuai dengan suhu air yang ia sukai. Alaric melepaskan semua pakaiannya dan kemudian melangkah ke bawah shower. Lantai yang dibuat berpenghangat terasa sangat nyaman saat ia melangkah.     

Hari ini ia akan mulai sibuk, sebaiknya ia tidak membuang waktu untuk bersiap-siap, pikirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.