The Alchemists: Cinta Abadi

Sebentar... Aleksis?



Sebentar... Aleksis?

0Alaric tiba di mansion megah milik Ned lima menit sebelum janji makan siangnya. Butler tuan rumah dengan penuh hormat segera menyambutnya dan mempersilakan Alaric langsung masuk ke ruang makan mewah yang terbuka menghadap ke taman besar dan hijau di bagian samping mansion.     

"Selamat siang, anakku," Portia segera bangkit berdiri dan memeluk Alaric, mencium kedua pipinya, sementara Alaric mencium tangan Portia dengan penuh hormat. Ia menyalami Ned dan segera menerima segelas wine dari ayah angkatnya itu.     

Mereka duduk di meja makan dan Portia tak henti-hentinya mendesah dan tersenyum bahagia melihat Alaric sudah sehat seperti sedia kala. Ia tak lepas menatap pemuda itu dengan wajah seolah tidak percaya.     

"Untung saja kami mendengarkan saran Professor Muller dan menunggu hingga jantung buatan berhasil dibuat sempurna," kata Portia dengan nada haru. "Melihatmu hidup dengan mesin penunjang kehidupan selama bertahun-tahun sungguh mematahkan hati... Setelah dua tahun aku hampir saja menyerah."     

Alaric mengangguk. Ia sudah mendengar untuk kesekian kalinya apa yang terjadi setelah ia ditembak dan dianggap mati. Organ dalam tubuhnya rusak demikian parah dan gagal bekerja satu demi satu.     

Secara medis ia harusnya sudah mati di hari yang sama ia tertembak, tetapi daya tahan tubuhnya yang kuat membuatnya bertahan hingga satu bulan walaupun hanya dengan peluang hidup satu persen. Namun lebih dari itu batas ketahanan tubuhnya sudah tak sanggup lagi dan akhirnya siap menyerah.     

Itulah sebabnya anak-anak buahnya mengumumkan kematiannya, agar terjadi suksesi di perusahaan dan mereka dapat mengambil alih proyek-proyek yang menjadi tujuan hidupnya. Hal itulah yang membuat berita tentang kematiannya sampai ke telinga Portia dan dengan keras kepala Portia memaksa untuk membawa Alaric dan melakukan segala daya upaya untuk menyelamatkan nyawanya.     

Selama beberapa tahun Alaric berada di ambang kematian karena ia tidak benar-benar hidup. Selain aktivitas otaknya yang masih berjalan, seluruh tubuhnya mengandalkan mesin untuk dapat berfungsi layaknya manusia hidup.     

Portia sangat menyayangi keponakannya ini seperti kepada anaknya sendiri dan ia bertahan hingga ilmuwan-ilmuwan terbaik dunia berhasil membuat setiap organ buatan yang dibutuhkan Alaric untuk kembali hidup.     

Tahun lalu akhirnya tubuh Alaric lepas dari semua mesin penunjang kehidupan dan mulai menyesuaikan diri dengan semua organ barunya, lalu empat bulan kemudian ia pun bangun.     

Selama ia tertidur bertahun-tahun, Alaric merasa berada dalam suatu mimpi yang sangat panjang. Ada begitu banyak hal yang terjadi ketika ia bangun, dan kini ia merasa dirinya sudah mengalami banyak perubahan.     

Satu yang pasti tubuhnya menjadi lebih sensitif dan ia tidak suka disentuh. Ia semakin tidak menyukai keberadaan manusia di sekitarnya, hanya memberi pengecualian kepada sedikit orang. Ia juga semakin senang menyendiri dan tidak peduli dengan sekelilingnya.     

Ini adalah kali pertama ia berjumpa dengan Ned dan Portia setelah ia bangun dari koma dan mereka akan membicarakan banyak hal penting.     

"Aku belum terlambat, kan?" tanya Sophia yang baru tiba. Ia membawa sebotol wine mahal dan menaruhnya di atas meja, lalu memeluk dan mencium Portia di kedua pipi.     

"Tidak, silakan duduk, kita baru akan mulai." Portia kembali duduk di kursinya lalu memberi tanda kepada para pelayannya untuk mulai menghidangkan makanan.     

Mereka mulai dengan appetizer dan berbincang-bincang tentang hal ringan. Sophia memberi tahu Portia bahwa per hari ini ia sudah bebas dan akan menikmati kehidupan baru setelah menyerahkan grup perusahaannya kepada Alaric.     

"Jadi apa rencanamu?" tanya Portia dengan penuh minat.     

"Hmm... aku ingin kembali bersekolah. Kurasa aku akan ke Prancis dan kuliah mode," Sophia mengangkat bahu. "Tapi aku akan selalu siap untuk membantu kalau kalian sudah menetapkan rencana untuk mendukung Alaric sebagai ketua klan."     

"Tentu saja, tapi pertama-tama ia harus diperkenalkan dulu ke para anggota klan." Portia mengangguk. "Kami berencana melakukan itu akhir tahun ini. Di pesta tahun baru di Glasgow, kami akan mengundang semua anggota klan dan mengumumkan Elios sebagai pewaris kami berdua."     

Alaric diam saja mendengar Portia menyebut namanya sebagai Elios Linden. Menurut Portia, Elios adalah nama yang disiapkan Luna, ibunya, ketika sedang mengandung dirinya. Nama ibunya sendiri berarti Bulan, dan Luna ingin agar putranya menjadi Matahari (Elios). Nama belakang Linden diberikan kepadanya karena ibunya tidak menikah.     

Alaric menyukai namanya sendiri karena nama itu adalah nama yang ia pilih untuk dirinya ketika ia masih kecil dan menemukan sebuah buku kuno di perpustakaan. Tetapi bila Elios Linden adalah nama yang disukai ibunya, maka ia tak keberatan menggunakannya. Apalagi dengan kondisinya sekarang yang memerlukan identitas baru untuk hidup, nama baru tentu harus menjadi bagian dari dirinya yang sekarang.     

"Apakah kita akan mengundang semua orang?" tanya Sophia. "Maksudku keluaraga Schneider dan yang lainnya?"     

Portia mengangguk. "Tentu saja, sebagai ketua klan kita harus mengundangnya."     

"Bagaimana dengan Lauriel?" tanya Sophia lagi.     

Ia melirik Alaric yang tampak tenang tidak terpengaruh. Mereka semua sudah tahu bahwa Lauriel adalah ayah pemuda itu.     

Kalau Alaric bisa tenang saja mendengar nama ayahnya, tidak demikian halnya dengan Portia. Dengan wajah marah ia mendengus tidak suka. "Setelah APA YANG DIA LAKUKAN KEPADA ANAKNYA SENDIRI??? Aku tidak akan mengundangnya. Hal itu hanya akan membuat situasi menjadi canggung."     

"Dia tidak tahu aku anaknya," komentar Alaric sambil lalu. Ia menyesap wine-nya dengan ekspresi datar.     

"Baiklah, kalau begitu kau mau memberitahunya bahwa kau adalah anaknya?" tanya Portia dengan nada kesal.     

"Aku tidak tertarik," jawab Alaric masih tanpa ekspresi. "Hubungan di antara kami sudah terputus di saat ibuku meninggalkannya. Ia tidak cocok menjadi ayah."     

Portia meneguk wine-nya hingga habis dan mengangguk setuju. "Saat aku mendengar bahwa ia yang bertanggung jawab atas penyeranganmu, aku ingin sekali mencarinya dan menghajarnya. Tetapi ia tak dapat ditemukan, seperti biasa ia menghilang dari peradaban."     

"Hmm.. dari mana kau tahu Lauriel yang menyerangku?" tanya Alaric kemudian. Ia sadar ia belum pernah menanyakan hal ini sebelumnya. "Kau bilang Rosalien yang memberitahumu?"     

"Ya, Rosalien bertemu Lauriel saat ia ditawan di Singapura, ia sendiri yang memberi tahu Rosalien usianya, yang membuat kami dapat menduga itu benar-benar dia. Lagipula semua ciri-ciri kelompoknya sama dengan Wolf Pack, tim Lauriel yang sudah mengikutinya sejak 200 tahun lalu. Marion adalah anak buahnya yang sangat jago menyamar, pasti ia yang menyamar sebagai istrimu yang telah meninggal itu untuk memancingmu keluar. Tidak diragukan lagi."     

"Apakah Rosalien memberi tahu alasannya?" tanya Alaric lagi.     

"Hmm... Kami tahu sedari dulu Lauriel bersahabat dengan Caspar. Kemungkinan besar ia melakukannya untuk Caspar. Rosalien menyebut dua nama yang menjadi alasan Lauriel mengincarmu, yaitu Kurt Van Der Ven, dan Aleksis." jawab Portia. "Kau bisa tanyakan sendiri kepada Rosalien nanti malam."     

Alaric ingat ia memang menjadi penyebab kematian kedua orang itu. Aleksis mengalami kecelakaan di kampus setelah hampir dibunuh oleh Rosemary yang dendam akibat keluarganya dibantai Rhionen Assassins, dan Kurt bunuh diri ketika Alaric memaksanya memberi tahu letak makam Aleksis.     

Tentu Caspar sangat marah karena kematian kedua orang itu, tangan kanannya, Kurt dan anaknya Kurt. Karena ia tahu yang dihadapinya adalah Rhionen Assassins, ia meminta bantuan dari satu-satunya orang yang dianggapnya mampu menangani organisasi pembunuh itu, yakni Lauriel dan timnya.     

"Seandainya Kurt memberitahuku letak makam Aleksis, dia tidak perlu mati... dan seandainya Aleksis mau ikut denganku sejak awal, tidak mempedulikan keluarganya.. ia pun masih akan hidup." gumam Alaric dengan nada menyesal, "Semua ini adalah kesalahan yang sangat buruk."     

Sophia tampak mengernyitkan keningnya mendengar nama Aleksis disebut. Ini adalah pertama kalinya ia mendengar Alaric menyebutkan nama istrinya.     

Sebentar... Aleksis?     

Apakah ini Aleksis yang sama dengan anak yang diracuni kakaknya 24 tahun yang lalu?     

Ia menatap Alaric lekat-lekat dengan mata terbelalak.     

Apakah istri Alaric adalah anak perempuan Caspar Schneider??     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.