The Alchemists: Cinta Abadi

Hampir Saja



Hampir Saja

0Pagi itu seperti biasa London bangun oleh suara nyanyian L. Ia tersenyum sendiri untuk beberapa saat, lalu membuka matanya. Sudah satu setengah bulan ia tidak menggunakan alarmnya yang biasa.     

Untuk apa mendengarkan alarm rekaman suara L kalau ada yang asli di samping kamarnya, menyanyi setiap pagi. London merasa sangat beruntung!     

Seandainya saja hal ini bisa berlangsung selamanya, tentu akan sangat menyenangkan, pikirnya.     

Ah, ya.. hal ini mengingatkannya akan lamaran yang gagal dulu. Ia harus menebusnya dengan lamaran yang pantas. Ia sudah menimbang-nimbang dan memutuskan bahwa malam ini adalah saat yang terbaik.     

Nanti sore Dokter Muller akan kembali datang memeriksa kandungan L dan mereka sepakat untuk mengetahui jenis kelamin anak mereka hari ini. Ia lalu akan mengajak L makan malam istimewa, lalu melamarnya dengan romantis.     

Dan....     

Ia akan membuat L memberi jawaban yang jujur dengan mencampurkan Veritaserum ke dalam minumannya. Rune memberinya hadiah kelahiran lebih cepat dengan membuatkan Veritaserum agar London dapat mengetahui isi hati L yang sebenarnya tentang dirinya. Rune dan Paman Aldebar sudah mengkonfirmasi bahwa ramuan itu aman untuk ibu hamil.     

Bulan lalu, saat lamarannya yang gagal, London mendapat firasat bahwa sebenarnya L juga menyukainya dan besar kemungkinan mau menikah dengannya, terlihat dari betapa gadis itu sebenarnya perhatian kepadanya, hanya saja saat itu L tidak mau menunjukkannya.     

Kalau sekarang ia melamar lagi dengan baik, ia berharap L akan mau menerimanya. Kalau L bersedia menikah dengannya, maka semua masalah mereka beres. London tidak perlu pusing untuk memikirkan alasan bagaimana ia bisa mengajak L ke Singapura.     

Begitu L menerima cintanya, ia akan langsung membuka jati dirinya sebagai London Schneider, pewaris keluarga Schneider yang kaya raya dan berkuasa.     

Pikiran itu membuat hatinya sangat gembira dan ia bersiul-siul saat membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan bagi mereka. L yang baru selesai latihan menyanyi sampai keheranan melihat London tampak begitu gembira. Tetapi seperti biasa, ia tidak mau menunjukkan ekspresi tertarik, hanya melengos masuk ke kamarnya dan mengeluarkan matras yoga lalu berlatih yoga sendirian.     

Ketika ia selesai berolah raga dan masuk ke ruang makan untuk sarapan, London tampak menatapnya dengan wajah penuh cengiran dan mau tak mau L pun bereaksi.     

"Jangan melihatku seperti itu. Aku bukan makanan, ya..." cetus gadis itu. "Pandanganmu seperti orang lapar."     

London menelan ludah dan buru-buru mengalihkan pandangannya dari L. Memang benar, ia menatap L seperti orang lapar.     

Tubuh L tampak seksi sekali dibalut pakaian yoga yang memamerkan semua lekuk tubuhnya dengan sempurna, terutama perutnya yang sudah membesar. Kehamilan L kini sudah 5,5 bulan dan entah kenapa semakin hari ia justru terlihat semakin cantik dan seksi.     

"Tidak ada apa-apa," jawab London dengan gembira. "Aku sedang senang. Hari ini kita bisa mengetahui gender anak kita. Aku sudah tidak sabar!"     

"Oh..." L menatap perutnya dan kemudian melengos. Ia tidak menanggapi kegembiraan London dan meneruskan sarapan dalam diam.     

"Kau tidak suka?" tanya London penasaran. L masih tidak mau menjawab.     

Saat itu rasanya London ingin sekali mencampurkan veritaserum ke dalam maple syrup yang dimakan L dengan waffle-nya, agar sekali-sekali L mau mengatakan isi hatinya. Setelah berbulan-bulan mengenal gadis itu, sampai hari ini ia masih tak dapat mengerti L dan L pun tidak mau membuka diri kepadanya.     

Bagaimanapun London adalah seorang manusia biasa yang memiliki batas kesabaran. Ia tidak tahu sampai berapa lama ia dapat menerima diperlakukan dengan ketus seperti ini oleh L.     

Setelah sarapan ia lalu berangkat bekerja. Seperti biasa ia mampir di penthouse untuk berganti baju. Kadang-kadang ia akan olah raga dulu di gym pribadinya atau berenang, lalu berangkat ke kantornya dengan perasaan segar.     

***     

Pukul tiga sore London pulang lebih awal karena Dokter Muller akan datang untuk memeriksa kandungan L. Seperti biasa ia pulang membawa bunga. Bunganya tidak selalu mahal dan besar, kadang-kadang ia hanya membawa satu tangkai atau ia memetik bunga dari balkon penthouse-nya. Ia tidak mau L curiga kalau ia selalu membawakannya bunga dari toko bunga karena L menganggapnya miskin.     

Saat London tiba di apartemen mereka, pelayan part time yang dipekerjakannya untuk bersih-bersih 3x seminggu baru saja pulang dan rumah dalam keadaan sangat bersih dan rapi. Ia melihat L sedang duduk di ruang tamu mendengarkan musik klasik sambil membaca buku.     

"Aku pulang," kata London sambil menaruh tasnya di sofa. Ia lalu duduk di samping L dan mengamati buku yang sedang dibacanya. "Kau sudah makan?"     

L mengangguk.      

"Vitamin-vitaminmu sudah dimakan?"     

L mengangguk lagi.     

"Bukunya menarik?"     

L mengangguk lagi. Tidak sekalipun melepaskan pandangan dari bukunya.     

"Hmm... cuacanya bagus ya hari ini..."     

L masih mengangguk.     

Melihat gadis itu asal saja mengangguk setiap kali ia bicara, timbullah pikiran iseng di kepala London. Ia mengeluarkan ponselnya lalu mulai merekam video.     

"Kau suka membaca?"     

L mengangguk.     

"Kau mau menikah denganku?"     

L mengangguk lagi.     

"Ha! Kau tidak boleh berubah pikiran sekarang!" seru London dengan gembira. Ia tersenyum penuh kemenangan dan mendekati L untuk menunjukkan video yang barusan ia ambil - ketika ia meminta L menikah dengannya dan gadis itu mengangguk.     

Seketika wajah gadis itu memerah dan matanya membeliak kaget setelah menonton video pendek di ponsel London. Dengan kesal ia membanting bukunya dan berusaha merebut ponsel London.     

"Heiii!!! Kau curang!! Aku tidak menjawab ya!" serunya dengan suara tinggi. "Kau menjebakku!!"     

London hanya tertawa-tawa sambil mengangkat ponselnya tinggi di atas kepalanya. Tubuh L yang 25 cm lebih pendek darinya sia-sia saja melompat sekuat tenaga dan menggapai-gapai.     

"Kau tadi mengangguk dan menerima lamaranku. Kau tidak boleh menarik persetujuanmu sekarang..." cetus London sambil mengalihkan ponselnya dari tangan kiri ke tangan kanan dan berkali-kali menggoda L yang tidak kenal menyerah.     

Karena gagal melompat untuk menggapai ponsel itu dari tangan London, gadis itu lalu nekat. Ia kemudian mengalungkan tangannya ke leher pemuda itu dan mulai memanjat tubuhnya.     

"Heii.. hei... apa-apaan kau ini? Apa kau tidak takut memanjat dengan perut besar begitu?" seru London kaget. Ia berusaha menahan tubuh L agar tidak jatuh, akhirnya satu tangannya terpaksa memegang pinggang gadis itu sementara tangan satu lagi berusaha mempertahankan ponselnya.     

L nekat dan terus menggantungkan badannya di pinggang London sambil menggapai-gapai, sementara London yang berusaha menahan tubuh L menjadi kehilangan keseimbangan dan akhirnya mereka berdua terjatuh bertindihan ke sofa.     

"Ponselku!!" jerit London saat ponselnya terjatuh ke lantai dengan suara keras. Ia buru-buru berusaha bangkit dari sofa dan menggapai ponselnya, tetapi L telah memeluknya sekuat tenaga, tidak mau melepaskannya.     

Selama beberapa detik mereka bergumul, saling menahan yang lain agar tidak bisa bangun untuk mengambil ponsel yang jatuh tadi. Upaya saling menahan ini membuat keduanya tanpa sadar  berpelukan erat sekali.     

"Eh...?"     

Keduanya tiba-tiba terdiam dan saling menatap dengan mata membulat. Tubuh L ada di atas tubuh London dan pemuda itu bisa merasakan payudara L yang lembut di atas dadanya, dan desah napas gadis itu menghembus di pipinya, dan kedua lengan L mengalung di lehernya.     

"A.. aku..." London menelan ludah. Ia sangat ingin mencium bibir merah L yang setengah terbuka, sementara L menatapnya dengan ekspresi kaget. Tetapi ia tak ingin L membencinya kalau ia mengambil inisiatif lagi tanpa seizin gadis itu. Ia hanya bisa menelan ludah karena tenggorokannya kini terasa sangat kering.     

Duhh... tubuh L wangi sekali, pikirnya. Ia kembali menelan ludah.     

Kesadaran L kembali lebih dulu. Ia batuk-batuk lalu bangkit dari atas tubuh London dan melengos. Ia masuk ke kamarnya dan menutup pintu. London hanya bisa melihat hal itu tanpa dapat berbuat apa-apa.     

Duhh... tadi hampir saja ia mencium L.     

Ia lalu bangun dari sofa dan memungut ponselnya lalu masuk ke kamar mandi dan berendam air sangat dingin selama setengah jam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.