The Alchemists: Cinta Abadi

Kau ini tidak objektif!



Kau ini tidak objektif!

1London menurunkan L di depan studio, ia tidak ikut turun. Pammy telah menunggu gadis itu dan menemaninya masuk ke dalam.     

"Ada perubahan jadwal sedikit. Kita sebaiknya menunggu di dalam," kata Pammy sambil menggandeng L. Ia mengangguk ke arah London untuk menyatakan terima kasih karena telah mengantar artisnya ke studio.     

London balas mengangguk dan berlalu dengan mobilnya. Dalam perjalanan ke penthouse-nya untuk mengganti pakaian sebelum kembali ke kantor, ia tersenyum sendiri membayangkan kekagetan L nanti saat melihat betapa para penari dan musisi yang mengiringinya di festival memiliki tubuh gemuk yang akan membuatnya terlihat langsing dan seksi seperti keinginannya.     

Sayang ia tak akan ada di sana melihat senyum gadis itu.     

Kalau dipikir-pikir, L ini memang pelit senyuman. London bisa mengingat L selama ini hanya tersenyum saat sedang difoto atau diwawancarai di televisi. Gadis itu belum pernah tersenyum secara alami di depannya...     

Kecuali sewaktu mereka dulu sedang...     

ahem... bercinta.     

Wajahnya memerah membayangkan kejadian itu.     

Sial. Bagaimana ia bisa konsentrasi bekerja. Setiap kali mengingat L, ia akan teringat peristiwa itu. Penelitian menyebutkan bahwa pria memikirkan seks setiap lima menit, dan London harus mengakui kebenarannya. Ia dulu tidak pernah memikirkan seks secara eksplisit, tetapi sejak bersama L, ia sering sekali memikirkan tubuh indah gadis itu dan suaranya yang seksi saat mereka bercinta.     

Fokus, Tuan Schneider! Kau masih harus memikirkan banyak hal yang jauh lebih penting, seperti bagaimana kau akan merawat anakmu setelah L pergi, dan yang paling mendesak... bagaimana kau akan memberi tahu keluargamu tentang anak itu!     

Ugh...     

Saat ia mengganti pakaiannya di penthouse, London teringat komentar L bahwa ia hanya memiliki tiga setel pakain yang itu-itu terus, sehingga L menyimpulkan bahwa ia sebenarnya sangat miskin.     

Uhm... bibirnya tersenyum mengingat hal itu. Ternyata, walaupun terkesan dingin dan tidak pedulian, L sebenarnya cukup memperhatikan dirinya. Kalau L tidak peduli kepadanya, mana mungkin gadis itu memperhatikan bahwa London hanya mempunyai tiga setel pakaian.     

Ia  mengancingkan kemeja mahalnya lalu duduk di kursi kerjanya sambil membuka laptop. Sebaiknya ia membeli beberapa pakaian murah agar tidak terlalu mencurigakan.     

Hmm... biasanya orang miskin belanja di mana, ya? pikirnya.     

Ia membuka marketplace dan mencari pakaian, lalu menyortir berdasarkan harga termurah.     

Hmm... ada beberapa pakaian yang terlihat cukup layak dan harganya murah. Ia mengklik beli dan kemudian checkout. Nanti sore pakaian-pakaian yang dipesannya sudah akan tiba dengan pengantaran ekspress ke kantor. Ia akan membawa pakaian barunya ke rumah sepulang kerja.     

Setelah selesai berbelanja, ia kembali ke kantor dengan hati riang.     

***     

"Aneh sekali..." cetus L tiba-tiba.     

"Apa yang aneh?" tanya London yang sedang menyetir tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan. Ia barusan menjemput L dari studio dan sekarang mereka sedang dalam perjalanan pulang.     

"Tadi jadwal latihanku diganti tiba-tiba dan semua penari pengiringku yang biasa tidak dapat datang. Jadwal mereka bentrok dengan konser penyanyi lain. Perusahaan harus mencari tim penari lain untuk mendampingiku... Aneh sekali." L mengangkat bahu, terlihat bingung.     

London tersenyum tipis mendengarnya. Ia tahu Jan Van Der Ven memiliki sentuhan tangan ajaib, apa pun yang dimintanya, pasti selalu bisa dilaksanakan Jan dengan baik dan efisien.     

"Kau tidak suka tim penari yang baru?" tanyanya sambil melirik L.     

"Bukan itu, aku suka. Mereka bagus, dan..." Gadis itu tersenyum kecil, "Mereka lebih gemuk dariku.. Aku tidak lagi menjadi karung berasnya."     

London hampir tak mempercayai pandangannya sendiri melihat L tersenyum.     

L tersenyum! Ia rupanya senang dengan tim penarinya yang baru.     

Ha. Sudah kuduga, pikir London senang.     

Dalam hati ia memuji kecerdasannya dan kecepatannya dalam berpikir.     

Pokoknya ia tidak akan membiarkan L stress yang pada akibatnya akan membuat anak mereka juga stress. Kalau hanya sekadar mengganti tim penari, baginya itu hanya hal kecil.     

"Aku senang mendengarnya." Pemuda itu mengangguk-angguk.     

Ketika mereka tiba di apartemen L meminta London membawakan tas-tas belanjaan miliknya dari bagasi mobil. Tadi Pammy menaruh tas-tas belanja itu di bagasi saat mengantar L ke parkiran, dan London baru melihat betapa banyaknya tas belanjaan L setelah ia membuka bagasinya di depan gedung apartemen.     

"Apa ini? Banyak sekali belanjaannya?" cetus London. "Kapan kau membeli ini semua?"     

Seharusnya ia tidak heran, mengingat L terkenal sebagai gadis materialistis, tentu ia memang gemar belanja.      

"Selama menunggu jadwal baru aku menyempatkan diri ke marketplace online, membeli beberapa pakaian untuk festival mendatang," komentar L. "Aku sekalian membelikanmu beberapa pakaian juga, supaya kau tidak memakai baju yang itu-itu terus. Mataku sakit melihatnya..."     

"Eh.. apa?" London tertegun mendengarnya. Ia menatap tas-tas belanja yang ada di bagasi dan melihat beberapa mereknya memang merek pakaian pria. Satu-dua tas malah termasuk merek pakaian pria yang cukup mahal. "Kau membelikanku pakaian? Kenapa?"     

"Aku kan sudah bilang, mataku sakit melihatmu memakai baju yang itu-itu saja..." L mengangkat bahu.     

London tersenyum lebar. "Kau bukan melakukan ini karena berterima kasih kepadaku? Atau karena kau mulai menyukaiku?"     

L memutar bola matanya. Ia tidak menjawab dan segera masuk ke lift menuju lantai 30.     

London sangat senang karena ternyata L begitu memperhatikannya dan membelikannya pakaian, setelah kemarin mengomelinya karena hanya punya tiga setel pakaian yang dipakainya terus-menerus. Ia membuka tas-tas belanjaan itu dan melihat ternyata L memiliki selera yang cukup bagus.      

Kalau mereka menikah, ia akan menyerahkan kepada gadis itu untuk memilihkan pakaian untuknya setiap hari!     

Dengan senang hati ia mengeluarkan sepuluh tas belanja itu dari bagasi mobilnya dan berjalan sambil susah payah menggotong mereka ke lift. Ah, ia jadi ingat tadi siang ia juga membeli beberapa setel pakaian murah dari marketplace. Buru-buru ia mengeluarkan tas belanja berisi baju-baju yang tadi dibelinya dan membuangnya ke tempat sampah.     

L tidak boleh tahu ia juga membeli pakaian... hehehe.     

"Eh... Bos, sini aku bawakan barang-barangnya," seru Dave tiba-tiba yang muncul dari balik pintu lift. Tanpa disuruh ia sudah membawakan semua tas belanjaan yang banyak itu ke lantai 30. London menyuruhnya menaruh semua tas belanjaan itu di depan pintu apartemennya dan Dave pun langsung pergi. London tak mau L memergokinya meminta orang lain membawakan barang untuknya.     

TOK TOK     

Setelah mengetuk dua kali ia membuka pintu dan masuk menggotong tas belanja itu satu persatu. Ada dua tas belanja berisi pakaian untuknya dan sisanya untuk L sendiri. Ck ck...     

"Terima kasih," kata L sambil menerima barang-barangnya dan membawa pakaiannya ke kamar. Ia kembali sesaat kemudian dengan mengenakan pakaian baru. Sebuah gaun longgar berwarna biru dengan model gaun perempuan Yunani zaman dulu. "Bagaimana pendapatmu tentang gaun ini?"     

London tersenyum melihatnya. L terlihat cantik sekali dengan gaun itu.     

"Bagus," katanya jujur.     

"Hmm..." L kembali masuk ke kamarnya dan keluar sepuluh menit kemudian dengan mengenakan gaun lain berwarna kuning. Ini adalah gaun musim panas bermotif bunga matahari dengan gaya bohemia. "Kalau yang ini?"     

"Bagus," London kembali menyatakan kekagumannya. L terlihat bersinar dan bahagia dalam gaun ini.     

"Hmm..." L mengerutkan keningnya, lalu kembali ke kamar dan seperti tadi, keluar sepuluh menit kemudian dengan gaun baru lagi. "Kalau yang ini?"     

Wahh... gaun berwarna merah muda ini sungguh membuat London sulit bernapas. Gaun ini memiliki belahan dada rendah serta menonjolkan tulang selangka dan garis leher L yang seksi, membuat dadanya yang besar terlihat semakin menawan.      

"Ba.. gus sekali..." Kembali London memberikan pendapat jujurnya. Ia harus menelan ludah saat matanya tak lepas dari dada indah L yang menyembul di balik belahan dada gaunnya yang rendah.     

Kali ini L tampak menjadi kesal.     

"Kau ini tidak objektif. Semuanya dibilang bagus! Bagaimana aku bisa tahu mana baju yang harus kupakai ke festival??"     

Gadis itu mencak-mencak dan masuk ke kamar dengan wajah cemberut.     

Ya Tuhan... London ingin rasanya mencubit gadis temperamental itu. L terlihat cantik sekali dengan gaun mana pun, dan dari tadi London hanya menyampaikan pendapatnya yang jujur, tetapi L malah mengomel-ngomel dan menuduhnya tidak objektif.     

Aish...     

Mengapa susah sekali meyakinkan L bahwa ia mengatakan yang sebenarnya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.