The Alchemists: Cinta Abadi

Mengapa wanita sulit sekali dimengerti?



Mengapa wanita sulit sekali dimengerti?

0Sepanjang perjalanan London banyak merenung. Apa yang harus ia lakukan dengan anak itu? Ia masih sangat muda dan tidak berpengalaman mengurusi anak. Selama ini ia hanya memiliki dua orang keponakan yang sangat ia sayangi, tetapi tentu mengurusi keponakan sangat berbeda dengan mengurusi anak sendiri.     

Kalau Altair dan Vega nakal, London tinggal menyerahkan mereka kepada Aleksis, ibunya, lalu ia bisa kembali bersenang-senang bersama Rune atau pergi bersama Terry.     

Sementara, kepada siapa ia bisa menyerahkan anaknya kalau bayi itu nakal? Ibu kandungnya saja tidak menginginkannya.     

Apa yang harus ia lakukan dengan seorang bayi kecil yang harus berpisah dengan ibunya, padahal anak itu masih membutuhkan air susu ibu untuk bisa tumbuh dengan baik? London belum memberi tahu siapa pun tentang hal ini, tidak juga Alaric.     

Saat ia bertemu kakak iparnya itu di Singapura 2 bulan yang lalu, ia baru menceritakan kronologi pertemuannya dengan L. Saat itu bahkan ia sendiri belum tahu L mengandung anak hasil perbuatan mereka waktu dijebak Stephan.     

Ugh... pikirannya juga melayang pada L yang menangis tersedu-sedu di ruang tamu tadi, dan gadis itu bisa dengan demikian pintar berpura-pura seolah ia tidak kenapa-kenapa saat London masuk ke dalam ruangan.     

London penasaran, apa kira-kira yang membuat L sedih? Apakah ia sedih karena terpaksa hidup di apartemen itu bersamanya? Ataukah sebenarnya ia sedih karena harus meninggalkan bayinya nanti?     

Mengapa sulit sekali menebak jalan pikiran gadis itu?     

London kembali ke penthouse-nya dan membereskan beberapa barang pribadi yang ia butuhkan untuk dibawa ke apartemen. Bagaimanapun ia akan lebih banyak tinggal di apartemennya dibandingkan di penthouse, maka ia harus mempersiapkan diri.      

Jan tiba setengah jam kemudian dan membawa beberapa laporan yang seharusnya hari ini mereka bahas di kantor,  tetapi London abaikan karena ia sibuk membawa L pindah ke apartemen barunya.     

"Aku tahu Tuan sibuk, jadi Tuan tidak membaca email-email Tuan seharian, makanya aku bawa saja laporannya ke sini." Jan menaruh dokumennya di meja lalu duduk di sofa seolah berada di rumah sendiri.     

London menoleh ke arah Jan dan mengangguk. "Hmm.. terima kasih. Hari ini aku memang agak sibuk. Kau mau menemaniku minum sebentar?"     

Ia berjalan ke kabinet berisi wine dan mengeluarkan satu botol red wine. Jan mengangguk dan sukarela mengambilkan dua gelas untuk mereka. Ia lalu mengambil botol wine dari tangan London dan menuangkan isinya ke dua gelas mereka.     

"Jadi bagaimana sekarang?" tanya Jan dengan suara penuh simpati. Ia sebenarnya kagum karena bosnya sangat bertanggung jawab, padahal peristiwa yang terjadi malam itu bukanlah kesalahannya. Namun, ia tetap berusaha melakukan apa yang ia bisa untuk memperbaiki situasi.     

Sebenarnya kalau London tidur dengan seorang gadis alchemist, hal itu tidak akan terjadi. Di dalam tatanan masyarakat mereka yang sempurna, seorang anak hanya akan dibuahi jika kedua orang tuanya, sang ayah dan ibu, menginginkan anak.     

Itu merupakan sistem pengendalian kelahiran yang sangat sempurna, yang diteruskan secara genetik bagi semua keturunan Alchemist. Jika saat itu London dijebak untuk tidur dengan seorang gadis Alchemist, gadis itu tidak akan hamil kalau London tidak menginginkannya.     

Tentu saja, ia tidak mengenal gadis itu dan tidak mencintainya, sangat sulit untuk menginginkan anak dari orang yang tidak dikenalnya.     

Tetapi sayangnya sistem di antara kaum Alchemist ini tidak berlaku pada manusia biasa. Manusia tidak dapat menahan reproduksi dengan keinginan mereka saja. Bila seorang wanita sedang berovulasi pada saat ia melakukan hubungan seksual tanpa pengaman dengan pria yang memiliki sperma yang sehat, maka kehamilan bisa dipastikan akan terjadi, walaupun tidak selalu diinginkan.     

"Sekarang? Aku membuat perjanjian dengan L selama lima bulan ke depan agar ia  tinggal bersamaku supaya aku dapat mengawasinya dan memastikan anak kami lahir dalam keadaan baik. Setelah itu ia boleh pergi kemana pun sesukanya. Aku tidak akan menghentikannya."     

"Tuan sudah bicara dengan Nyonya Besar? Beliau mungkin bisa bicara kepada Nona L," saran Jan.     

"Ibuku? Mama sekarang sedang berada di Indonesia. Aku tidak merasa nyaman membicarakan ini lewat telepon ataupun Virconnect. Aku yakin kalau aku menceritakannya, Mama akan ingin memukulku dengan tangannya sendiri..." London hanya bisa mendesah dan meminum habis wine di gelasnya. Ia tidak keberatan dipukul ibunya, tetapi ia tak tega melihat wajah ibunya yang akan menjadi sangat kecewa.     

Ia tak mau mengecewakan ibu yang sangat dicintainya dan selalu bangga kepadanya.     

"Nyonya Aleksis akan melahirkan bulan depan, bukan? Tuan bisa menemui mereka di Singapura saat Nyonya Aleksis melahirkan dan bicara kepada keluarga Tuan. Aku yakin kelahiran cucu baru akan menjadi momen yang tepat untuk memberi tahu mereka akan kehadiran calon cucu berikutnya. Suasana hati semua orang pasti sedang senang..."     

Ah, ya.. kehamilan Aleksis sudah menginjak delapan bulan. Sebentar lagi ia akan melahirkan. Hal ini justru membuat London cemas.     

Berarti ia hanya punya waktu sebulan untuk memberitahukan kepada orang tuanya apa yang telah terjadi antara dirinya dan L. Dan oh.. ia akan menjadi ayah di usianya yang baru 27 tahun...      

Tidak, beberapa bulan lagi ia akan berulang tahun ke-28.      

Dan akan segera menjadi ayah.     

Ia menarik napas panjang.     

"Aku akan menuruti saranmu dan memberi tahu keluargaku bulan depan. Sementara itu kau kurangi berbagai acara yang melibatkan L, sehingga ketidakhadirannya tidak terlalu terasa oleh publik. Aku tidak ingin dia stress memikirkan tanggapan orang-orang. Lima bulan adalah waktu yang panjang."     

Jan mengeluarkan tabletnya dan menunjukkan isinya kepada London.     

"Sebenarnya aku punya rencana untuk menampilkan Nona L selama beberapa bulan ke depan dalam acara-acara formal sekitar satu atau dua kali sebulan, sementara kehamilannya belum terlalu kelihatan. Karena kalau ia tiba-tiba menghilang dengan alasan sakit, publik akan bertanya-tanya dan curiga," kata Jan. "Aku tahu Nona L takut ketahuan oleh kita, maka ia memilih jalan pintas dengan kabur seperti kemarin. Tetapi kalau ia diberi tahu bahwa kontraknya diubah dan ia tidak perlu tampil di muka umum sering-sering, mungkin ia akan menjadi lebih percaya diri."     

"Menurutmu begitu?" tanya London. Dalam hati sebenarnya ia lebih suka mengurung L di apartemen dan tidak membiarkannya pergi sama sekali, tetapi ia tahu L sangat menyayangi kariernya. Bahkan lebih daripada anaknya sendiri.     

"Ia masih bisa tampil di May Festival minggu depan. Tadinya ia sudah mengundurkan diri karena mengaku sakit, tetapi aku meyakinkan Pammy untuk menyuruhnya datang."     

"Kau bicara sendiri dengan manajernya? Kenapa kau mesti repot-repot?" tanya London keheranan. "Kau itu Direktur di Schneider Group. Jabatanmu terlalu tinggi. Seharusnya kau suruh saja manajer dari Brilliant Mind yang menghubungi mereka. Nanti dia bisa curiga."     

Jan hanya bisa mengomel dalam hati. Urusan pribadi bosnya kali ini tentu harus menjadi tanggung jawabnya langsung, karena ia tak bisa membiarkan orang lain tahu.     

"Aku hanya memastikan semuanya berjalan seperti yang Anda inginkan."     

London berpikir sejenak dan akhirnya mengangguk. "Baiklah."     

Ia juga setuju bahwa L perlu keluar dan menghadiri beberapa acara agar tidak menimbulkan kecurigaan. Ia masih ingat betapa gadis itu di awal  kariernya sudah digosipkan tidur dengan bos BMM. Bagaimana bila sampai gosip ia hamil dan melahirkan juga menyebar? Tentu ini akan buruk untuknya.     

London tidak bisa mengambil risiko gadis itu merasa stress karena apa pun. Walaupun L sangat menyebalkan, ia sedang mengandung anak mereka. Selama lima bulan ke depan London harus memastikan ia baik-baik saja, secara mental dan fisik.     

Ia membaca di buku tentang kehamilan tadi siang bahwa bayi dalam kandungan bisa merasakan kesedihan ibunya dan akan mengalami stress yang sama.     

Sial... ia baru ingat tadi L menangis sedih saat ia tinggalkan.     

Ia harus memikirkan cara agar gadis  itu tidak sedih terus-terusan. Ia tak mau anaknya mengalami kesedihan ibunya dari dalam kandungan.     

"Jan, aku harus pulang sekarang. Ada yang mesti kulakukan. Kita besok bertemu di kantor ya." Ia mengambil tasnya berisi barang-barang pribadi yang tadi ia siapkan lalu menyisipkan dokumen dari Jan ke balik jasnya. "Kau bereskan gelasnya sebelum pergi."     

"Baik, Tuan."     

Setelah London pergi, Jan melihat ke sekeliling penthouse  mewah itu dan menggeleng-geleng sendiri. "Sayang sekali, penthouse seindah dan semewah ini tidak akan dihuni selama lima bulan ke depan... ck ck."     

***     

London menyempatkan membeli bunga sebelum pulang ke apartemennya. Ketika ia memarkir mobilnya di depan gedung, ia baru menyadari mobil BMW pengawalnya masih ada di ujung blok.     

Hmm... kasihan juga mereka kalau harus mengawasi dari mobil setiap hari, pikirnya. Ia lalu memencet teleponnya dan menghubungi Jan.     

"Jan, tolong beli dua unit di kanan dan kiri apartemenku sekarang. Dave dan Marc harus tinggal di dekatku selama lima bulan ke depan untuk memudahkan pengamanan."     

Ia langsung menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban Jan. Dengan bergegas ia lalu masuk ke dalam gedung dan naik ke lantai 30, tempat unitnya berada.     

TOK TOK     

Setelah mengetuk dua kali ia membuka pintu dengan passkey. L tampak sedang duduk membaca dokumen kontrak yang tadi diberikan London kepadanya. Wajah gadis itu terangkat melihat kedatangan London. Ekspresinya datar, tidak  lagi terlihat judes, tetapi masih tidak ramah.     

"Selamat malam," sapa London dengan suara lembut. Karena mengingat bahwa tadi gadis itu menangis, ia tidak lagi bisa marah kepada L.     

Sungguh hatinya terlalu lemah terhadap gadis ini.     

"Hai..." L menatap London dengan penuh perhatian. "Kupikir kau tadi bilang akan pulang malam. Sudah selesai urusanmu?"     

"Urusanku selesai lebih cepat," jawab London sambil mengangkat bahu. Ia menaruh tasnya di meja, lalu mengeluarkan bunga dari balik punggungnya, dan menyodorkanya kepada L. "Ini untukmu."     

L sangat terkejut melihatnya. "A... apa ini? Kenapa kau memberiku bunga?"     

"Semua perempuan suka bunga, kan? Kau tidak?" London balas bertanya.     

L mengerutkan keningnya dan dengan ragu-ragu ia menerima bunga pemberian London. "Te.. terima kasih."     

London sempat melihat mata gadis itu berkaca-kaca tetapi L dengan cepat telah melengos menyembunyikan wajahnya di balik bunga-bunga yang dipegangnya.     

"Aku melakukan ini untuk anakku. Aku ingin ia bahagia di dalam sana," kata London kemudian. "Satu-satunya cara adalah dengan membuatmu bahagia."     

Ia menaruh selembar kertas dan pulpen ke samping L. "Aku tidak terlalu mengenalmu, jadi aku tidak tahu apa-apa yang kau sukai dan apa yang tidak kau sukai. Kau bisa tuliskan di situ. Aku akan berusaha melakukan apa-apa yang kau sukai, dan mencegah hal-hal yang kau benci. Kau bisa mengandalkanku untuk memastikan kau hanya akan mengalami hal-hal yang kau sukai selama lima bulan ke depan, dan aku akan berusaha sekuatku untuk mencegah hal-hal buruk yang kau benci agar tidak terjadi..."     

Ia lalu mengambil tasnya dan masuk ke dalam kamarnya. Setelah pintu kamar London tertutup, L yang tampak tertegun lalu menurunkan bunga-bunga itu dari wajahnya. Sepasang matanya sudah berurai air mata.     

Ia lalu mengambil selembar kertas dan pulpen itu dengan tangan gemetar, lalu memeluknya di dadanya. Air matanya mengalir pelan dan ia menangis tanpa suara saat ia mengelus perutnya dengan penuh kasih sayang.     

Di dalam kamarnya London hanya bisa melihat pemandangan itu lewat tampilan kamera di ponselnya.     

Ia tidak habis pikir, mengapa L masih saja menangis. Ia sudah berusaha pulang dengan membawakan gadis itu bunga. Ia juga sudah menerangkan bahwa ia akan melakukan segala asesuatu yang disukai gadis itu.     

Intinya ia sudah berjanji untuk membuat L bahagia selama lima bulan ke depan.     

Lalu mengapa ia masih menangis? Apa lagi yang harus kulakukan? pikir London sambil memijit keningnya.     

Mengapa wanita sulit sekali dimengerti?     

Kenapa L tidak mau menangis di depannya dan selalu berpura-pura kuat?     

Apa ia harus meminta Rune mengganti penelitiannya atas mesin penerjemah tangis bayi menjadi mesin penerjemah tangis wanita?     

Ah... bisa jadi. Ia akan menghubungi Rune besok.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.