The Alchemists: Cinta Abadi

Kemarahan London



Kemarahan London

1Walaupun L bersikeras agar London tidak mengikutinya, pemuda itu tidak bisa membiarkan gadis itu pulang sendirian. Ia buru-buru mengejar L keluar. Ketika keluar dari kamar ia menyadari dirinya berada di tempat yang terasa asing.     

Hmm... setelah melihat sekeliling ia menyadari dirinya masih berada di mansion keluarga Zimmerman, tempat pesta semalam diadakan. Brengsek! Ia tak tahu kenapa kemarin bisa sampai lengah dan dijebak oleh Stephan...     

Ugh... sebaiknya ia memikirkan hal itu belakangan. Sekarang ia harus mengejar L.     

London berlari menyusuri koridor di lantai dua lalu menuruni tangga dan dengan asal menebak arah, ia menuju ke ruang tamu yang besar.     

PLAAAK!!!     

Bunyi tamparan yang sangat keras terdengar ketika ia membuka pintu dan masuk ke dalam ruang tamu. L terlihat berlari keluar setelah melayangkan tamparan sekuat tenaga ke pipi Stephan yang tersenyum mengejek.     

"Elle!!! Tunggu!!" London buru-buru mengejar L, tanpa mempedulikan Stephan. Ia akan mengurus Stephan belakangan. Ia tak dapat membiarkan L pergi sendirian dalam kondisi demikian kalut. Ia takut terjadi sesuatu pada gadis itu.     

London membuka pintu yang barusan dibanting L, dan berlari mengejarnya. Gadis itu berlari melintasi taman di depan mansion yang luas dan dalam waktu singkat telah berada di luar gerbang. Sebuah taksi dengan pengemudi android telah menunggunya.      

London berhasil menyentuh tangannya saat gadis itu tiba di depan taksi tetapi ia kalah cepat, L menepis tangannya dan dengan cepat membuka pintu taksi lalu masuk ke dalamnya.     

"Ayo pergi!" desis gadis itu, bahkan tidak menoleh ke arah London sama sekali.     

London hanya bisa berdiri menyaksikan kepergian taksi itu sambil memijit keningnya. Baiklah, setidaknya kalau L sudah di taksi maka keadaannya sudah lebih aman daripada jika ia keluar sendirian di jalan.     

"Selamat pagi, Tuan." Tiba-tiba datang dua orang lelaki berpakaian rapi menghampiri London. Dave dan Marc adalah dua anggota tim pengawalannya yang semalam masih mengawasinya di pesta Stephan. Kenapa mereka ada di sini sekarang? pikir London kesal.     

"Hei, kalian...! Kemana kalian semalam? Terjadi sesuatu dan ..." London tidak dapat meneruskan kata-katanya. Ia merasa malu kalau harus menceritakan apa yang telah terjadi antara dirinya dan L tadi malam. Akhirnya ia hanya melotot dan menyilangkan tangannya. "Kemana saja kalian?"     

"Lho... kami dari semalam di sini menunggui Tuan. Setelah perkelahian itu suasana membaik dan Tuan bahkan minum-minum sampai mabuk bersama Tuan Stephan. Tuan bahkan tidur di sofa dan Nona Lyana tidak dapat membawa Anda pulang. Kami tidak berani menawarkan diri membawa Anda karena takut merusak penyamaran Anda. Tuan Stephan lalu menawarkan agar Anda beristirahat di rumahnya sebagai tamunya... Kami tentu saja selalu berjaga di sini dan memastikan tuan baik-baik saja."     

London tercengang mendengarnya. Para pengawalnya tidak mungkin berbohong. Ia tidak ingat minum demikian banyak sampai mabuk... Ia selalu dapat menguasai diri.     

"Tidak mungkin aku sampai mabuk... Tadi malam ada yang mencampurkan sesuatu ke dalam minumanku," tukas London.     

Dave dan Marc saling pandang dan wajah mereka menjadi kuatir. "Kami tidak tahu, Tuan... Anda berdua dan Nona Lyana minum wine dari botol yang sama. Kami juga selalu mengamati Anda dari jauh, tidak ada yang mencampurkan sesuatu pun ke gelas Anda, kami tidak pernah lengah..."     

Ah, Lyana... Kalau benar Lyana minum dari botol yang sama dan tidak apa-apa... maka..     

Stephan menaruh obatnya di gelas sebelum minuman dituang!     

Brengsek...     

London kini ingat bahwa setelah minum bersama ia memang merasa mengantuk. Ternyata Stephan sudah merencanakan semuanya saat ia pura-pura berdamai. Mengingat betapa rapinya perbuatannya, ia pasti sudah biasa melakukan hal semacam ini.     

Tadi malam Stephan menuangkan minuman bagi mereka berdua dan memberi London gelas yang sudah mengandung obat tidur sehingga ia mengantuk dan Stephan bisa beralasan menerima London sebagai tamunya agar beristirahat di kamar tamu...     

Setelah pesta usai dan tamu-tamu pulang, ia baru memberikan obat perangsang kepada London yang sedang tidur.     

Itulah sebabnya Lyana dan para pengawalnya sama sekali tidak curiga. Ketika mereka memeriksa keadaannya mereka memastikan London memang sedang tidur seperti orang mabuk.     

Setelah London diperangkap, mereka tentu melakukan hal yang sama kepada L dan membiarkan keduanya bangun bersama dalam keadaan dikuasai obat perangsang.     

London mengepalkan tinjunya dan buru-buru kembali ke dalam mansion untuk mencari Stephan. Kedua pengawalnya segera mengikutinya dari belakang.     

Stephan sungguh brengsek dan menjijikkan, pikir London marah. Pria itu pasti sudah biasa melakukannya, sehingga ia bisa dengan mudah mengecoh London yang selalu waspada dan bahkan dikelilingi para pengawal terlatih.     

"STEPHAN!!!" bentak London nyaring ketika ia membanting pintu ruang tamu agar terbuka. Stephan yang duduk di sofa ruang tamu masih sambil mengelus pipinya, yang tadi ditampar sekuat tenaga oleh L, mengangkat wajahnya. Alisnya mengernyit kesal saat melihat kehadiran London.     

"Heh... mengapa kau berteriak-teriak di rumahku?" Stephan balas membentak London. "Seharusnya kau berterima kasih dan mencium kakiku, kau kuberikan kesempatan untuk tidur dengan gadis yang kau sukai.. hahahaha."     

"Kau brengsek!" London dengan cepat sudah tiba di hadapan Stephan dan mencengkram kerah bajunya. "Kau tidak tahu siapa aku..."     

Stephan mengerutkan keningnya. Ia baru memperhatikan bahwa aksen London mulai berubah. Semalam ia bicara dalam bahasa Jerman beraksen Amerika tetapi kini aksen Amerikanya hilang sama sekali. Ia mulai keheranan dan bertanya-tanya apakah pemuda di depannya ini memang orang Amerika atau ia hanya berpura-pura.     

"Kau... siapa kau?" tanya Stephan akhirnya. Ia sudah melihat dua orang lelaki bertubuh tinggi besar dan terlihat berbahaya masuk dari pintu depan.     

"Kenapa kau melakukannya?" tanya London dengan suara dipenuhi kemarahan. Tangannya masih mencengkram kerah baju Stephan sementara pria itu dengan susah payah berusaha melepaskan dirinya.     

"Aku ingin memberi pelajaran kepadanya, oke? Dia sok suci dan menilai dirinya terlalu tinggi... Aku hanya ingin membuatnya mengerti bahwa ia tidak ada artinya." Stephan mengertakkan giginya saat menjawab pertanyaan London. "Keperawanannya diambil oleh seorang fotografer miskin pasti menjadi pukulan yang sangat menghancurkan baginya..."     

"Kau..!!" Sepasang mata London berkilat-kilat mendengar kata-kata Stephan yang baginya sangat menjijikkan itu. Di tahun 2050 dan di era yang demikian modern, keperawanan bukanlah hal yang penting bagi lelaki maupun perempuan, tetapi rupanya penting bagi L, sehingga dengan kejam Stephan justru merusak hal itu darinya.     

London kemudian samar-samar ingat ketika ia memasuki L pertama kali dan melihat gadis itu mengernyit kesakitan.     

Ia telah menyakiti gadis itu.     

Ia merasa sangat bersalah. Dalam pengaruh obat ia tak dapat mengendalikan dirinya dan berlaku lebih lembut untuk membuat gadis itu lebih nyaman dalam hubungan seksual pertama mereka... Ia begitu liar dan egois. Dan kini ia pun tak bisa mengulang waktu untuk mencegah L mengalami peristiwa yang menyakitkan itu.     

Ia merasa sangat menyesal.     

Brengsek kau, Stephan!     

Tanpa dapat ditahan lagi ia telah melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah Stephan dan pria itu segera tersungkur di lantai dengan wajah berdarah.     

"Tolong aku!!! Heii..." Stephan meringkuk di lantai melindungi wajahnya dan berteriak meminta tolong. Beberapa saat kemudian beberapa pelayan dan petugas keamanan menyerbu masuk ke ruang tamu. Dave dan Marc dengan cepat telah mengeluarkan masing-masing dua pistol dan mengancam mereka.     

Orang-orang yang mau menolong Stephan seketika berdiri terpaku di tempatnya, tidak berani bergerak.     

"Kenapa kalian tidak menolongku?? Brengsek!!" Stephan memaki-maki anak buahnya, tetapi mereka tidak berani maju. Dave dan Marc tampak sangat mengintimidasi.     

Akhirnya Stephan berhasil bangun dari lantai dan kabur berlari ke lantai atas. London mengejarnya dengan cepat, tetapi Stephan berhasil bersembunyi di kamarnya dan mengunci pintu.     

"Buka pintunya!! Brengsek... bukaaaa...!!" London berkali-kali menendang pintu tetapi tidak dapat mendobrak pintu besar dan tebal itu. Setelah mencoba dan gagal beberapa kali, akhirnya ia membungkuk dan bertumpu pada kedua lututnya dengan napas tersengal-sengal.     

Hmm... dia bisa mengurus Stephan belakangan. Sekarang ia harus memastikan bahwa peristiwa di kamar tadi malam tidak direkam dan akan digunakan Stephan untuk rencana yang lebih busuk lagi.     

Ia segera berlari mencari kamar yang ditempatinya tadi malam bersama L. Setelah membuka beberapa pintu, ia akhirnya menemukan kamar tersebut.     

London tertegun sesaat ketika berdiri di ambang pintu.     

Ia melihat tempat tidur besar yang berantakan dan selimut yang teronggok di lantai. Dan ia segera terkenang pada L. Entah kenapa ia masih bisa merasakan aroma tubuh gadis itu di sini. Ia sangat menyukainya.     

Perlahan bayangan demi bayangan peristiwa yang terjadi semalam melintas kembali di benaknya dengan lebih jelas. Ia mulai bisa mengingat tubuh indah gadis itu dan ciumannya yang manis, desahannya yang menggoda, dan betapa indahnya saat-saat ketika tubuh mereka berdua menyatu dan mencapai puncak berkali-kali.     

Ia belum pernah meniduri perempuan sebelumnya, karena sebagai seorang Alchemist ia juga tidak terburu-buru untuk mengalami romansa dan petualangan seksual. Lagipula, ia bukan ayahnya yang dulu dapat dengan mudah tidur dengan perempuan dan meninggalkan mereka kemudian.     

L adalah pengalaman pertamanya dan ia tidak mengira gadis itu akan meninggalkan kesan demikian mendalam kepadanya. Walaupun mereka baru bertemu sebentar dan gadis itu sudah menolaknya, sama sekali tidak memberinya kesempatan karena ia 'miskin', London kini entah mengapa merasakan rindu kepadanya.     

Apakah ini karena mereka telah berhubungan intim? Sehingga perasaannya kepada gadis itu yang tadi malam hanya berupa kekaguman pada kecantikannya dan keindahan suaranya, kini menjadi sesuatu yang lebih?     

Ia juga merasa sangat bersalah kepada L.     

London menghela napas panjang dan kemudian masuk ke dalam kamar lalu memeriksa setiap sudut tanpa terkecuali. Ia harus memastikan bahwa hubungan intimnya dan L tidak direkam, dan kalaupun memang ada rekaman ia harus memusnahkannya.     

Gila! Benar saja dugaannya. London menemukan beberapa kamera tersembunyi di balik TV, dan di setiap tiang tempat tidur.     

Ia harus memanggil tim pembersihnya kemari dan memastikan tidak ada lagi kamera dan rekaman yang tersisa.     

"Jan, kau sedang di mana?" London memencet nomor telepon Jan dan tanpa basa-basi ia segera bertanya.     

"Heiii... Tuan sudah bangun? Ini kan masih pagi sekali." kata Jan dengan suara masih mengantuk. "Astaga... ini baru jam 7 pagi!"     

"KAU DI MANA?" tanya London sekali lagi. "Kenapa aku tidak melihatmu di pesta tadi malam?"     

"Lho, aku datang terlambat karena ibuku jatuh sakit dan aku harus mengantarnya ke rumah sakit. Aku kan sudah mengirim pesan ke ponselmu. Saat aku tiba kau sudah tidur di kamar tamu Stephan. Akan aneh kan kalau aku ikut-ikutan minta menginap? Makanya aku suruh Dave dan Marc berjaga di luar dengan mobil."     

"Ugh... brengsek," rutuk London. Ia tidak ingat sudah berapa kali ia memaki sepagian ini. Padahal biasanya ia adalah seorang pria sopan dan tidak pernah mengeluarkan kata-kata kasar. Ia tidak membaca pesan dari Jan semalam, kemungkinan ia sudah terlalu sibuk minum dengan Stephan. "Kau kirim tim pembersih ke mansion Zimmerman dan temui aku di penthouse. Aku ada tugas untukmu."     

"Baiklah. Sampai jumpa." Jan tidak pernah bertanya dua kali jika London menyuruhnya melakukan sesuatu. Dengan efisien ia segera menghubungi tim pengawalan London dan menyuruh mereka datang ke rumah Stephan.     

Ketika London turun ke ruang tamu, Marc dan Dave masih berdiri mengancam para staf Stephan.     

"Kalian tunggu di sini, tim pembersih akan datang. Aku pergi duluan." London mengacungkan tangannya dan Dave buru-buru melemparkan kunci mobil kepadanya.     

London menangkap kunci mobil itu dan berjalan keluar dengan tergesa-gesa. Di luar gerbang mansion Zimmerman ia melihat mobil BMW hitam yang biasa dibawa Dave terparkir dengan rapi di bawah pohon. Ia segera masuk dan mengemudikan mobil itu menjauh. Ia harus segera melakukan sesuatu.     

Tapi pertama-tama ia perlu mandi air dingin dan menyejukkan diri. Dadanya masih dibakar kemarahan yang teramat sangat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.