The Alchemists: Cinta Abadi

Aleksis & Alaric di Singapura



Aleksis & Alaric di Singapura

0Keesokan harinya Alaric tidak membuang waktu segera memeriksakan kehamilan Aleksis ke rumah sakit terbesar di Yorkshire.     

Walaupun Nicolae sendiri seorang dokter, ia pun sungkan menawarkan diri untuk memeriksa kondisi kesehatan istri adiknya. Entah berapa tahun lagi mereka akan dapat kembali bersikap seperti biasa, ia tidak tahu.     

Sepulang dari rumah sakit Alaric mengumumkan dengan bangga kepada seisi rumah bahwa ia akan kembali menjadi ayah. Kandungan Aleksis sudah berusia enam minggu dan dengan senang hati ia mulai mempersiapkan segala sesuatunya.     

Lauriel dan Nicolae merayakan dengan minum champagne, sementara Alaric dan Aleksis hanya bisa minum jus. Tetapi keduanya tidak keberatan, karena kehamilan ini adalah hal yang sangat mereka inginkan.     

"Setiap ibuku mengandung, ayahku pasti ikut berhenti minum minuman beralkohol selama sembilan bulan," kata Aleksis saat membaca hasil laporan dari rumah sakit. "Menurutmu kau bisa seperti itu?"     

Alaric mengangkat bahu. "Memang harusnya begitu, kan?"     

"Baiklah... kedengarannya kau sudah siap," balas Aleksis sambil tersenyum.     

Alaric menatap Aleksis lama sekali dan kemudian seulas senyum menghiasi wajahnya. Mula-mula tipis, kemudian menjadi semakin lebar, sehingga membuat Aleksis keheranan.     

"Ada apa? Ada sesuatu di wajahku?" tanyanya bingung.     

Alaric menggeleng, ia terlihat senang sekali. "Bukan itu. Tapi aku ingat... ini sudah enam minggu, berarti... kehamilan ini adalah hasil kerja kerasku bulan lalu di Grosseto saat kita baru berkumpul kembali. Aku benar. Kembali berhasil pada percobaan pertama."     

Aleksis memutar bola matanya, melihat Alaric membanggakan kemampuannya selalu membuat Aleksis hamil pada percobaan pertama. Gadis itu hanya dapat tertawa. "Kau tahu dari mana? Kita kan begitu setiap hari...?"     

Wajahnya kemudian bersemu merah. Dirinya adalah wanita dewasa dan sudah menikah, tetapi setiap kali membicarakan tentang hubungan seksual mereka, ia masih sering tersipu-sipu. Akhirnya ia hanya bisa memukul bahu suaminya dan tertawa malu-malu.     

"Uhmm... kau mau punya anak berapa?" tanya Aleksis kemudian. Ia tahu Alaric ingin sekali keluarga mereka bertambah karena ia sangat lama merasa kesepian. Apalagi kini bisa dibilang ia terpaksa harus 'membagi' anak-anaknya dengan saudara kembarnya yang telah lebih dulu menjadi ayah bagi Altair dan Vega karena ia tak ingin memaksa kedua anak itu mengikutinya dan meninggalkan Nicolae.     

Alaric menatap Aleksis dalam-dalam. Tentu ia tak mau memutuskan sendiri, karena bagaimanapun istrinyalah yang akan mengandung dan melahirkan anak-anak mereka, maka ia tak mau memberikan tuntutan sama sekali.     

"Hmm... kalau itu terserah aku, aku tentu ingin kita punya anak yang banyak. Tetapi aku tidak mau egois. Jadi, biar saja kita mendapatkan anak sebagaimana yang kau inginkan. Setiap kita berhubungan, bila aku dan kau memang menginginkan anak lagi, pasti akan terjadi. Kalau salah satu dari kita tidak menginginkan lagi, maka tidak akan ada anak berikutnya. Bagaimana?" Alaric bertanya.     

"Menurutku itu yang terbaik," balas Aleksis sambil tersenyum bahagia.     

Keduanya kembali berciuman mesra. Lauriel dan Nicolae yang ada di sudut ruangan terpaksa memusatkan perhatian mereka keluar jendela dan membicarakan tentang pohon-pohon di musim gugur yang terlihat sangat indah dengan warna kuning dan jingga.     

***     

Lauriel memutuskan tinggal lebih lama di Yorkshire bersama Nicolae dan kedua anaknya. Mereka ingin lebih dekat dengan makam Luna setelah berpisah demikian lama, sementara Aleksis dan Alaric berangkat ke Singapura.     

Telah beberapa kali Aleksis menyatakan keinginannya untuk kembali ke sana, demi menelusuri kembali tempat ketika mereka bertemu pertama kali. Tentu saja dengan senang hati Alaric mengabulkannya.     

Ia tahu Altair dan Vega masih lebih suka tinggal bersama Nicolae dan Lauriel, maka ia merelakan anak-anaknya untuk berdiam di Yorkshire bersama mereka sementara ia membawa Aleksis ke Singapura.     

Mereka mendarat di bandara Changi saat hari mulai senja. Aleksis terkejut melihat Takeshi menjemput mereka di runway dengan dua mobil. Pemuda itu kini sudah tampak seperti lelaki matang berusia akhir 30an. Penampilannya rapi dan terlihat seperti pebisnis biasa.     

"Astaga... Takeshi, kau terlihat dewasa sekali," puji Aleksis.     

Pria itu hanya mengangguk dan tersenyum hormat. Ia sudah mendengar dari Mischa bahwa istri Alaric adalah Aleksis yang dulu sempat menjadi tanggung jawabnya untuk dijaga di Singapura bersama Mischa. Ia juga sudah mendengar bahwa gadis itu tidak menua, sama seperti Alaric, tetapi tetap saja ia masih terkesima ketika melihat Aleksis secara langsung.     

Setelah sepuluh tahun, wajahnya masih saja terlihat semuda dulu, malah semakin cantik, pikirnya. Dalam hati ia merasa senang karena ayah angkatnya ternyata menemukan gadis yang seperti dirinya, sama-sama hidup abadi.     

Selama 30 tahun mengenal Alaric, Takeshi ingat bahwa penampilan ayah angkatnya itu dari dulu juga tidak menua, dan walaupun Alaric tidak pernah membahasnya secara terbuka, mereka tahu ia adalah seorang manusia istimewa yang hidup abadi dan muda selamanya.     

"Kau mau ikut makan malam bersama kami di rumah?" tanya Aleksis kepada Takeshi saat mereka selesai bertukar sapa. "Kau harus menceritakan kabarmu selama ini."     

"Tentu saja, Nyonya. Aku akan datang besok ke mansion. Kalau tidak salah Tuan malam ini ingin mengajak Anda makan malam di tempat istimewa," jawab Takeshi.     

Aleksis menoleh kepada Alaric. "Makan malam istimewa di mana?"     

"Di Sky Bar, tempat kita pertama bertemu saat kau menerobos masuk ke pesta perusahaanku," kata Alaric sambil tersenyum simpul. "Aku ingat kau juga melamarku di sana."     

"Aku TIDAK melamarmu di sana, ya..." bantah Aleksis. "Aku hanya menukar permintaan. Kau sendiri yang memberiku permintaan itu."     

Alaric hanya tertawa dan mengangguk mengiyakan. Akhir-akhir ini ia sudah belajar untuk mengiyakan saja apa kata istrinya agar Aleksis tidak menangis akibat hormon kehamilannya yang membuatnya gampang sekali menangis.     

Ia membantu istrinya masuk ke dalam mobil lalu menepuk bahu Takeshi. "Sampai jumpa besok malam."     

"Baik, Tuan." Takeshi melambai ketika Alaric masuk ke kursi belakang dan mobil pun bergerak keluar bandara menuju Gedung Continental.     

Takeshi, sesuai perintah Alaric, telah memesan Sky Bar agar dikosongkan sehingga Aleksis dan Alaric dapat menikmati makan malam tanpa diganggu siapa pun. Ketika mereka tiba di lobi Gedung Continental, keduanya segera naik lift ke lantai 99.     

Keluar dari lift mereka masuk ke Restoran Moonshine dan melintasi seluruh restoran untuk naik eskalator menuju Sky Bar di lantai 100. Ketika mereka lewat, para tamu yang sedang menikmati makanan mereka di Restoran Moonshine satu persatu mengangkat wajah mereka dan memperhatikan dua orang yang baru datang ini.     

Mereka tahu bahwa Sky Bar sedang ditutup, karena banyak dari mereka yang gagal makan di sana malam ini dan terpaksa harus puas dengan menikmati makan malam di Moonshine. Maka ketika Aleksis dan Alaric lewat dan dengan santai bergerak menuju ke Sky Bar, tamu-tamu yang keheranan ini segera tahu bahwa keduanya adalah tamu VVIP yang membooking seisi Sky Bar itu.     

Tadinya mereka pikir Sky Bar ditutup untuk acara perusahaan atau pesta kalangan atas, namun ternyata hanya dua orang ini saja yang menuju ke sana, dan hal itu seketika menimbulkan kehebohan di antara orang-orang.     

Aleksis dan Alaric sangat rupawan, itu saja sudah sangat menarik perhatian, dan para tamu di restoran bisa langsung menduga bahwa mereka juga sangat kaya dan berpengaruh hingga mampu menyewa seluruh Sky Bar untuk mereka berdua saja.     

"Permisi..." Seorang tamu yang sangat penasaran akhirnya memanggil pelayan dan bertanya. "Apakah Sky Bar benar-benar ditutup atau tidak? Tadi kami mau makan di sana, tetapi kalian bilang Sky Bar sedang ditutup. Sementara dua orang tadi jelas-jelas naik ke sana."     

Pelayan yang ditanya hanya bisa menggeleng sambil tersenyum, "Uhm... memang Sky Bar malam ini ditutup, Nyonya. Itu tadi adalah pemilik gedung. Mereka butuh privasi sehingga menutup Sky Bar."     

"Oh, begitu ya? Tapi gedung ini kan milik keluarga Schneider..." Keempat tamu di meja itu saling pandang. "Apakah....?"     

Pelayan mengangguk. "Benar sekali. Itu Nona Aleksis Schneider Linden dan suaminya Tuan Elios Linden."     

Seketika wajah keempat tamu itu tampak tercengang. Kabar tentang Elios Linden dan keluarganya menjadi topik sangat populer dibicarakan selama seminggu terakhir, sejak perayaan ulang tahun Virconnect keempat waktu itu.     

Mereka tak menyangka malam ini bisa melihat sendiri pasangan legendaris itu!     

"Wow... mereka sekarang ternyata ada di Singapura. Keren sekali!"     

"Ternyata gosip itu benar, Elios Linden sangat tampan dan istrinya luar biasa cantik. Orang-orang yang hadir di pesta itu tidak melebih-lebihkan."     

"Oh, kalian lihat betapa romantisnya mereka berjalan bergandengan? Padahal katanya mereka sudah lama menikah."     

Alaric dan Aleksis menikmati makan malam mereka di Sky Bar dengan tenang dan romantis, sama sekali tidak menyadari bahwa mereka menjadi bahan pembicaraan hangat tamu-tamu di Restoran Moonshine di lantai bawah mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.