The Alchemists: Cinta Abadi

Hari-Hari yang Sibuk



Hari-Hari yang Sibuk

3London yang melihat L mengusap matanya yang basah segera menyadari apa yang sedang dipikirkan gadis itu. Ia menarik L itu ke pelukannya dan mengusap-usap kepalanya. Ia tidak berkata apa-apa karena tak ingin membuat L merasa canggung.     

Setelah puas memamerkan anak-anaknya kepada ayah dan ibunya yang sudah rindu, Aleksis tidak lupa menyapa L. "Hai, kau pasti L. Senang bertemu denganmu."     

Gadis itu mengangkat wajahnya ketika mendengar namanya dipanggil. Ia tertegun dan tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya ia hanya mengangguk.     

"Adikku sudah banyak bercerita tentangmu saat ia menjengukku ke Singapura. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu langsung." Aleksis tersenyum manis sekali dan untuk sesaat rasa canggung L menjadi hilang. Ia tidak mengira kakak London ternyata bersikap sangat ramah kepadanya.     

"Terima kasih." L mengangguk pelan.      

"Jadi kapan pernikahannya?" tanya Aleksis, sambil menatap ke arah adiknya. "Kami akan datang ke Eropa minggu depan. Kenapa tidak sekalian menikah saja? Jadi kita bisa berkumpul semuanya."     

London menunjuk kepada L sambil mengangkat bahu. "Aku sih terserah L saja. Besok pun aku bisa."     

L buru-buru menyikut London yang bicara sembarangan. "Kau ini kenapa sih? Aku kan sudah bilang aku mesti memutuskan hubungan dengan keluarga Swann dulu."     

"Iya, itu bisa diurus secepatnya," kata London. "Aku sedang mengusahakan itu. Kau percayakan saja kepadaku. Yang penting sekarang adalah, apa yang kau inginkan."     

L tampak merenung sejenak sebelum akhirnya menjawab. "Sebelum Lily pulih sepenuhnya, aku tidak tenang melakukan apa pun. Bagaimana kalau kita tunggu hingga minimal Lily keluar dari inkubator dan kita bisa merawatnya secara normal?"     

Semua saling pandang mendengar jawaban L dan kemudian mengangguk setuju.     

"Kalau begitu dalam waktu satu atau dua bulan, kita sudah bisa menikah. Pada saat itu Lily pasti sudah sehat dan kita bisa membawanya ke Stuttgart untuk pesta pernikahan. Sekarang sudah bulan September. Menurutku musim dingin bukan waktu yang tepat untuk menikah. Kita harus mengejar setidaknya bulan Oktober atau paling lambat November. Bagaimana menurutmu?" London membuka ponselnya dan memeriksa kalender. "Tanggal 22 atau 29 Oktober adalah akhir pekan. Kita punya waktu enam minggu untuk menyiapkan semuanya."     

Ia menatap ayahnya dan meminta persetujuan. Caspar mengangguk. "Bisa juga. Aku akan bicara kepada Kara untuk mengatur persiapan di kastil kita."     

"Dan aku akan meminta Jan mengurusi hal-hal lainnya," sahut London dengan penuh semangat. Ia lalu menoleh ke arah L dan meminta pendapatnya. "Bagaimana, Sayang? Kau setuju? Beberapa minggu lagi, begitu Lily lepas dari inkubator, aku akan mengajak kalian melihat kastil keluargaku di Stuttgart."     

"Eh, kalian punya kastil?" L merasa kejutan demi kejutan yang diterimanya sepanjang hari ini tidak ada habisnya. Selalu ada saja informasi baru dari keluarga Schneider yang membuatnya kehilangan kata-kata.     

"Itu kastil keluarga kami turun temurun. Aku tidak sabar ingin memperkenalkanmu kepada semua keluargaku. Kau pasti akan senang bertemu mereka."     

"Mmm... kedengarannya bagus." L mengangguk.     

"Baiklah, kalau begitu semuanya beres." London tersenyum senang dan segera bangkit meninggalkan mereka untuk menelpon Jan.     

"Ada apa, Tuan?" tanya Jan dengan sopan.      

"Jan, L akhirnya menerima lamaranku dan kami ingin menikah di minggu ketiga atau keempat Oktober. Bagaimana perkembangan tugas-tugasmu?" tanya London.     

"Aku sudah mendapatkan beberapa informasi berguna tentang keluarga Swann untuk Tuan. Besok aku kirim laporannya." jawab Jan dengan efisien.     

"Lalu bagaimana perkembangan rumah keluarga De Maestri di Paris? Kau sudah membereskannya juga?"     

"Rumahnya sudah dibeli dan sekarang sedang dalam tahap renovasi. Minggu depan seharusnya sudah siap."     

"Bagus sekali. Aku akan memberikan rumah orang tuanya kepada L sebagai hadiah pernikahan. Jadi kalau bisa, tolong diselesaikan dengan cepat."     

"Baik, Tuan." Jan kemudian menambahkan. "Adakah yang bisa kubantu mengenai acara pernikahannya?"     

"Ada, tentu saja. Kau tolong berkoordinasi dengan Kara untuk mengatur acara pernikahan dan undangan. Kami memutuskan untuk menikah di Stuttgart."     

"Baik, Tuan. Aku akan menghubungi Kara."     

"Bagus kalau begitu."     

Setelah ia menutup teleponnya, London menemukan L sedang bercengkrama dengan keluarganya. Rupanya setelah beberapa lama, kecanggungan L telah mulai hilang dan ia bisa menjadi akrab dengan keluarganya, terutama Finland. Pemandangan itu membuat London sangat senang. Ia memang berharap L yang sudah sebatang kara dapat menganggap keluarganya sebagai pengganti keluarganya yang telah meninggal dunia.     

Suasana yang demikian hangat akhirnya harus berakhir juga ketika waktu menunjukkan sudah sangat larut di Singapura dan kedua orang baru dengan sepasang bayinya harus segera beristirahat.     

"Kami sangat senang bertemu denganmu, L. Semoga kita bisa berjumpa minggu depan atau beberapa minggu lagi sebelum pernikahan," kata Aleksis sebelum menyudahi sesi mereka.     

"Oh, iya, sudah ada perkembangan informasi yang kau cari waktu itu?" tamya Alaric tiba-tiba. Ia menatap ke arah London.     

"Aku sudah bicara dengan Mischa dan dia akan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. Minggu depan ia akan datang kemari dan membahas banyak hal, termasuk kasus itu," kata London menerangkan. Ia masih menjaga kata-katanya agar tidak terlalu spesifik membahas tentang kasus pembunuhan keluarga L karena ia tak ingin L ikut memikirkan tentang penyelidikannya.     

"Hm.. baguslah kalau begitu." Alaric mengangguk.  "Aku akan mengikuti perkembangannya melalui Mischa kalau begitu."     

"Terima kasih atas bantuanmu," kata London buru-buru. Ia tidak mau dianggap sebagaimana orang yang tidak tahu terima kasih, tetapi ia juga masih merasa sungkan untuk bicara lama-lama karena masih ingat kemarin ia menyinggung kakak iparnya.     

***     

Sejak peristiwa kunjungan keluarga yang pertama kali waktu itu, hubungan antara Finland dan L menjadi sangat dekat. Hampir setiap hari Finland mampir menjenguk Lily dan di akhir pekan L dan London akan berkunjung ke mansion keluarga Schneider untuk berbincang-bincang dan makan bersama.     

L sengaja tidak akan menerima pekerjaan apa pun selama beberapa bulan itu agar ia bisa fokus merawat Lily yang sudah semakin besar dan hampir keluar dari inkubator. Ia juga sengaja dibuat sibuk oleh London dengan persiapan pernikahan agar tidak terlalu bosan bila hanya di rumah saja. Kara datang ke Grunewald beberapa hari kemudian dan bersama Finland dan L segera membahas pesta pernikahan yang sesuai dengan selera L.     

Hari-hari berlalu dengan sangat cepat dan London sangat puas dengan bagaimana segala sesuatunya berjalan. Hari ini ia bangun dengan hati bahagia karena L sudah kembali berlatih menyanyi di pagi hari. Mereka sama-sama bersukacita karena Dokter Alice akan datang berkunjung dan melakukan pemeriksaan terakhir, lalu mereka akan dapat memeluk Lily.     

Malam harinya London juga akan makan malam bersama Mischa dan mencari tahu hasil temuannya tentang kemungkinan kelompok mafia mana yang bertanggung jawab atas pembunuhan keluarga De Maestri. Ia sudah tidak sabar!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.