The Alchemists: Cinta Abadi

Pertemuan Keluarga



Pertemuan Keluarga

3Keduanya menghabiskan waktu hingga sepuluh menit bermesraan di ruangan Lily hingga akhirnya suara panggilan Rune dari balik pintu menggugah keduanya.     

"Kalian mau makan siang?" tanyanya. "Papa sudah memanggil kalian."     

"Iya, sebentar!" London buru-buru bangkit dari sofa dan merapikan pakaiannya. Ia juga membantu L bangun dan merapikan kancing-kancing pakaian gadis itu yang tadi sempat menjadi sasaran tangan mesumnya. Ugh, kalau tidak ada Rune, mungkin tadi mereka sudah berbuat terlalu jauh.     

"Ayo, Sayang... kita ditunggu di ruang makan," bisiknya.     

Dengan wajah bersemu merah keduanya masuk ke ruang makan dan menemukan Finland, Caspar dan Rune menghadapi meja berisi kue-kue.     

"Kalian bisa menikmati kue sambil aku dan London membuat masakan sederhana, ya." Caspar menarik bahu anak laki-lakinya ke dapur. "Kalian ngobrol saja di sini."     

"Kami sebenarnya baru sarapan kesiangan, Pa. Aku sih masih kenyang," London mengaku.      

"Tidak boleh begitu kepada tamu. Ibumu sudah lapar," kata Caspar tidak mengacuhkan protes anaknya.      

"Kalau kalian memasak makan siang, aku akan menghibur dengan musik," kata L sambil tersenyum lebar. "Aku ingin menunjukkan rasa terima kasih karena kalian sudah berkenan berkunjung kemari."     

"Ah.. benarkah kau mau menyanyi untuk kami? Aku akan sangat senang!" London mencium pipi L dan gantian menarik ayahnya ke dapur. "Kalau begitu aku jadi bersemangat memasak makan siang!"     

"Aku akan membuat teh," kata Rune.     

Ia mengambil poci teh dan nampan dengan tiga buah cangkir. Lima menit kemudian ia sudah menyusul L dan Finland ke ruang tamu. Di meja tamu ada berbagai kue yang tadi mereka bawa dari Mansion Schneider. Finland menikmati kue sambil memperhatikan L memainkan piano dan menyanyikan salah satu lagu terbarunya.     

Untuk sesaat Rune berdiri terpesona dengan cangkir teh di tangannya. Sekarang ia mengerti mengapa kakaknya bisa demikian tergila-gila kepada gadis ini. Saat sedang menyanyi, L yang sudah cantik seakan bertransformasi menjadi seorang peri dari dongeng-dongeng, ia bisa terlihat jauh lebih cantik lagi. Suaranya yang indah dan aura yang melingkupinya sungguh membuat orang yang melihat dan mendengarnya bisa terpaku karena kagum.     

Rune melihat betapa ibunya pun terpesona oleh penampilan L. Memang pantas orang-orang membandingkannya dengan Billie Yves. Keduanya memiliki tingkat pesona yang sama besarnya, pikirnya.     

Sementara L mengisi rumah dengan nyanyiannya yang indah, Caspar dan London memasak makan siang untuk mereka dengan hati senang. Ayah dan anak berbincang-bincang tentang rencana London dan L ke depan, karena kini London sudah mendapat kepastian dan L mau menikah dengannya.     

"L masih memikirkan waktu yang tepat. Tapi kurasa penikahan di musim gugur akan sangat bagus," kata London sambil memotong sayuran. "Aku akan mengundang Bibi Billie Yves. L adalah penggemar beratnya."     

"Hmm.. L menyukai Billie juga? Dia mengingatkanku akan ibumu," komentar Caspar.      

London hanya mengangkat bahu. Kadang-kadang L memang mengingatkannya akan ibunya, tetapi ia tidak keberatan. Ia sangat menyayangi ibunya, dan kalau orang menganggapnya jatuh cinta kepada L karena gadis itu mengingatkannya akan ibunya, maka ia pun tidak akan peduli.     

Makan siang terhidang 30 menit kemudian, dan keluarga Schneider segera berkumpul di ruang makan yang memiliki pintu kaca geser menghadap ke kolam renang sehingga memberikan pemandangan yang sangat menyegarkan.     

Suasana di meja makan terasa demikian hangat, dan L menjadi terharu karena untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ia merasa seperti memiliki keluarganya kembali.     

"Ahh... sayang sekali Aleksis tidak ada di sini," komentar Rune sambil mengisi mangkuknya dengan sup buatan ayahnya yang sangat ia sukai. "Semua keluarga kita berkumpul kecuali mereka."     

"Kita bisa menghubungi Aleksis nanti sesudah makan siang, Mama sekalian ingin melihat Ireland dan Scotland," kata Finland sambil tersenyum bahagia. "Kita bisa menggunakan Virconnect."     

"Ah, ide bagus!" seru Rune. Ia buru-buru menghabiskan makan siangnya agar bisa segera menghubungi kakaknya di Singapura.     

"Siapa Ireland dan Scotland?" tanya L sambil berbisik ke telinga London.     

"Oh... itu keponakan-keponakanku. Mereka dilahirkan seminggu sebelum Lily. Kau akan menyukai mereka," jawab London. Ia kemudian teringat sesuatu dan segera menambahkan. "Pokoknya, nanti, apa pun yang terjadi, kau jangan mengomentari penampilan mereka, kenapa tidak mirip dengan ayahnya. Ayahnya bisa mengamuk dan kau akan kehilangan kontrak Virconnect."     

L mengerutkan keningnya. "Apa hubungannya?"     

"Ahem... Kakakku menikah dengan Bos RMI. RMI itu grup perusahaan yang membawahi Splitz. Seperti yang kau tahu, Virconnect adalah salah satu produk buatan Splitz. Sebenarnya kakak iparku itulah yang menggagasnya."     

L membelalakkan matanya dan menekap bibirnya karena kaget. Sungguh, begitu banyak rahasia keluarga Schneider ini yang membuatnya sangat terkejut.     

"Kakakmu.. menikah dengan..." L menelan ludah. "Elios Linden yang terkenal itu?"     

"Benar. Sebenarnya Elios Linden itu namanya setelah ia meninggal, kami selalu memanggilnya dengan nama aslinya, Alaric. Alaric Rhionen, tapi sekarang ia juga menggunakan nama keluarga Medici. Ah, pokoknya membingungkan."     

L tampak kebingungan dengan semua penjelasan London. Bagaimana bisa seseorang meninggal  tetapi sekarang masih hidup? Ia tidak mengerti.     

"Ada apa?" tanya Finland yang melihat London dan L berbisik-bisik. "Kalian sedang membicarakan apa?"     

"Uhm, tidak apa-apa. Aku hanya bertanya tentang..." L kesulitan menjelaskan maksudnya.     

"Aku tadi menasihati L agar tidak menyinggung tentang kenapa Ireland dan Scotland tidak mirip orang tuanya. Dia bisa kehilangan kontrak Virconnect-nya. Soalnya, kemarin Alaric marah karena aku bercanda, aku bilang anaknya mirip tetangga." London menggeleng-geleng. "Aku pikir dia sudah berubah dan sekarang sudah punya selera humor, ternyata aku salah."     

"Ugh.. bercandamu itu tidak lucu. Bagaimana kalau ada orang yang mengatakan bahwa Lily itu mirip Jan dan tidak mirip dirimu? Kau pasti tidak suka, kan?" Finland ikut menggeleng-gelengkan kepalanya. "Makanya jangan sembarangan bicara."     

"Iya, Ma. Aku sudah sadar kok. Tidak aku ulangi lagi," balas London cepat.     

Mereka kembali makan dengan hangat sambil berbincang-bincang. L yang paling pendiam di antara mereka dan hanya mengangguk-angguk saja, tidak terlalu banyak berkontribusi ke percakapan, selain karena memang ia tidak banyak bicara, pikirannya disibukkan oleh berbagai informasi yang diterimanya hari ini.     

Keluarga Schneider ini ternyata bagian dari kaum Alchemist yang hidup abadi. Billie Yves juga ternyata adalah seorang Alchemist. Lalu, kakak London ternyata menikah dengan pemilik Grup RMI yang demikian legendaris. Ugh... sungguh sangat mengejutkan! L merasa seolah dikelilingi oleh orang-orang besar, dan entah kenapa ia merasa kecil sekali di tengah mereka semua.     

Setelah mereka selesai makan siang, keluarga itu segera berkumpul di ruang tamu dan mengaktifkan sambungan Virconnect. Tidak lama kemudian mereka telah melihat kamar tidur besar tempat Aleksis dan Alaric tidur bersama kedua bayi mereka. Saat ini memang sudah malam di Singapura dan pasangan itu sudah bersiap untuk tidur.     

"Hallo, Papa, Mama, adik-adik," sapa Aleksis sambil menggendong Ireland di pangkuannya. Alaric duduk di tepi tempat tidur sambil menggendong Scotland yang sudah berbaring pulas di dadanya. Ia hanya melambai.     

"Astaga. Mama kangen sekali. Aku mau melihat wajah Ireland lagi," Finland maju mendekati Aleksis dan melihat Ireland dari dekat. Senyum lebar tersungging di wajahnya. "Tidurnya damai sekali!"     

Saat itulah L mengerti kenapa London melarangnya berkomentar tentang kedua bayi itu. Ireland dan Scotland tampak sangat imut tetapi memang mereka tidak mirip dengan ayah dan ibunya. Keduanya memiliki rambut cokelat gelap dan wajah yang sedikit Oriental, mirip sekali dengan neneknya.     

Ah.. betapa beruntungnya Lily, memiliki dua orang sepupu yang hanya terpaut satu minggu darinya, pikir L gembira. Mereka pasti akan tumbuh bersama dengan akrab.     

Pelan-pelan L tersenyum. Ia ikut bahagia untuk Lily, yang akan memiliki keluarga besar yang sangat menyayanginya. Ia bahkan akan memiliki teman sepermainan yang sangat dekat. Lily akan mendapatkan semua yang terbaik di dunia. Nasibnya akan jauh lebih baik daripada ibunya yang kesepian dan harus berjuang sendirian.     

Tanpa sadar ia mengusap matanya yang basah. L merasa sangat beruntung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.