The Alchemists: Cinta Abadi

Kejujuran Lebih Berharga Daripada Emas



Kejujuran Lebih Berharga Daripada Emas

0London belum pernah merasa sebahagia malam itu. Gadis yang membuatnya jatuh cinta setengah mati akhirnya bersedia menerima lamarannya! Rasanya ia ingin sekali memanjat atap rumah mereka dan berteriak ke Mansion Schneider memberi tahu seisi keluarganya, dan dunia, bahwa L mau menikah dengannya!!     

L yang materialistis bahkan mau menerimanya tanpa mengetahui bahwa London sebenarnya sangat kaya...     

Bayangkan!     

Hal ini sungguh membuatnya terharu.     

Ia mencium L dengan khimad seolah bibir gadis itu adalah barang pusaka yang harus ia perlakukan dengan hormat. Ia baru melepaskan L setelah gadis itu mendorongnya dengan kuat hingga kembali terjerembab ke tempat tidur.     

"Ayo istirahat! Kau tidak boleh sakit lama-lama..." tukas gadis itu.     

London tercengang melihat perubahan sikap L ini. Bukankah tadi L manis sekali dan begitu penuh perhatian? Kenapa sekarang kembali menjadi judes?     

"Kau tega sekali pada orang sakit sepertiku," keluh London. Kalau L bersikap baik kepadanya karena mengira ia sakit, maka ia akan berpura-pura sakit.     

Wajahnya merengut dan ia mengeluarkan suara seperti orang kesakitan. L yang hendak keluar kamar akhirnya berbalik menghampirinya dan duduk di tepi tempat tidur.     

"Di mana yang sakit?" tanya gadis itu. "Bukannya kau sudah minum obat? Tadi kau tidak kelihatan sakit saat menciumku."     

"Hmm... mungkin itu obatnya. Waktu kita ciuman sakit kepalaku hilang..." kata London sambil memasang mata berkaca-kaca berharap belas kasihan L.     

"Aneh. Aku belum pernah dengar hal semacam itu," omel L. "Itu pasti hanya alasanmu saja."     

"Tidak.. aku jujur, Sayang. Sakit kepalaku tadi hilang, tapi sekarang kembali lagi... Mungkin kalau kau mengusap kepalaku, sakitnya akan hilang," rengek London tanpa tahu malu. Akhirnya L terpaksa mengusap-usap kepalanya dan barulah pria itu memejamkan matanya dengan wajah dihiasi senyum lebar. Bibirnya mengeluarkan suara hmm berkali-kali. "Hmmm... kau punya sentuhan tangan ajaib. L memang wanita luar biasa.... hmmm..."     

L hanya memutar bola matanya mendengar rayuan London tetapi ia tidak marah.     

London sungguh menikmati berbaring di tempat tidurnya sambil memejamkan mata, sementara L duduk di tepian tempat tidur, mengusap-usap kepalanya.     

Ia teringat saat ibunya memperlakukannya seperti itu, menemaninya tidur dan mengelus kepalanya dengan penuh kasih sayang. Rasanya sangat damai dan menyenangkan.     

Sampai anak-anaknya dewasa, Finland memang masih memperlakukan mereka dengan tidak berubah, sehingga sudah biasa bagi mereka untuk berbaring di pangkuan ibunya dan menceritakan hari mereka sambil sang ibu mengelus-elus kepala mereka hingga jatuh tertidur,     

London sangat senang memikirkan bahwa ia akan mendapatkan kasih sayang sedemikian rupa dari istrinya. L memang wanita yang sempurna untuknya!     

"Sayang... temani aku di sini sampai sakit kepalaku hilang, ya?" London membuka sebelah matanya dan menatap L dengan penuh harap. "Kau kan sudah bersedia menikah denganku.. apa lagi yang menjadi penghalangnya?"     

L menggeleng dan menepuk kening London seolah pria dewasa itu adalah seorang anak yang tertangkap mencuri permen. "Tidak bisa. Kau mesum dan tidak bisa dipercaya."     

"Jadi, kalau kita sudah menikah, kau mau menemaniku di sini?" tanya London lagi.     

Baiklah. Ia akan segera meminta Jan menyiapkan pernikahan besok. Besok pagi-pagi sekali, kalau perlu.     

L mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar London dan mendecak beberapa kali. "Kamarmu bagus, tapi kurang besar. Aku tidak mau tinggal di sini."     

"Oh..." London segera duduk di tempat tidurnya. "Kalau begitu aku pindah ke kamarmu! Kapan kau mau menikah?"     

L tampak berpikir sejenak.     

"Beri aku waktu satu bulan. Aku akan memutuskan pertunangan dengan Danny dulu dan membereskan beberapa hal," katanya kemudian.     

Satu bulan!     

Lama sekali, keluh London dalam hati.     

Ia menatap L dan mencoba membaca isi hatinya. "L... aku sudah melihat Danny Swann itu dan setahuku dia berasal dari keluarga sangat kaya. Kenapa... kenapa kau berubah pikiran? Selain Lily.. apakah ada hal lain yang membuatmu memilihku?"     

Ia ingin sekali mendengar L berkata bahwa L sudah jatuh cinta kepadanya, dan cinta telah membuka mata L bahwa cinta itu lebih berharga daripada harta...     

L balas menatap London dalam-dalam dan kemudian menjawab. "Killian... selama ini aku hidup dengan satu tujuan saja... yaitu membalas dendam. Aku tak peduli bagaimanapun jalannya aku harus bisa menjadi orang yang kuat, kaya dan berkuasa. Karena kekuatanku terbatas, dengan tidak tahu malu aku akan meminjam kekuatan orang lain. Kau pasti tahu bahwa aku terkenal materialistis... Karena aku sadar, sebagai seorang perempuan lemah dan miskin, aku tidak punya kekuasaan dan kekayaan untuk membalas dendam. Aku hanya memiliki kecantikan dan tubuhku.. maka itulah yang akan kujadikan senjata untuk membalaskan dendamku, dengan mencari lelaki kaya dan berkuasa yang dapat membantuku..."     

"Dendam...? Kepada siapa?" tanya London dengan penuh perhatian. Ia merasa tegang, karena untuk pertama kalinya L bersedia membuka diri kepadanya.     

Sekarang ia mengerti... alasan mengapa L begitu berkeras untuk mencari suami yang sangat kaya...     

Ternyata L menyimpan dendam kepada seseorang.     

London sangat penasaran ingin mendengar lebih banyak, supaya ia dapat membantu L membalaskan dendamnya. Kalau perlu ia akan membalikkan gunung dan mengeringkan lautan, jika itu dapat membuat dendam L terbalas dan memberinya kebahagiaan.     

"Dendam kepada orang yang membunuh seisi keluargaku..." kata L dengan suara datar. Wajahnya melengos dan matanya tampak memandang ke tempat yang sangat jauh. "Hidupku sangat mengerikan dan penuh penderitaan karena dendamku. Tetapi setelah aku melihat Lily... aku sadar bahwa dendam hanya akan menggerogoti hidupku dan aku tidak akan pernah menemukan kebahagiaan."     

"L... siapa yang melakukannya? Siapa yang membunuh keluargamu?" tanya London lagi, suaranya menjadi tercekat. Ia kini teringat ketakutan L pada suara petir yang menurutnya terdengar seperti bunyi tembakan. Apakah seisi keluarganya mati ditembak orang jahat?     

L masuk panti asuhan di usia delapan tahun...      

Berarti seisi keluarganya dibunuh saat ia masih sangat kecil...     

Entah kenapa London merasakan dadanya ikut sakit membayangkan L harus mengalami semua penderitaan itu, dan tumbuh dalam kesendirian dan hidup yang dibakar dendam...     

"Itu sudah tidak penting sekarang..." L mendesah pelan. Ia lalu menoleh ke arah London dan mengusap pipinya. "Lily membuatku ingin melupakan dendamku. Aku tidak mau apa-apa lagi di dunia ini. Aku hanya mau membesarkannya. Denganmu. Aku tidak mau laki-laki kaya untuk membantuku membalas dendam. Aku hanya ingin hidup tenang. Kau membuatku menyadari bahwa hidup tenang jauh lebih penting daripada apa pun. Walaupun kau miskin, kau selalu memastikan aku dan Lily bisa hidup berkecukupan. Aku sangat menghargai itu. Maaf kalau selama ini aku sengaja bersikap judes kepadamu. Aku ingin mengusirmu pergi. Aku pikir kau akan menyerah kalau aku terus-menerus bersikap menyebalkan... tetapi kau tidak pernah menyerah."     

London tertegun mendengar kata-kata L.     

Berarti sebenarnya, selama ini L sengaja bersikap judes dan menyebalkan di depannya...     

Karena L ingin London berhenti mengejarnya...?     

"L...? Semua itu... sengaja?" London tak dapat mempercayai pendengarannya sendiri.     

L menghela napas. "Kau lelaki baik. Orang sepertimu itu sangat jarang. Selama ini semua lelaki yang kutemui adalah pembohong atau laki-laki kaya brengsek. Kau berbeda. Kau bertanggung jawab, kau jujur, dan pekerja keras. Kau juga sangat sabar menghadapiku...."     

London mengakui dirinya memang bertanggung jawab dan pekerja keras, juga sabar. Tetapi jujur? Ah... ia belum jujur kepada L.     

"L... sebenarnya aku.." London memutuskan hendak mengaku dosa kembali kepada L, karena ia tidak ingin gadis itu salah paham lagi.     

Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya. L telah menarik lehernya dan mencium bibirnya mesra sekali.     

London memejamkan matanya dan menikmati ciuman L, yang untuk pertama kalinya menjadi inisiatif sang gadis. Selama ini London-lah yang memulai, tetapi kini... L yang duluan menciumnya! London sungguh merasa terkejut.     

Ketika ia hendak membalas ciuman L dengan lebih mesra, gadis itu telah melepaskan diri. L menatapnya dalam-dalam sambil kedua tangannya membingkai wajah London. Wajah L tampak sangat serius.     

"Aku ini orang yang sangat sederhana, Killian. Aku tidak pernah menuntut materi darimu dan ke depannya pun tidak akan pernah. Bagiku sebenarnya harta itu tidak penting. Tetapi kalau sampai kau membohongiku, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Kejujuran adalah harta paling berharga milik manusia, lebih daripada emas."     

Seketika tenggorokan London terasa sakit mendengar pernyataan L barusan.     

Tadi ia hampir saja mengaku dosa dan menceritakan semua kebohongannya selama ini kepada L.     

Sekarang ia menjadi takut setengah mati melakukannya.     

"Kau tadi mau bilang apa?" tanya L keheranan melihat ekspresi London pada wajahnya yang pucat.     

"Uhmm... tadi aku mau bilang..." London menelan ludah.     

"Ya?"     

"Aku mau bilang bahwa aku mencintaimu..."     

Sial sial sial....     

Sekarang bagaimana dia bisa menceritakan semua kebohongannya kepada L?     

Rasanya London ingin sekali mengguyur kepalanya dengan sebotol wine lalu menggali lubang sedalam dua meter dan mengubur dirinya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.