The Alchemists: Cinta Abadi

Memilih Rumah (4)



Memilih Rumah (4)

3"Rumah berhantu?" L tampak memutar matanya mendengar penjelasan Pammy. "Astaga... ini sudah tahun 2050. Masakan masih ada orang yang percaya hantu?"     

Pammy mendeham pelan, "Pemiliknya sangat kolot dan percaya hantu... Tapi itu menjadi keuntungan buat kita, karena mereka hanya ingin buru-buru menjualnya. Aku kebetulan mendapat informasi dari orang dalam. Kalau sampai orang lain tahu rumah ini dijual murah, aku yakin mereka akan berbondong-bondong membelinya."     

L tampak kesulitan mempercayai keterangan Pammy, tetapi ia telah jatuh cinta pada rumah itu dan sangat ingin memilikinya, maka hatinya menolak mendengarkan logikanya. Lagipula... mana mungkin Pammy membohonginya. Untuk apa? Ini bukan hal yang bisa dijadikan bahan bercanda.     

"Kenapa tidak kita datangi saja besok dan lihat seperti apa rumahnya," London menyarankan. Dari tadi ia diam saja seolah ia sama sekali tidak terlibat dan tidak tahu apa-apa tentang rumah itu. "Foto sering kali menipu, lho. Kalau besok setelah melihatnya langsung, kau memang suka, kau bisa memutuskan untuk membelinya. Bukankah kau yang bilang ingin segera pindah ke rumah baru karena apartemen ini terlalu sederhana?"     

Pammy batuk-batuk mendengar ucapan London dan buru-buru meminum air putih di gelasnya hingga habis.     

Ia masih belum terbiasa dengan kenyataan bahwa pemuda yang duduk di samping L adalah pemilik Schneider Group itu sendiri, yang pasti terbiasa dengan segala hal termewah yang dapat ditawarkan dunia, tetapi entah kenapa tampak senang saja tinggal di apartemen sederhana ini dan sekarang makan pizza dengan santai bersama mereka, rakyat biasa ini.     

"Kau kenapa?" tanya L keheranan. Ia menepuk-nepuk bahu Pammy berusaha membantunya agar tidak tersedak karena minum terlalu cepat sambil batuk.     

"Aku tidak apa-apa," Pammy buru-buru menggeleng dan mengerling ke arah London. Ia tidak boleh membongkar rahasia pria ini, sehingga ia sangat memperhatikan segala ucapannya agar ia tidak keceplosan.     

Pammy sudah bekerja sangat keras dan belum pernah mendapatkan kesempatan untuk memimpin divisinya sendiri. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya untuk maju.     

***      

Keesokan harinya London menemani L untuk melihat rumah yang dimaksud Pammy. Manajer L itu  sudah menunggu mereka di lokasi.     

Ketika mobil sederhana London tiba di area Grunewald, L tak henti-hentinya berdecak kagum. Ia senang melihat pemukiman yang hijau dan asri, jalan-jalan yang luas dan ditata indah, serta rumah-rumah cantik berukuran besar.     

Di bagian paling ujung ada sebuah mansion paling besar dan paling indah, milik keluarga Schneider dan London sangat puas mendengar decak kekaguman dari bibir L saat ia sengaja menyetir mobilnya melewati mansion itu.     

Saat mobil sudah berjalan, kepala L masih mendongak ke belakang, berusaha melihat betapa indahnya gerbang dan pohon-pohon yang meneduhi mansion itu.     

"Astaga.. kalau kita tinggal di pemukiman sini, kita akan bertetangga dengan keluarga Schneider," gumam L dengan takjub.     

"Betul," London mengangguk, berusaha menyembunyikan senyumnya di balik ekspresi datar. "Kudengar keluarga Schneider itu sangat baik dan rendah hati."     

"Oh ya? Aku belum pernah bertemu langsung, tapi kudengar mereka sangat tertutup, tidak banyak yang diketahui tentang mereka dan mereka sangat jarang tampil di muka umum." L mengangkat bahu. Ia lalu teringat bahwa di festival musik beberapa waktu yang lalu ia sempat bertemu Rune Schneider yang memberinya bunga dari kakaknya, London Schneider. "Oh ya.. kapan kau mau melamar pekerjaan ke Schneider Group? Tolong sekalian bawakan bunga ucapan terima kasih untuk Tuan Schneider."     

"Besok pagi," London menjawab sambil tersenyum. Ia senang sekali karena L akan memberinya bunga. "Tapi kau harus menulis sendiri ucapan di kartunya."     

"Baiklah." L mengangguk. Pandangannya telah tertumbuk pada sebuah rumah berwarna putih bermodel minimalis yang dihiasi tanaman menjalar di satu temboknya dan dikelilingi pagar tinggi dan terlihat tanaman bunga-bunga dari balik gerbangnya.     

"Kita sudah sampai... ini rumahnya.." gumam L seolah kepada dirinya sendiri.     

Mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam gerbang yang terbuka otomatis. Pammy telah menunggu mereka di ruang tamu bersama seorang staf yang bekerja di rumah itu.     

"Selamat datang, L. Pemiliknya sedang ada di luar negeri dan meminta kita untuk melihat-lihat sendiri dan menghubunginya kalau kita sudah mengambil keputusan," kata Pammy.     

L mengangguk. Sepasang matanya tidak dapat berdusta, telah jatuh cinta pada rumah itu di saat pertama ia melihat gambarnya. Dengan gembira ia mengikuti Pammy dan sang staf berkeliling rumah dan memeriksa keadaannya.     

Di sana ada tiga buah kamar besar, satu ruang duduk, ruang makan, dapur yang besar dan dipenuhi cahaya matahari karena memiliki pintu kaca dari lantai ke langit-langit yang bisa dibuka ke samping untuk memberikan suasana terbuka dan langsung menghadap ke taman bunga.     

Ada pula ruang kerja dengan dua buah meja dan sofa psikiater yang cantik. Cocok untuk bekerja dan bersantai pada saat yang sama. Di bagian samping ada teras dengan sofa duduk yang nyaman dan di dekatnya ada kolam renang berukuran sedang dengan bangku-bangku berjemur dan gazebo dengan ayunan gantung dari rotan asli yang sangat mahal.     

Semuanya sempurna!     

"Aku suka tempat ini," bisik L kepada Pammy. "Kapan kita bisa membelinya? Aku ingin segera merenovasi salah satu kamar untuk menjadi ruang bayi."     

Pammy mendeham, "Karena sang pemilik sangat buru-buru, kita bisa mendapatkan rumah ini hari ini juga. Semakin cepat kita membayar, akan semakin murah."     

"Hari ini? Ah... beruntung sekali! Kau tolong urus pembeliannya dan segara cari kontraktor untuk merenovasi sedikit kamar di samping ruang kerja, lalu hubungi pemasok alat medis dan berkonsultasi dengan Dokter Muller untuk mengatur alat-alat medis apa saja yang kita perlukan untuk merawat LIly di sini."     

Pammy membuka buku catatannya dan menuliskan semua keinginan L. "Baik, L. Aku akan segera mengurus semuanya. Paling lama satu minggu semuanya akan siap."     

"Terima kasih, Pammy."     

L menatap langit-langit rumah itu, lalu sekelilingnya dengan penuh kagum, kemudian menarik napas panjang. Ia sangat menyukai rumah ini. Ia senang dapat membelinya dengan uangnya sendiri dan memberikan tempat tinggal yang layak untuk Lily.     

Ia menoleh ke arah London yang sedang tadi memperhatikannya lalu menarik tangan pemuda itu agar mengikutinya ke arah kamar yang ingin dijadikannya sebagai ruang NICU.     

"Aku ingin menaruh Lily di ruang NICU di sini, kau bisa tinggal di kamar di samping kamar ini, aku akan mengambil kamar di sebelah sana," katanya sambil menunjuk ke sana dan kemari.     

London mengangguk. "Terima kasih."     

"Besok kontraktor akan merenovasi sedikit bagian kamar Lily. Apakah kau juga ingin merenovasi kamar bagianmu? Siapa tahu kau ingin mengganti desainnya? Jangan banyak-banyak, sedikit saja. Uangku tidak cukup untuk renovasi besar apalagi aku harus membeli banyak alat medis. Tapi aku juga ingin kau merasa nyaman di sini," kata L lagi.     

Ia ingat London selalu berusaha membuatnya merasa senyaman mungkin saat ia tinggal di apartemen sederhana pemuda itu, maka ia pun ingin berbuat sama.     

London tertegun mendengar kata-kata L. Ia sungguh terharu karena L, walaupun judes dan kadang menyebalkan, ternyata cukup pengertian.     

Kedua kamar yang ada di rumah ini memang terlihat cukup feminin dan ia tidak terlalu suka jika harus tinggal di kamar yang terlihat lebih cocok untuk perempuan.     

Tadinya London sama sekali tidak akan mengeluh. Namun, L rupanya menyadari bahwa kamar yang ada di sebelah kamar Lily tidak cocok untuk seorang lelaki dewasa seperti London, makanya ia menawarkan untuk direnovasi sedikit.     

Akhirnya London mengangguk-angguk sambil tersenyum tipis. "Aku cukup senang kalau catnya boleh diganti dari pink menjadi putih."     

"Baiklah. Aku akan memberi tahu Pammy."     

Setelah keduanya sepakat dan puas dengan rumah baru mereka, London membawa L kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Lily sekaligus mengantarkan ASI yang diperahnya di rumah untuk ditaruh di kulkas NICU sebagai menjadi persediaan makanan bagi anak mereka.     

"Beruntung sekali..." gumam L di perjalanan saat ia memikirkan kembali rumah indah yang baru saja dibelinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.