The Alchemists: Cinta Abadi

Memilih Rumah (2)



Memilih Rumah (2)

1Keduanya lalu membahas berbagai masalah perusahaan dan London mendengarkan semua laporan yang disampaikan Jan dan memberikan pendapatnya. London tahu begitu ia kembali bekerja akan ada banyak hal yang harus diurusinya karena ia telah terlalu lama meninggalkan tanggung jawabnya akibat kemarin ia mengambil cuti cukup lama ke Singapura dan kemudian mendampingi L melahirkan.     

"Oh, ya. Jan.. aku menemukan rencana yang sangat bagus untuk memenangkan hati L," kata London sebelum Jan minta diri. Wajah pemuda itu tampak sangat senang. "L akhirnya memberi lampu hijau. Ia memberiku waktu tiga tahun untuk menghasilkan uang lebih banyak darinya, baru aku boleh melamarnya."     

Jan tidak mengerti arah pembicaraan tuannya ini.     

"Tidak perlu menunggu tiga tahun, sejak Tuan belum lahir pun penghasilan Tuan sudah lebih besar darinya," cetus Jan.     

London melambaikan tangannya. "Dia bilang aku harus mencari pekerjaan bagus yang bergaji tinggi. Jadi aku mengatakan kepadanya bahwa aku akan melamar pekerjaan ke kantor pusat Schneider Group. Dengan begitu aku bisa berangkat ke kantor setiap hari, tanpa dia curiga... Aku kan tidak bohong? Aku memang kerja di Schneider Tower. Nanti setiap enam bulan aku akan mendapatkan promosi jabatan hingga akhirnya memperoleh gaji yang jauh lebih besar dari penghasilannya sebagai artis."     

Jan sudah mengenal London hampir seumur hidupnya, tetapi tetap saja pernyataan bosnya kali ini mampu membuatnya terkejut.      

"Mau sampai berapa lama Tuan berencana menjadi Killian Makela? Kenapa tidak berterus terang saja kepada Nona L bahwa Anda adalah London Schneider yang sangat kaya? Tuan itu kan persis seperti tipe lelaki yang memang ia inginkan selama ini? Aku tidak mengerti semua kerepotan ini..." Jan hanya bisa geleng-geleng kepala.     

Tiba-tiba terdengar suara desahan tertahan dari belakang mereka yang membuat Jan dan London terlompat dari duduknya dan memegangi dada masing-masing. Barusan mereka kaget sekali karena mengira di lounge hanya ada mereka berdua.     

Pammy tampak menatap keduanya dengan sepasang mata yang membelalak bulat seperti piring. Manajer L itu sangat shock. Mulutnya separuh terbuka dan tangannya menunjuk-nunjuk tetapi ia tidak dapat berkata apa-apa.     

"Kau ini bikin kaget saja..." omel Jan. Ia meredakan jantungnya yang berdegup demikian kencang dan kembali duduk di kursinya. "Kalau berjalan jangan seperti hantu. Bersuaralah sedikit..."     

Pammy masih gemetar di tempatnya. "Ma... maaf, aku sengaja tidak bersuara, Tuan Jan, aku tidak ingin mengganggu Nona L dan bayinya yang sedang beristirahat."     

Manajer L itu berjalan pelan-pelan mendekati mereka dan kemudian menatap London dengan wajah tidak percaya.     

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya London keheranan. "Ada sesuatu di wajahku?"     

"Anda, Tu... tuan London Schneider?" tanya Pammy dengan suara setengah mencicit. Ia masih shock tetapi memaksa dirinya bertanya. Ia harus memastikan apa yang terjadi sebenarnya.     

London dan Jan saling bertukar pandang.     

"Kau tadi mendengar semuanya?" tanya London. Ia tidak mengira rupanya pendengaran telinga Pammy sangat sensitif dan bisa mendengar pembicaraannya dengan Jan barusan.     

Pammy mengangguk.     

Jan dan London secara bersamaan hanya dapat menghela napas.     

Setelah beberapa lama, Jan kemudian mengangkat tangannya dan memberi tanda agar Pammy duduk di kursi sebelahnya.     

"Pammy... Kau tahu Brilliant Mind Media ada di bawah Schneider Group?" tanyanya sambil melipat kedua tangannya di dada.     

"Be..nar..." Pammy mengangguk lagi seperti kerbau dicucuk hidung.     

"Kau tahu aku bisa mengangkatmu menjadi kepala divisi artis, atau menaikkan gajimu menjadi dua kali lipat?" tanya Jan lagi. Pammy kembali mengangguk. "Kalau kau menuruti perintahku dan tidak membongkar semua rahasia ini kepada Nona L, gajimu akan kunaikkan dua kali lipat, atau kau dapat memimpin divisimu sendiri. Terserah apa yang kau pilih..."     

Seketika wajah Pammy tampak berubah menjadi berseri-seri. "Aku tidak akan bicara apa-apa..."     

"Bagus. Tuan Schneider sedang berada di posisi yang sangat sulit dan ia belum dapat membuka identitasnya kepada Nona L. Kau mengerti maksudku?"     

"Aku mengerti Tuan," Pammy mengerling kepada London dan wajahnya yang tadi shock kini berubah menjadi dihiasi senyuman.     

Ahh... beruntung sekali L, mendapatkan kekasih salah seorang pria paling kaya dan berkuasa di dunia. Yang lebih gila adalah... L sama sekali tidak mengetahuinya! pikir Pammy.     

Pammy merasa bedebar-debar karena ia dipercaya untuk memegang rahasia sedemikian besar. Ia berjanji dalam hati akan menjaga rahasia ini baik-baik. Pammy tidak mau melanggar kepercayaan keluarga Schneider!     

"Bagus kalau kau mengerti," kali ini London yang angkat bicara. Ia masih berdiri dengan kedua tangan di dalam saku, terlihat keren sekali.     

Dan, oh... ternyata pemuda tampan ini bukan hanya keren, tetapi juga sangat kaya, pikir Pammy dengan gembira.     

Sejak dulu Pammy lebih menyukai jika L berkencan dengan fotografer ini. Menurutnya Killian adalah lelaki baik yang jarang ada. Sayangnya L lebih memilih mencari calon suami yang sangat kaya.     

Tetapi kini setelah mengetahui identitas Killian yang sebenarnya, dalam hati Pammy bersorak gembira. Ia yakin, begitu L mengetahui bahwa Killian Makela adalah London Schneider, ia tentu akan dapat menerimanya dengan mudah. Ini hanya tinggal masalah waktu.     

"Aku berjanji tidak akan membocorkan identitas Tuan kepada Nona L." Pammy mengangkat sebelah tangannya seolah memberikan janjinya. "Apa rencana Tuan berikutnya? Tadi Nona L mengajakku berdiskusi tentang rencananya setelah keluar dari rumah sakit. Nona L ingin membeli rumah."     

"Kebetulan sekali. Barusan kami sedang membahas itu." London mengangguk ke arah Jan dan asistennya itu segera menunjukkan gambar-gambar di tabletnya. Pammy tampak sangat terpukau melihat rumah-rumah mewah dan indah itu.     

"Wow... ini daerah Grunewald? Pasti mahal sekali..." seru Pammy dengan kagum. "Berapa harganya? Kalau terlalu mahal Nona L tidak akan mampu membelinya. Aku memegang catatan keuangannya, jadi aku harus mengatur rumah seperti apa yang dapat ia beli."     

Jan mengangkat bahu. "Kami belum tahu harganya, karena aku belum bicara dengan pemiliknya."     

"Tapi rumahnya untuk dijual, kan? Biasanya kita tinggal cari di website agen properti..." kata Pammy sambil mengeluarkan ponselnya hendak membuka website yang dimaksudnya.     

Jan hanya tertawa melihat Pammy hendak mencari info harga rumah itu.     

"Rumah ini tidak dijual, makanya aku mau menanyakan dulu kepada pemiliknya, berapa yang mereka minta untuk menjual rumah ini kepada kita," katanya dengan nada geli, seolah membeli rumah yang tidak untuk dijual adalah hal yang sangat lumrah dilakukan dan seharusnya Pammy tahu.     

Wanita itu hanya dapat membuka mulutnya tanpa dapat berkata apa-apa. Ia baru pertama kali mendengar ada yang yang hendak membeli rumah di area paling elit di Berlin tanpa peduli apakah sang pemilik mau menjual atau tidak.     

Beginikah cara hidup orang sangat kaya? Kalau benar... wah, sekarang Pammy mengerti mengapa L bersikeras hendak mencari suami sangat kaya.     

Ugh, kalau saja Pammy sendiri masih muda dan seksi seperti L, ia mungkin akan menuntut hal serupa dari pasangannya.     

Ia akan mencari lelaki sangat kaya untuk dinikahi... agar ia pun dapat seenaknya menunjuk rumah cantik yang ingin dimilikinya, dan sang pria akan meminta sang pemilik untuk menjual rumahnya.     

Ohh.. Nona L, kau beruntung sekali! bisik Pammy dalam hati.     

"Jadi apa yang harus aku lakukan?" tanya Pammy ragu-ragu.     

"Aku akan bicara dengan pemilik rumah ini beberapa jam lagi. Besok kalau rumahnya sudah dibeli, aku akan memberitahumu agar kau menunjukkan listing rumah ini kepada Nona L. Kalau ia menyukai rumah ini, kita akan membuat seolah-olah ia membeli rumah ini. Kau akan kubiarkan mengurusi 'jual belinya'." Jan menerangkan rencananya kepada Pammy yang hanya dapat mengangguk-angguk.     

"Uhm... Nona L juga ingin membuat ruang NICU untuk anaknya di rumah..." kata Pammy lagi.     

"Aku sudah siapkan semuanya. Barang-barang keperluan medis akan dikirim besok dan kamar tamu akan direnovasi untuk menjadi ruang NICU. Kau tunggu saja semuanya." Jan melambaikan tangannya seolah mengatakan membangun ruang NICU baru di rumah adalah hal kecil saja.     

Sungguh efisien, pikir Pammy kagum.     

Jan memang sangat efisien. Ia memastikan segala sesuatunya berjalan lancar dan bahkan kini dengan cerdas ia melibatkan Pammy dalam rencana mereka, supaya lebih mudah bagi mereka mengatur jadwal pekerjaan L serta agar ia tidak curiga terhadap hal-hal yang akan mereka lakukan untuk memastikan L mendapatkan rumah terindah dan Lily mendapatkan perawatan medis terbaik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.