The Alchemists: Cinta Abadi

Keadaan yang Sangat Gawat



Keadaan yang Sangat Gawat

1Saat itulah terdengar suara ketukan di pintu apartemen mereka. L membanting kamera yang ada di tangannya dan segera membukakan pintu. London terkejut ketika ia melihat Danny untuk pertama kalinya. Pemuda itu terlihat sangat tampan, jauh lebih menarik daripada gambar samar di video kamera tersembunyi yang dilihatnya di tablet Jan tadi malam.     

Danny Swan tampak rapi dan mengenakan pakaian mahal dari ujung kaki ke ujung rambut. Wajahnya tampan dan serius. Saat ia muncul di depan pintu ekspresinya terlihat kuatir.     

"Marianne, kau tidak apa-apa?" tanyanya sambil memeluk L. Gadis itu menggeleng dan melepaskan diri darinya.     

"Tolong bawa aku pergi dari sini," kata L dengan suara lelah. Air matanya telah kering dan ia tidak mau menangis lagi.     

"Marianne?" London menatap L keheranan. Ia tidak mengerti kenapa Danny memanggil L dengan nama lain. Apakah ini semacam permainan peran antara kekasih di mana mereka berpura-pura menjadi orang lain?     

"Tolong jangan mengejarku lagi. Aku takut padamu. Kau ternyata tidak seperti yang kuduga..." kata L sambil menatap London tajam. "Aku pikir kau lelaki baik-baik... Ternyata...."     

"Kau salah duga. Aku bukan orang jahat. Aku mengawasimu karena aku ingin menjagamu, itu saja..." London masih berusaha membujuk L, "Aku tidak punya niat buruk. Coba ingat baik-baik, selain mengawasimu.. apakah ada hal buruk lain yang kulakukan?"     

L tertegun dan menatap London tanpa dapat membalas. Di dalam kepalanya terlintas berbagai bayangan betapa selama ini London memperlakukannya dengan sangat baik.     

Ia ingat betapa pemuda itu langsung menyatakan bersedia bertanggung jawab begitu mengetahui kehamilannya, pada kenyataannya justru L-lah yang terus-menerus menolak dan menghindar dan tidak mau dinikahi.     

Ia juga ingat betapa setiap hari, tanpa terlewat, London selalu membawakan bunga untuknya karena ia tahu setiap wanita menyukai bunga, juga memasak makanan sehat untuknya dan selalu memastikan ia makan dengan baik dan meminum vitaminnya. Hanya sepuluh hari terakhir pemuda itu absen memberikan bunga dan membuatkan makanan karena ia katanya sedang berada di Singapura menjenguk kakaknya.     

Tetapi apa yang pemuda itu lakukan memang baginya sangat fatal. L paling tidak suka dibohongi, tetapi bukan hanya membohonginya, London juga memata-matainya. Saat ini sangat sulit bagi L untuk kembali percaya kepadanya.     

"Aku tidak tahu siapa kau sebenarnya... apakah kau orang baik atau bukan..." kata L kemudian. "Kau mengaku sebagai fotografer, tetapi ternyata kau memiliki hubungan dengan mafia.. Kau memperlakukanku dengan baik, tetapi di saat yang sama kau juga memata-mataiku dan mengontrol hidupku... Kau membuatku takut."     

London terpana mendengar kata-kata L. Ia tidak mengira semua yang ia lakukan demi L hanya akan berujung seperti ini. Semua hanya karena ia ingin menutupi identitasnya...     

"Elle.. atau Marianne... siapa pun kau... dengar, aku bisa menjelaskan semuanya." London berjalan mendekati L pelan-pelan sambil menjangkau tangannya. "Aku berjanji mulai sekarang hanya akan mengatakan semua kejujuran kepadamu..."     

L melipat tangannya di dada. "Tidak ada yang mencegahmu bicara jujur dari tadi."     

London mengerling ke arah Danny. "Aku akan mengatakan yang sebenarnya. Semua tentang aku.. tapi tidak di depan dia."     

"Danny adalah calon suamiku. Apa pun yang ingin kau katakan kepadaku, bisa kau katakan di depannya," jawab L dengan suara dingin.     

Danny berjalan ke samping L dan menggenggam tangannya. "Marianne, kita pergi saja, tidak usah berlama-lama di sini. Ingat, kau tidak boleh stress."     

Pandangan matanya penuh kasih sayang dan membuat London merasa seperti ditusuk dari belakang. Hubungan Danny dan L terlihat sangat dekat. Tidak seperti orang yang baru saling bertemu beberapa hari saja. Apalagi Danny jelas-jelas memanggil L dengan nama lain. Apakah mereka sudah lama kenal sebelum ini?     

Tiba-tiba ia merasa seolah dirinyalah orang asing di antara pasangan ini.     

"Kenapa kau tidak boleh stress?" tanya London cepat. "Apakah ini ada hubungannya dengan kehamilanmu? Mengapa kau tidak mengatakan apa-apa kepadaku?"     

"Killian," L mengangkat tangannya, menghentikan London yang hendak mendekatinya. "Kalau ada yang mau kau bicarakan, silakan katakan sekarang. Aku menunggu. Kalau tidak, aku akan pergi sekarang. Aku akan memberitahumu kalau Lily sudah lahir agar kau dan Finland dapat menjemputnya."     

London merasakan dadanya sesak. Ia sangat ingin memberi tahu L identitasnya saat ini. Kalau L mengetahui siapa dirinya sebenarnya, pasti gadis itu akan dapat mengerti kenapa London melakukan itu semua.     

Tetapi ia takkan dapat melakukannya di depan orang asing seperti Danny Swan. Rahasia tentang keluarganya, tentang kaum Alchemist tidak untuk diketahui sembarangan orang.     

Akhirnya ia hanya bisa menggeleng. "Maaf, aku tidak bisa."     

L tiba-tiba menangis dan memukulnya. "Kau keterlaluan. Bahkan sampai di saat terakhir kau masih tidak mau jujur kepadaku!!"     

"L.. aku.. " London sama sekali tidak menghindar. Ia menerima pukulan demi pukulan dari tangan mungil gadis itu. Ia sama sekali tidak merasakan sakit di tubuhnya akibat pukulan L. Hatinyalah yang terluka melihat L akan pergi begitu saja karena kesalahan kecil yang ia lakukan, demi menjaga dan memastikan keselamatan L.     

Tiba-tiba tangan L yang memukul dada London menjadi kaku dan gadis itu melenguh kesakitan. Wajahnya menjadi sepucat kapas dan sedetik kemudian ia telah menggelosor ke lantai. Tubuhnya akan jatuh dengan keras kalau saja London tidak buru-buru menangkapnya.     

"Dia pingsan..." gumam London panik. Danny segera memburu L dan berusaha menarik tubuh gadis itu dari pangkuan London yang bersimpuh di lantai.     

"Kau membuatnya stress!" kecam pemuda itu. Ia berusaha menepis tangan London agar melepaskan L, tetapi London tidak bergeming. Akhirnya Danny mencengkram pundak London dan memaksanya lepas. "Lepaskan dia. Marianne punya penyakit jantung!!"     

"A.. apa kau bilang?" Seketika kepanikan besar melanda London. Ia tidak tahu L punya penyakit jantung. Kalau begitu, kondisinya sekarang sangat berbahaya. Ia bukan hanya pingsan biasa.     

Dengan sangat kuatir ia buru-buru bangkit dan membopong tubuh L keluar. Danny tidak mau ketinggalan segera mengejarnya dan berusaha merebut tubuh L darinya.     

"Mau ke mana kau? Aku dokter! Aku bisa merawatnya..!!" seru Danny.     

London segera berteriak memanggil dua pengawalnya yang sedari tadi siaga di apartemen sebelah sementara ia menunggu pintu lift terbuka.     

"Marc, Dave... kalian tahan orang ini. Aku mau membawa L ke rumah sakit!"      

DING     

Pintu lift membuka dan London segera masuk ke dalamnya. Danny yang berusaha ikut masuk telah ditahan oleh kedua lelaki berbadan tinggi besar dan kekar yang barusan dipanggil London untuk mengurusnya.     

"Si.. siapa kalian?" tanyanya cemas. Ia mencoba melepaskan diri dari mereka tetapi usahanya gagal. Dengan marah Danny berusaha menendang dan memukul, tetapi ia bukanlah lawan seimbang bagi Marc dan Dave. "Awas kalian! Kalau pengawalku tiba di sini... kalian akan dihajar!!"     

Sementara itu, di dalam lift, London memperhatikan wajah L yang pucat dalam gendongannya. Ia kuatir setengah mati, apalagi saat ini kehamilan L sudah mulai masuk trimester ketiga, kondisinya sangat rentan.     

Saat pintu lift terbuka ia segera berjalan keluar menuju mobil Mercedesnya yang masih terparkir di depan gedung apartemen. Saat ia hendak memasukkan L ke kursi belakang ia dikejutkan oleh cairan yang merembes dari pakaian bagian bawah gadis itu.     

Oh Tuhan...      

Apakah ini air ketuban? Apakah... apakah L akan melahirkan? Tetapi kehamilannya baru 6,5 bulan...     

Oh Tuhan...     

Jangan ambil anakku. Biarkan dia hidup... tangis London semakin cemas.     

Ia buru-buru meletakkan L di kursi belakang, selembut mungkin, lalu menghubungi Jan.     

"Jan... L akan melahirkan. Aku segera menuju ke rumah sakit. Siapkan semuanya. Ini sangat darurat."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.