The Alchemists: Cinta Abadi

Finland dan L



Finland dan L

0Setelah lagunya selesai, L mengangkat wajahnya dan mengamati London yang masih berdiri terpaku di belakangnya.     

"Kau suka?" tanyanya dengan suara malu-malu. "Aku sedang bosan, jadi aku menulis banyak lagu. Tidak enak rasanya hanya diam di rumah, tanpa bisa kemana-mana."     

London lalu tergugah. Ia mengerti perasaan L. Gadis itu terkurung di dalam rumah tanpa dapat kemana-mana karena kondisi kehamilannya. Selain karena kehamilannya tidak ia inginkan, reputasinya sebagai seorang artis pendatang baru juga menjadi taruhan kalau sampai ada yang mengenalinya di luar sana, dalam kondisi hamil di luar nikah.     

London kembali merasa bersalah. L tidak akan mengalami nasib begini kalau bukan karena dirinya. Walaupun L berkali-kali mengatakan London tidak bersalah dan ini merupakan sepenuhnya perbuatan jahat Stephan, tetap saja sebagai lelaki baik-baik hati nuraninya tersentuh.     

Tinggal tiga setengah bulan lagi, dan semuanya akan berakhir.     

"Tidak lama lagi, kok..." katanya akhirnya. "Bertahanlah..."     

L mengangguk pelan. Untuk mencairkan suasana ia lalu mengedarkan pandangannya ke perpustakaan tempat London berada, dan seketika wajahnya tampak diliputi kekaguman.     

"Kau sedang di mana? Tempat ini mewah sekali..." komentar L sambil menunjuk lemari berisi buku-buku, dan perabotan lainnya yang jelas menunjukkan kemewahan perpustakaan di mansion Alaric dan Aleksis. "Ini mirip gambar rumah-rumah orang kaya di majalah."     

London lupa kalau ia masih menyamar sebagai orang miskin. Ia tadi hanya mengenakan kacamata saja dan mengacak-acak rambutnya agar kelihatan berantakan, tetapi ia lupa bahwa ruangan tempat ia menghubungi L masih terlihat sangat megah.     

"Oh... ini rumah kakakku. Aku kan sudah bilang aku ke sini untuk menjenguk kakakku yang baru melahirkan. Ini rumah mereka. Aku tidak bilang ya? Kakakku menikah dengan lelaki sangat kaya. Makanya rumahnya juga mewah begini." London buru-buru mencari alasan yang paling masuk akal agar L tidak curiga.     

Saat itulah L melihat seseorang mengintip dari balik pintu.     

"Siapa di sana?" serunya sambil mengacungkan telunjuk ke arah pintu dan berdiri. London ikut menoleh ke arah yang ditunjuk L dan wajahnya seketika dipenuhi kekagetan. Ia sempat melihat rambut panjang berwarna cokelat menghilang di balik pintu.     

"Astaga... sebentar, biar aku periksa," katanya cepat. Ia buru-buru berjalan keluar pintu untuk memeriksa siapa yang barusan mengintip pembicaraannya dengan L.     

Saat ia tiba di luar, kedua matanya membulat melihat Finland, Caspar, Terry, Rune. Lauriel, Nicolae, bahkan Alaric dan Aleksis yang masing-masing menggendong bayi mereka, tampak berkerumun di depan perpustakaan dengan wajah bersalah.     

"Apa yang kalian lakukan di sini?" bisiknya panik. "Kalau L melihat kalian bagaimana? Dia belum tahu siapa aku!"     

Kalau sampai L melihat Terry dan Rune... habislah dirinya.     

Kedua orang itu sudah mulai terkenal dan ia yakin L pasti akan mengenali mereka. Lalu Alaric, walaupun mungkin L tidak mengenal wajahnya, London yakin gadis itu pasti akan curiga dan mulai menyelidiki. Tidak akan sulit baginya menemukan identitas Alaric karena pria itu memiliki penampilan yang sangat unik.     

"Kami tadi mendengar suara nyanyian bagus sekali, makanya kami penasaran ingin tahu dari mana asalnya," Finland buru-buru membela semua orang. "Itu gadismu?"     

Gadisku? pikir London sebal. Seandainya dia mau!     

"Dia barusan curiga. Siapa di sini yang mau ikut ke dalam untuk kuperkenalkan kepadanya?" tanya London sambil merengut. "Kalau tidak nanti dia akan tambah curiga."     

Finland tersenyum lebar mendengar kata-kata anaknya itu. "Mama saja. Toh Mama yang nanti akan membesarkan anakmu. Akan lebih bagus kalau mama bisa bertemu ibunya dulu. Mama ingin tahu seperti apa orangnya yang berhasil membuat anakku menderita begini."     

Tanpa menunggu jawaban London, Finland segera menarik tangan anaknya kembali ke dalam perpustakaan. Ketika melihat mereka berdua datang, L segera berdiri dari kursi piano dengan wajah kaget.     

"Si... siapa kau?" tanyanya sambil mengerutkan keningnya.     

Finland yang masih menggandeng London di tangannya, tersenyum lebar. "Namaku Finland. Senang berjumpa denganmu."     

L menoleh ke arah London hendak meminta penjelasan. Pemuda itu hanya bisa garuk-garuk kepala bingung. Ia tak tahu apa tujuan ibunya tiba-tiba masuk seperti ini.     

Ia tentu tak bisa memperkenalkan Finland sebagai ibunya, kan? Mereka terlihat seusia, dan L pasti menganggapnya gila kalau ia nekad memberi tahu gadis itu bahwa wanita yang menggandengnya sekarang adalah ibu kandungnya.     

"Ini adalah..." London menoleh kepada ibunya, meminta bantuan.     

Finland tersenyum semakin lebar. "Sayang, kenapa kau jadi pendiam begini? Kau tidak pernah cerita tentang aku kepada L? Kau juga tidak mau memperkenalkanku kepadanya, padahal kalian sedang ngobrol di Virconnect, sehingga aku harus mengintip untuk bisa mengetahui seperti apa wanita yang menjadi ibu dari anakmu..."     

Wajah L seketika menjadi pucat mendengar kata-kata Finland. Ia menatap London dengan pandangan terluka.     

L sekarang mengarahkan pandangannya kepada Finland. "Kau siapa?"     

"Aku sudah bilang tadi namaku Finland. Sudah lama aku ingin bertemu denganmu... Killian sudah bercerita tentang insiden yang terjadi antara kalian dan ia memintaku untuk membantunya merawat anaknya nanti begitu ia dilahirkan. Aku sudah mendengar bahwa kau tidak menginginkan anak ini. Karena aku sangat menyayangi Killian, aku tentu tidak bisa menolak. Aku akan membantunya sekuat tenaga."     

"Oh... kalian sudah kenal lama..?" tanya L pelan.     

"Benar. Bisa dibilang, kami sudah kenal seumur hidup. Kami ini sangat dekat." Finland menjawab lagi. "Kami juga saling menyayangi dan selalu saling mendukung..."     

London keheranan melihat ekspresi L yang tidak seperti biasanya. Gadis itu tidak terlihat dingin dan acuh, tetapi terlihat marah.     

Hei... apakah L ini sedang cemburu? pikirnya.     

Ia menoleh ke arah ibunya dan L bergantian dan segera menyadari bahwa ibunya sedang membantunya dengan berpura-pura dekat dengannya untuk membuat L cemburu.     

Kalau gadis itu sama sekali tidak menyimpan perasaan kepadanya, tentu L sama sekali tidak akan merasa terganggu melihat London dekat dengan wanita lain, apalagi Finland adalah seorang wanita yang sangat cantik dan anggun. Wanita mana pun akan merasa rendah diri berada di dekatnya.     

Kini wajah L terlihat memerah dan ia tampak menyembunyikan kekesalan dan perasaan terluka. Bukankah ini tandanya ia memang sedang cemburu?     

Tanpa sadar, bibir London menyunggingkan senyuman iseng. Ia lalu membisikkan sesuatu kepada Finland dan kemudian keduanya tertawa pelan.     

"Mama, sedang memancing agar L menjadi cemburu ya? Wahhh... Mama keren sekali. Terima kasih, aku sayang Mama." bisik London.     

"Kalau begitu sekarang kita pura-pura tertawa mesra dan kau peluk pinggang Mama, ya." balas Finland.     

Keduanya saling menatap dengan geli lalu tertawa mesra. London merangkul pinggang ibunya dengan senang hati sambil mengerling ke arah L.     

L yang melihat dua orang itu tampak sangat mesra, menjadi semakin marah.     

"Aku belum menandatangani poin 20!" cetus L tiba-tiba. Bibirnya tampak mengerucut sebal dan ia menghentakkan kakinya. "Kau jangan harap bisa mengambil anakku tanpa persetujuanku."     

Kata-katanya ditujukan kepada Finland.     

"Apa maksudnya dengan poin 20?" tanya Finland kepada London.     

"Oh... itu... Poin terakhir di perjanjian kami yang isinya..."     

Poin 20 adalah pilihan ganda. L bisa memilih untuk pergi dan tidak akan pernah menghubungi London dan anaknya setelah melahirkan anak itu, atau ia tinggal dan merawat bayinya bersama London dan berbagi hak asuh sebagai orang tua.     

L memang belum menentukan pilihannya sejak perjanjian itu pertama kali mereka buat.     

London menatap L dan berusaha membaca pikirannya. Apa sebenarnya yang diinginkan gadis itu? Apakah ia sungguh-sungguh akan membatalkan perjanjian dan memelihara anaknya? Apakah ia sengaja melakukannya karena cemburu, atau ia memang menginginkan anaknya?     

London sungguh berharap sekali-sekali Paman Aldebar dan Rune punya mesin untuk membaca hati wanita. Sangat sulit baginya untuk mengerti L.     

"Kenapa kau tiba-tiba berkata begitu?" tanya London akhirnya. "Sudah hampir 2 bulan dan kau selalu berkeras mengatakan bahwa kau tidak menginginkan anak itu. Kenapa hari ini kau tiba-tiba berkata lain? Tolong jangan jadi orang yang tidak konsisten. Kau membuatku bingung..."     

L menggigit bibirnya dan air matanya mulai berjatuhan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.